32.6 C
Jakarta
Tuesday, April 22, 2025

Orang Tua Perlu Mengajarkan Anak-Anak Tentang Kesabaran, Simak Caranya

Berperan sebagai orang tua di era saat ini cukup menantang, karena sejak mereka lahir sudah disuguhkan dengan berbagai kecanggihan teknologi hingga sudah terbiasa instan dan terkesan terburu-buru.

Mengutip dari laman UIN Jakarta, fenomena ini disebut dengan hurry sickness atau penyakit terburu-buru. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Meyer Friedman dan Ray Rosenman untuk menggambarkan perilaku seseorang yang selalu ingin melakukan lebih banyak hal dalam waktu sesingkat mungkin.

Kita merasa gelisah ketika harus menunggu, seolah setiap detik yang berlalu adalah sesuatu yang sia-sia. Kesabaran yang dulu dianggap sebagai cermin kedewasaan dan kekuatan mental, kini mulai memudar dalam arus kehidupan yang serba cepat.

Oleh karena itu, sebagai orang tua perlu mengajarkan anak-anak tentang kesabaran di tengah dunia yang serba instan dan terburu-buru ini. Melansir dari laman Psychology Today pada Rabu (16/04) ada dua cara yang bisa dilakukan orang tua :

  1. Menciptakan “pengalaman menunggu” pada kegiatan sehari-hari
Baca Juga :  Dampak Orang Tua Narsistik, 7 Sifat akan Muncul pada Anak-anak yang Dewasa

Bromfield berpendapat bahwa menunggu harus menjadi pengalaman sehari-hari yang normal bagi anak-anak. Kamu dapat menerapkan masa tunggu yang disengaja seperti menunda waktu layar sampai setelah pekerjaan selesai, anak-anak menabung untuk barang-barang yang cukup mahal, atau menetapkan aturan keluarga di mana mereka harus menunggu 10 menit sebelum mendapatkan camilan.

Latihan kecil sehari-hari ini melatih anak-anak untuk mentolerir frustrasi dan mengembangkan pengendalian diri, menjadikan kesabaran sebagai kebiasaan alami. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menunda kepuasan berakar pada cara mereka memandang “hadiah”.

Penelitian yang diterbitkan dalam Frontiers in Psychology pada tahun 2019 menemukan bahwa anak-anak yang fokus pada pencapaian dan kesuksesan pribadi lebih cenderung menunggu imbalan yang lebih besar.

  1. Membiarkan kebosanan melakukan tugasnya
Baca Juga :  Kebiasaan Baik yang Bisa Dilakukan Sejak Dini, Sehingga Anak Bisa Menjadi Sahabat

Di era stimulasi konstan, kebosanan telah menjadi sesuatu yang harus dihindari dengan cara apapun. Saat seorang anak mengungkapkan sedikit kegelisahan, orang tua sering terburu-buru untuk mengisi kekosongan seperti menyerahkan tablet, menyalakan pertunjukan, atau menawarkan mainan baru.

Namun, Bromfield berpendapat bahwa kebosanan bukanlah masalah, tapi itu adalah kebutuhan. Kebosanan bertindak sebagai katalis penting untuk kreativitas dan pemecahan masalah, ketika seorang anak dibiarkan tanpa gangguan instan, otak mereka dipaksa untuk terlibat dalam pemikiran imajinatif.

Bisa kita bandingkan dengan anak jaman dahulu yang hanya punya satu mainan atau hiburan, mereka lebih imajinatif dan memiliki kesabaran karena harus menunggu acara TV favorit atau menyusun sebuah susunan permainan.(jpc)

Berperan sebagai orang tua di era saat ini cukup menantang, karena sejak mereka lahir sudah disuguhkan dengan berbagai kecanggihan teknologi hingga sudah terbiasa instan dan terkesan terburu-buru.

Mengutip dari laman UIN Jakarta, fenomena ini disebut dengan hurry sickness atau penyakit terburu-buru. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Meyer Friedman dan Ray Rosenman untuk menggambarkan perilaku seseorang yang selalu ingin melakukan lebih banyak hal dalam waktu sesingkat mungkin.

Kita merasa gelisah ketika harus menunggu, seolah setiap detik yang berlalu adalah sesuatu yang sia-sia. Kesabaran yang dulu dianggap sebagai cermin kedewasaan dan kekuatan mental, kini mulai memudar dalam arus kehidupan yang serba cepat.

Oleh karena itu, sebagai orang tua perlu mengajarkan anak-anak tentang kesabaran di tengah dunia yang serba instan dan terburu-buru ini. Melansir dari laman Psychology Today pada Rabu (16/04) ada dua cara yang bisa dilakukan orang tua :

  1. Menciptakan “pengalaman menunggu” pada kegiatan sehari-hari
Baca Juga :  Dampak Orang Tua Narsistik, 7 Sifat akan Muncul pada Anak-anak yang Dewasa

Bromfield berpendapat bahwa menunggu harus menjadi pengalaman sehari-hari yang normal bagi anak-anak. Kamu dapat menerapkan masa tunggu yang disengaja seperti menunda waktu layar sampai setelah pekerjaan selesai, anak-anak menabung untuk barang-barang yang cukup mahal, atau menetapkan aturan keluarga di mana mereka harus menunggu 10 menit sebelum mendapatkan camilan.

Latihan kecil sehari-hari ini melatih anak-anak untuk mentolerir frustrasi dan mengembangkan pengendalian diri, menjadikan kesabaran sebagai kebiasaan alami. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kemampuan anak untuk menunda kepuasan berakar pada cara mereka memandang “hadiah”.

Penelitian yang diterbitkan dalam Frontiers in Psychology pada tahun 2019 menemukan bahwa anak-anak yang fokus pada pencapaian dan kesuksesan pribadi lebih cenderung menunggu imbalan yang lebih besar.

  1. Membiarkan kebosanan melakukan tugasnya
Baca Juga :  Kebiasaan Baik yang Bisa Dilakukan Sejak Dini, Sehingga Anak Bisa Menjadi Sahabat

Di era stimulasi konstan, kebosanan telah menjadi sesuatu yang harus dihindari dengan cara apapun. Saat seorang anak mengungkapkan sedikit kegelisahan, orang tua sering terburu-buru untuk mengisi kekosongan seperti menyerahkan tablet, menyalakan pertunjukan, atau menawarkan mainan baru.

Namun, Bromfield berpendapat bahwa kebosanan bukanlah masalah, tapi itu adalah kebutuhan. Kebosanan bertindak sebagai katalis penting untuk kreativitas dan pemecahan masalah, ketika seorang anak dibiarkan tanpa gangguan instan, otak mereka dipaksa untuk terlibat dalam pemikiran imajinatif.

Bisa kita bandingkan dengan anak jaman dahulu yang hanya punya satu mainan atau hiburan, mereka lebih imajinatif dan memiliki kesabaran karena harus menunggu acara TV favorit atau menyusun sebuah susunan permainan.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru