26.9 C
Jakarta
Saturday, February 22, 2025

Madihin: Dulu Hiburan Eksklusif Bagi Kawula Istana

MADIHIN adalah seni bertutur khas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Disampaikan dalam bentuk syair dengan iringan pukulan rebana. Kesenian ini memiliki unsur humor sekaligus mengandung pesan moral yang mendidik.

Nama “madihin” diyakini berasal dari istilah yang berarti “memuji” atau “pujian dan nasihat.”
Beberapa tokoh budaya Kalsel juga mengaitkannya dengan istilah dalam bahasa Banjar, yaitu “papadahan” atau “mamadahi,” yang bermakna memberi nasihat.

Sejak dulu, madihin telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Banjar. Pertunjukan ini sering digelar dalam berbagai acara seperti pernikahan, syukuran, hajatan desa, hingga peringatan hari besar.

Para seniman madihin, yang disebut pamadihinan, membawakan syair secara lisan dengan gaya khas yang jenaka dan penuh kejutan hingga menarik perhatian pendengar.

Baca Juga :  Tawarkan Wanita Bocah, Germo Ini Terancam 15 Tahun Penjara

Dalam tesisnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada tahun 2022, Eka Nor Jannah menjelaskan jejak sejarah madihin dapat ditelusuri hingga abad ke-18. Setelah Islam berkembang pesat di Kalsel.

Pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah, kesenian ini sempat menjadi hiburan eksklusif di lingkungan kerajaan, dengan syair yang berisi pujian dan nasihat untuk raja serta pejabat istana.

Seiring berjalannya waktu, madihin mulai menyebar ke masyarakat luas dan tampil dalam berbagai acara, termasuk perayaan panen, sunatan, seminar kebudayaan, dan pertunjukan di televisi.

Sebagai salah satu bentuk seni lisan, madihin tidak sekadar hiburan, tetapi juga alat komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan sosial dan agama. Syair-syairnya dirangkai dalam bahasa yang sederhana namun penuh makna, sehingga mudah dipahami oleh semua kalangan.

Baca Juga :  Geledah Kantor Bupati Hulu Sungai Utara, KPK Amankan Sejumlah Uang

Kekhasan madihin terletak pada kemampuan pamadihinan dalam merangkai kata-kata secara spontan dan mengundang gelak tawa tanpa kehilangan esensi pesan yang disampaikan.

Keberadaan madihin juga mendapat pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak 2014.
Hingga kini, kesenian ini tetap lestari dan menjadi bagian penting dalam identitas budaya masyarakat Banjar.

Di tengah perkembangan zaman, madihin terus beradaptasi tanpa kehilangan ciri khasnya sebagai seni bertutur yang sarat nasihat dan hiburan.(jpg)

MADIHIN adalah seni bertutur khas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan. Disampaikan dalam bentuk syair dengan iringan pukulan rebana. Kesenian ini memiliki unsur humor sekaligus mengandung pesan moral yang mendidik.

Nama “madihin” diyakini berasal dari istilah yang berarti “memuji” atau “pujian dan nasihat.”
Beberapa tokoh budaya Kalsel juga mengaitkannya dengan istilah dalam bahasa Banjar, yaitu “papadahan” atau “mamadahi,” yang bermakna memberi nasihat.

Sejak dulu, madihin telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Banjar. Pertunjukan ini sering digelar dalam berbagai acara seperti pernikahan, syukuran, hajatan desa, hingga peringatan hari besar.

Para seniman madihin, yang disebut pamadihinan, membawakan syair secara lisan dengan gaya khas yang jenaka dan penuh kejutan hingga menarik perhatian pendengar.

Baca Juga :  Tawarkan Wanita Bocah, Germo Ini Terancam 15 Tahun Penjara

Dalam tesisnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang pada tahun 2022, Eka Nor Jannah menjelaskan jejak sejarah madihin dapat ditelusuri hingga abad ke-18. Setelah Islam berkembang pesat di Kalsel.

Pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah, kesenian ini sempat menjadi hiburan eksklusif di lingkungan kerajaan, dengan syair yang berisi pujian dan nasihat untuk raja serta pejabat istana.

Seiring berjalannya waktu, madihin mulai menyebar ke masyarakat luas dan tampil dalam berbagai acara, termasuk perayaan panen, sunatan, seminar kebudayaan, dan pertunjukan di televisi.

Sebagai salah satu bentuk seni lisan, madihin tidak sekadar hiburan, tetapi juga alat komunikasi yang efektif dalam menyampaikan pesan sosial dan agama. Syair-syairnya dirangkai dalam bahasa yang sederhana namun penuh makna, sehingga mudah dipahami oleh semua kalangan.

Baca Juga :  Geledah Kantor Bupati Hulu Sungai Utara, KPK Amankan Sejumlah Uang

Kekhasan madihin terletak pada kemampuan pamadihinan dalam merangkai kata-kata secara spontan dan mengundang gelak tawa tanpa kehilangan esensi pesan yang disampaikan.

Keberadaan madihin juga mendapat pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak 2014.
Hingga kini, kesenian ini tetap lestari dan menjadi bagian penting dalam identitas budaya masyarakat Banjar.

Di tengah perkembangan zaman, madihin terus beradaptasi tanpa kehilangan ciri khasnya sebagai seni bertutur yang sarat nasihat dan hiburan.(jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/