30.2 C
Jakarta
Wednesday, October 1, 2025

Kebiasaan Mendengkur Keras dan Konsisten Bisa Jadi Pertanda Adanya Gangguan Tidur Lebih Serius

Banyak orang mengalami gangguan tidur akibat pasangan yang mendengkur keras sepanjang malam, sehingga kualitas istirahat menjadi terganggu dan tidak maksimal.

Kebiasaan mendengkur yang keras dan konsisten ini sering kali dianggap sebagai hal yang normal dan tidak berbahaya, padahal sebenarnya bisa menjadi pertanda adanya gangguan tidur yang lebih serius, yaitu sleep apnea.

Sleep apnea sendiri merupakan kondisi medis di mana pernapasan seseorang terhenti berulang kali selama tidur, yang dapat berdampak serius pada kesehatan jangka panjang.

Gangguan ini tidak hanya mengganggu kualitas tidur penderita dan pasangannya, tetapi juga dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.

Adapun gejala sleep apnea yang berbeda tergantung jenisnya, di mana sleep apnea memiliki tiga jenis yaitu obstructive sleep apnea (OSA), central sleep apnea (CSA), dan complex sleep apnea syndrome yang merupakan kombinasi keduanya.

Meskipun gejalanya dapat bervariasi tergantung jenisnya, umumnya seseorang yang mengalami sleep apnea akan mengalami mendengkur keras, napas tiba-tiba berhenti saat tidur, terengah-engah saat tidur, bangun dengan mulut kering, sakit kepala di pagi hari, kesulitan untuk tetap tertidur yang dikenal sebagai insomnia, mengantuk berlebihan di siang hari atau hipersomnia, kesulitan memperhatikan saat terjaga, dan sifat lekas marah.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui jenis-jenis sleep apnea dan penyebabnya. Untuk itu, Mayo Clinic memberikan beberapa penjelasan terkait obstructive sleep apnea dan central sleep apnea.

  1. Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Jenis sleep apnea ini adalah jenis yang paling sering dijumpai, di mana kondisi ini terjadi ketika otot-otot tenggorokan mengendur berlebihan sehingga menyumbat jalur udara selama tidur. Kondisi ini menyebabkan aliran udara terhambat atau bahkan terhenti sepenuhnya dan memaksa otak untuk membangunkan tubuh agar pernapasan kembali normal.

Proses ini dapat terjadi puluhan bahkan ratusan kali dalam satu malam, meskipun penderita seringkali tidak menyadarinya. Walaupun OSA dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih umum dialami oleh orang dewasa dan memiliki berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi ini.

 

Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan, karena dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami obstructive sleep apnea:

Kelebihan berat badan atau obesitas: Timbunan lemak di sekitar saluran napas atas dapat menyumbat pernapasan dan meningkatkan risiko OSA secara signifikan.

Baca Juga :  Penelitian Terbaru, Virus Corona Terdeteksi Menginfeksi Otak Manusia

Lingkar leher yang besar: Orang dengan leher yang lebih tebal cenderung memiliki saluran napas yang lebih sempit sehingga lebih mudah tersumbat.

Saluran napas yang sempit: Kondisi bawaan berupa tenggorokan yang sempit atau pembesaran amandel dan kelenjar gondok dapat memblokir jalur udara, terutama pada anak-anak.

Jenis kelamin laki-laki: Pria memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan wanita, meskipun risiko pada wanita meningkat setelah menopause atau saat mengalami kelebihan berat badan.

Usia yang semakin tua: Sleep apnea terjadi lebih sering pada orang dewasa yang lebih tua dibandingkan anak-anak dan remaja.

Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan sleep apnea dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi yang sama.

Penggunaan alkohol dan obat-obatan tertentu: Konsumsi alkohol, obat penenang, atau obat tidur dapat merelaksasi otot tenggorokan dan memperparah kondisi OSA.

Kebiasaan merokok: Perokok memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi karena merokok dapat menyebabkan peradangan dan penumpukan cairan di saluran napas atas.

Hidung tersumbat: Kesulitan bernapas melalui hidung akibat masalah anatomi atau alergi meningkatkan kemungkinan mengalami OSA.

Kondisi medis tertentu: Gagal jantung kongestif, hipertensi, diabetes tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gangguan hormonal, riwayat stroke, dan penyakit paru kronis seperti asma dapat meningkatkan risiko OSA.

  1. Central Sleep Apnea (CSA)

Jenis sleep apnea yang berbeda dengan OSA karena tidak melibatkan penyumbatan fisik saluran napas. Pada CSA, otak gagal mengirimkan sinyal yang tepat ke otot-otot yang mengontrol pernapasan, sehingga terjadi jeda napas tanpa adanya upaya untuk bernapas.

Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan OSA dan seringkali berkaitan dengan masalah neurologis atau kardiovaskular yang mendasari. CSA dapat terjadi sebagai kondisi primer atau sekunder akibat penyakit lain, dan memerlukan pendekatan pengobatan yang berbeda dari OSA.

 

Central sleep apnea memiliki faktor risiko yang berbeda dengan obstructive sleep apnea karena melibatkan gangguan pada sistem saraf pusat.

Usia lanjut: Orang paruh baya dan lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami CSA dibandingkan kelompok usia yang lebih muda.

Jenis kelamin laki-laki: Pria lebih rentan terhadap central sleep apnea dibandingkan wanita, meskipun perbedaannya tidak setajam pada OSA.

Gangguan jantung: Gagal jantung kongestif secara signifikan meningkatkan risiko CSA karena kondisi ini dapat memengaruhi pusat kontrol pernapasan di otak.

Baca Juga :  Benarkah Olahraga Berlebihan Mengganggu Kesuburan?

Penggunaan obat pereda nyeri narkotik: Obat-obatan opioid, terutama yang bekerja dalam jangka panjang seperti metadon, dapat mengganggu sistem saraf pusat dan meningkatkan risiko central sleep apnea.

Riwayat stroke: Stroke dapat merusak area otak yang bertanggung jawab mengatur pernapasan, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya CSA.

Karena sleep apnea kerap kali mengganggu tidur baik itu penderitanya maupun pasangan, maka diperlukan upaya pencegahan yang tepat untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini. Walaupun tidak semua penyebab sleep apnea dapat dicegah, terutama yang berkaitan dengan faktor genetik, usia, atau jenis kelamin, namun masih banyak langkah yang bisa dilakukan.

Dilansir dari Cleveland Clinic, ada beberapa tips pencegahan yang dapat membantu mengurangi risiko sleep apnea secara signifikan. Penerapan strategi pencegahan ini akan bermanfaat untuk menghindari gangguan tidur dan mendapatkan kembali tidur yang berkualitas.

Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat: Menjaga berat badan ideal dapat mengurangi tekanan pada saluran napas dan menurunkan risiko OSA secara signifikan.

Mengonsumsi makanan bergizi dan melakukan aktivitas fisik secara teratur: Pola hidup sehat dengan diet seimbang dan olahraga rutin membantu menjaga berat badan dan kesehatan secara keseluruhan.

Menerapkan kebersihan tidur yang baik: Menetapkan jadwal tidur yang teratur, menciptakan lingkungan tidur yang nyaman, dan mematikan perangkat elektronik sebelum tidur.

Mengelola kondisi kesehatan yang sudah ada: Mengontrol kolesterol tinggi, hipertensi, dan diabetes tipe 2 dengan baik untuk mencegah komplikasi yang dapat memperburuk sleep apnea.

Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter: Kontrol kesehatan minimal setahun sekali untuk deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan.

Menghindari merokok dan konsumsi alkohol: Kedua kebiasaan ini dapat memperparah gejala sleep apnea dengan menyebabkan peradangan dan relaksasi berlebihan pada otot saluran napas.

Sleep apnea merupakan gangguan tidur serius yang tidak boleh diabaikan karena dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan jangka panjang. Dengan deteksi dini melalui pengenalan gejala dan faktor risiko sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius seperti masalah jantung dan komplikasi lainnya.

Jika kamu atau pasanganmu mengalami beberapa gejala yang telah disebutkan, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis agar mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan yang sesuai.(jpc)

Banyak orang mengalami gangguan tidur akibat pasangan yang mendengkur keras sepanjang malam, sehingga kualitas istirahat menjadi terganggu dan tidak maksimal.

Kebiasaan mendengkur yang keras dan konsisten ini sering kali dianggap sebagai hal yang normal dan tidak berbahaya, padahal sebenarnya bisa menjadi pertanda adanya gangguan tidur yang lebih serius, yaitu sleep apnea.

Sleep apnea sendiri merupakan kondisi medis di mana pernapasan seseorang terhenti berulang kali selama tidur, yang dapat berdampak serius pada kesehatan jangka panjang.

Gangguan ini tidak hanya mengganggu kualitas tidur penderita dan pasangannya, tetapi juga dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.

Adapun gejala sleep apnea yang berbeda tergantung jenisnya, di mana sleep apnea memiliki tiga jenis yaitu obstructive sleep apnea (OSA), central sleep apnea (CSA), dan complex sleep apnea syndrome yang merupakan kombinasi keduanya.

Meskipun gejalanya dapat bervariasi tergantung jenisnya, umumnya seseorang yang mengalami sleep apnea akan mengalami mendengkur keras, napas tiba-tiba berhenti saat tidur, terengah-engah saat tidur, bangun dengan mulut kering, sakit kepala di pagi hari, kesulitan untuk tetap tertidur yang dikenal sebagai insomnia, mengantuk berlebihan di siang hari atau hipersomnia, kesulitan memperhatikan saat terjaga, dan sifat lekas marah.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui jenis-jenis sleep apnea dan penyebabnya. Untuk itu, Mayo Clinic memberikan beberapa penjelasan terkait obstructive sleep apnea dan central sleep apnea.

  1. Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Jenis sleep apnea ini adalah jenis yang paling sering dijumpai, di mana kondisi ini terjadi ketika otot-otot tenggorokan mengendur berlebihan sehingga menyumbat jalur udara selama tidur. Kondisi ini menyebabkan aliran udara terhambat atau bahkan terhenti sepenuhnya dan memaksa otak untuk membangunkan tubuh agar pernapasan kembali normal.

Proses ini dapat terjadi puluhan bahkan ratusan kali dalam satu malam, meskipun penderita seringkali tidak menyadarinya. Walaupun OSA dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih umum dialami oleh orang dewasa dan memiliki berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi ini.

 

Adapun beberapa faktor yang perlu diperhatikan, karena dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami obstructive sleep apnea:

Kelebihan berat badan atau obesitas: Timbunan lemak di sekitar saluran napas atas dapat menyumbat pernapasan dan meningkatkan risiko OSA secara signifikan.

Baca Juga :  Penelitian Terbaru, Virus Corona Terdeteksi Menginfeksi Otak Manusia

Lingkar leher yang besar: Orang dengan leher yang lebih tebal cenderung memiliki saluran napas yang lebih sempit sehingga lebih mudah tersumbat.

Saluran napas yang sempit: Kondisi bawaan berupa tenggorokan yang sempit atau pembesaran amandel dan kelenjar gondok dapat memblokir jalur udara, terutama pada anak-anak.

Jenis kelamin laki-laki: Pria memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan wanita, meskipun risiko pada wanita meningkat setelah menopause atau saat mengalami kelebihan berat badan.

Usia yang semakin tua: Sleep apnea terjadi lebih sering pada orang dewasa yang lebih tua dibandingkan anak-anak dan remaja.

Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan sleep apnea dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi yang sama.

Penggunaan alkohol dan obat-obatan tertentu: Konsumsi alkohol, obat penenang, atau obat tidur dapat merelaksasi otot tenggorokan dan memperparah kondisi OSA.

Kebiasaan merokok: Perokok memiliki risiko tiga kali lipat lebih tinggi karena merokok dapat menyebabkan peradangan dan penumpukan cairan di saluran napas atas.

Hidung tersumbat: Kesulitan bernapas melalui hidung akibat masalah anatomi atau alergi meningkatkan kemungkinan mengalami OSA.

Kondisi medis tertentu: Gagal jantung kongestif, hipertensi, diabetes tipe 2, sindrom ovarium polikistik, gangguan hormonal, riwayat stroke, dan penyakit paru kronis seperti asma dapat meningkatkan risiko OSA.

  1. Central Sleep Apnea (CSA)

Jenis sleep apnea yang berbeda dengan OSA karena tidak melibatkan penyumbatan fisik saluran napas. Pada CSA, otak gagal mengirimkan sinyal yang tepat ke otot-otot yang mengontrol pernapasan, sehingga terjadi jeda napas tanpa adanya upaya untuk bernapas.

Kondisi ini lebih jarang terjadi dibandingkan OSA dan seringkali berkaitan dengan masalah neurologis atau kardiovaskular yang mendasari. CSA dapat terjadi sebagai kondisi primer atau sekunder akibat penyakit lain, dan memerlukan pendekatan pengobatan yang berbeda dari OSA.

 

Central sleep apnea memiliki faktor risiko yang berbeda dengan obstructive sleep apnea karena melibatkan gangguan pada sistem saraf pusat.

Usia lanjut: Orang paruh baya dan lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami CSA dibandingkan kelompok usia yang lebih muda.

Jenis kelamin laki-laki: Pria lebih rentan terhadap central sleep apnea dibandingkan wanita, meskipun perbedaannya tidak setajam pada OSA.

Gangguan jantung: Gagal jantung kongestif secara signifikan meningkatkan risiko CSA karena kondisi ini dapat memengaruhi pusat kontrol pernapasan di otak.

Baca Juga :  Benarkah Olahraga Berlebihan Mengganggu Kesuburan?

Penggunaan obat pereda nyeri narkotik: Obat-obatan opioid, terutama yang bekerja dalam jangka panjang seperti metadon, dapat mengganggu sistem saraf pusat dan meningkatkan risiko central sleep apnea.

Riwayat stroke: Stroke dapat merusak area otak yang bertanggung jawab mengatur pernapasan, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya CSA.

Karena sleep apnea kerap kali mengganggu tidur baik itu penderitanya maupun pasangan, maka diperlukan upaya pencegahan yang tepat untuk mengurangi risiko terjadinya kondisi ini. Walaupun tidak semua penyebab sleep apnea dapat dicegah, terutama yang berkaitan dengan faktor genetik, usia, atau jenis kelamin, namun masih banyak langkah yang bisa dilakukan.

Dilansir dari Cleveland Clinic, ada beberapa tips pencegahan yang dapat membantu mengurangi risiko sleep apnea secara signifikan. Penerapan strategi pencegahan ini akan bermanfaat untuk menghindari gangguan tidur dan mendapatkan kembali tidur yang berkualitas.

Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat: Menjaga berat badan ideal dapat mengurangi tekanan pada saluran napas dan menurunkan risiko OSA secara signifikan.

Mengonsumsi makanan bergizi dan melakukan aktivitas fisik secara teratur: Pola hidup sehat dengan diet seimbang dan olahraga rutin membantu menjaga berat badan dan kesehatan secara keseluruhan.

Menerapkan kebersihan tidur yang baik: Menetapkan jadwal tidur yang teratur, menciptakan lingkungan tidur yang nyaman, dan mematikan perangkat elektronik sebelum tidur.

Mengelola kondisi kesehatan yang sudah ada: Mengontrol kolesterol tinggi, hipertensi, dan diabetes tipe 2 dengan baik untuk mencegah komplikasi yang dapat memperburuk sleep apnea.

Melakukan pemeriksaan rutin ke dokter: Kontrol kesehatan minimal setahun sekali untuk deteksi dini dan penanganan masalah kesehatan.

Menghindari merokok dan konsumsi alkohol: Kedua kebiasaan ini dapat memperparah gejala sleep apnea dengan menyebabkan peradangan dan relaksasi berlebihan pada otot saluran napas.

Sleep apnea merupakan gangguan tidur serius yang tidak boleh diabaikan karena dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesehatan jangka panjang. Dengan deteksi dini melalui pengenalan gejala dan faktor risiko sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius seperti masalah jantung dan komplikasi lainnya.

Jika kamu atau pasanganmu mengalami beberapa gejala yang telah disebutkan, sebaiknya segera konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis agar mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan yang sesuai.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru