28.4 C
Jakarta
Monday, May 19, 2025

Sepak Sawut ; Bola Harus Tetap Hidup Selama Pertandingan, Kalau Padam Gol Tidak Sah

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Salah satu permainan rakyat khas Kalimantan Tengah, Sepak Sawut, kembali mencuri perhatian dalam perhelatan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2025 yang digelar di Halaman Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya.

Permainan tradisional ini tak hanya menghibur, tetapi juga menyuguhkan atraksi menegangkan yang menggambarkan keberanian dan semangat juang masyarakat Dayak.

Koordinator Sepak Sawut, Anto Priantono, menjelaskan Sepak Sawut merupakan permainan mirip sepak bola. Namun menggunakan bola dari sabut kelapa yang dibakar. Api yang menyala sepanjang pertandingan menjadi simbol penting dalam permainan ini.

“Bola harus tetap hidup selama pertandingan. Kalau padam gol tidak sah,” ucapnya saat ditemui Prokalteng.co di sela – sela pertandingan, Minggu (18/5/2025) malam.

Baca Juga :  Gerakan Pangan Murah, Upaya Kalteng Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Sembako

Permainan ini diikuti oleh 11 kabupaten dan kota dari total 14 wilayah yang diundang. Tiga wilayah yang tidak berpartisipasi adalah Kabupaten Barito Timur, Gunung Mas, dan Katingan. Meskipun tidak diikuti oleh seluruh daerah, antusiasme peserta dan penonton tetap tinggi, memperlihatkan kecintaan masyarakat terhadap warisan budaya lokal.

Dalam satu pertandingan, Sepak Sawut dimainkan selama 2 x 10 menit dengan lima pemain inti dan dua cadangan dari masing-masing tim. Batas usia maksimal pemain adalah 25 tahun.

“Tujuannya agar regenerasi terus berjalan, jangan hanya pemain lama terus yang tampil, hal ini sekaligus menjadi upaya untuk menggalang generasi muda agar lebih peduli terhadap pelestarian budaya daerah,” kata Anto.

Anto juga menekankan pentingnya sportifitas dalam permainan ini. Meskipun pertandingan berlangsung seru dan menegangkan, nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan tetap dijunjung tinggi. Sepak Sawut tak hanya menjadi tontonan, tetapi juga sarana pendidikan karakter bagi generasi muda.

Baca Juga :  Jelang Pensiun, Sekda Kalteng Pamitan

Secara aturan dasar, Sepak Sawut mirip dengan sepak bola, yaitu mencetak gol sebanyak mungkin untuk menang. Namun filosofi yang menyertai bola api memberikan dimensi budaya dan spiritual yang kuat.

“Filosofinya ada di apinya itu. Semangatnya, auranya, semua dari bola api yang menyala,” ujar Anto.

Anto berharap permainan ini terus dilestarikan dan dicintai masyarakat. Ia mengajak semua pihak untuk menjadikan Sepak Sawut sebagai bagian penting dari identitas budaya Kalimantan Tengah.

“Silakan menikmati, junjung sportifitas. Kalah menang itu biasa. Yang penting kita sama-sama memeriahkan Festival Budaya Isen Mulang ini,” pungkasnya. (ndo)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Salah satu permainan rakyat khas Kalimantan Tengah, Sepak Sawut, kembali mencuri perhatian dalam perhelatan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) 2025 yang digelar di Halaman Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya.

Permainan tradisional ini tak hanya menghibur, tetapi juga menyuguhkan atraksi menegangkan yang menggambarkan keberanian dan semangat juang masyarakat Dayak.

Koordinator Sepak Sawut, Anto Priantono, menjelaskan Sepak Sawut merupakan permainan mirip sepak bola. Namun menggunakan bola dari sabut kelapa yang dibakar. Api yang menyala sepanjang pertandingan menjadi simbol penting dalam permainan ini.

“Bola harus tetap hidup selama pertandingan. Kalau padam gol tidak sah,” ucapnya saat ditemui Prokalteng.co di sela – sela pertandingan, Minggu (18/5/2025) malam.

Baca Juga :  Gerakan Pangan Murah, Upaya Kalteng Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Sembako

Permainan ini diikuti oleh 11 kabupaten dan kota dari total 14 wilayah yang diundang. Tiga wilayah yang tidak berpartisipasi adalah Kabupaten Barito Timur, Gunung Mas, dan Katingan. Meskipun tidak diikuti oleh seluruh daerah, antusiasme peserta dan penonton tetap tinggi, memperlihatkan kecintaan masyarakat terhadap warisan budaya lokal.

Dalam satu pertandingan, Sepak Sawut dimainkan selama 2 x 10 menit dengan lima pemain inti dan dua cadangan dari masing-masing tim. Batas usia maksimal pemain adalah 25 tahun.

“Tujuannya agar regenerasi terus berjalan, jangan hanya pemain lama terus yang tampil, hal ini sekaligus menjadi upaya untuk menggalang generasi muda agar lebih peduli terhadap pelestarian budaya daerah,” kata Anto.

Anto juga menekankan pentingnya sportifitas dalam permainan ini. Meskipun pertandingan berlangsung seru dan menegangkan, nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan tetap dijunjung tinggi. Sepak Sawut tak hanya menjadi tontonan, tetapi juga sarana pendidikan karakter bagi generasi muda.

Baca Juga :  Jelang Pensiun, Sekda Kalteng Pamitan

Secara aturan dasar, Sepak Sawut mirip dengan sepak bola, yaitu mencetak gol sebanyak mungkin untuk menang. Namun filosofi yang menyertai bola api memberikan dimensi budaya dan spiritual yang kuat.

“Filosofinya ada di apinya itu. Semangatnya, auranya, semua dari bola api yang menyala,” ujar Anto.

Anto berharap permainan ini terus dilestarikan dan dicintai masyarakat. Ia mengajak semua pihak untuk menjadikan Sepak Sawut sebagai bagian penting dari identitas budaya Kalimantan Tengah.

“Silakan menikmati, junjung sportifitas. Kalah menang itu biasa. Yang penting kita sama-sama memeriahkan Festival Budaya Isen Mulang ini,” pungkasnya. (ndo)

Terpopuler

Artikel Terbaru