Kematian calon anggota Paskibraka Tangerang Selatan Aurellia
Qurata bukan kasus pertama. Menurut catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), setiap tahun, sejak 2016, hal serupa telah terjadi. KPAI meminta
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang menaungi gawe tersebut
melakukan evaluasi.
Ketua KPAI Susanto mengungkapkan, ada beberapa penyebab
kematian. Di antaranya kelelahan, kecelakaan, masalah kesehatan, hingga dugaan
adanya kekerasan. Untuk itu, Susanto menyatakan bahwa seleksi pelatih harus
diperketat. Harus diketahui apakah dia memiliki potensi melakukan kekerasan
atau tidak.
Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Ai Maryati
Solihah menuturkan, cara berlatih Paskibraka seharusnya tidak mengandung unsur
militerisasi. Untuk itu, perlu ada komitmen dari level eksekutif, dalam hal ini
Kemenpora. “Permenpora 65/2015 berlaku seluruh Indonesia. Seharusnya ada SOP
yang jelas untuk mengatur pelaksanaan Paskibraka,†ucapnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) Susanto (tengah) menggelar konferensi pers. (Yesika Dinta/Dok.
JawaPos.com)
Aurellia meninggal 1 Agustus lalu setelah 22 hari mengikuti latihan
pembinaan Paskibraka Tangerang Selatan. KPAI memperoleh informasi bahwa ada
senior Aurellia yang memberikan latihan secara berlebihan. Misalnya push-up
dengan tangan terkepal, memakan jeruk bersama kulitnya, hingga lari setiap hari
dengan menggendong ransel diisi 3 kg pasir dan 3 liter air.
Sementara itu, seragam anggota Paskibraka Nasional tak berbeda
dengan tahun sebelumnya. “Seragam rok bagi putri, baik berhijab maupun tidak,
serta celana bagi putra,†jelas Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun
Ni’am Sholeh kemarin.(jpg)