30.1 C
Jakarta
Sunday, January 12, 2025

Sapi Emoooooh

SAYA dua kali mendengarkan pidato politik Megawati Soekarnoputri di ultah ke-52 PDI-Perjuangan. Separonya kemarin malam. Sampai ketiduran. Saya teruskan separonya lagi keesokan harinya: total tiga jam lebih.

Kuat sekali beliau –biar pun sambil duduk. Gaya ini sudah menjadi ciri khasnyi. Tidak akan melelahkan untuk orang berusia 78 tahun. Juga bisa menyimpulkan kekuasaan mutlak di partai itu

Kursi itu.

Meja itu.

Gaya mutlak.

Satu-satunya orang yang berbicara di keseluruhan acara.

Kemutlakan itu kelihatannya masih akan berlanjut lima tahun ke depan.

Ultah itu sekaligus meneguhkan tidak ada calon lain yang akan maju. Kalau pun ada akan ditolak tegas.

“Emoooooh”, teriak mereka yang duduk menghadiri acara di Gedung Sekolah Partai di Kebagusan Jakarta Selatan itu.

Saya tidak tahu apakah seniman Butet Kartarejasa yang hadir juga teriak ”emoooooh”.

Emoh adalah bahasa Jawa untuk “tidak mau”. “Ora gelem” juga berarti “tidak mau” tapi kosakata “emoh” lebih bernada sekaligus mencemoohkan yang ditolak itu. Apalagi kalau “o”-nya sampai lima “o”.

Pakar komunikasi politik seperti Prof Dr Effendi Gazali menggambarkannya secara jenaka: ketika Megawati pernah mengatakan tidak mau jadi ketua umum lagi, ternyata ada yang mau. Tapi yang mau itu diam ketika ditanya apakah mau. Maka Megawati bertanya kepada yang hadir apakah mereka mau memilih orang yang mau itu.

Baca Juga :  Not for Profit

“Emoooooh,” jawab mereka.

Mega masih belum puas karena masih ada sebagian yang hadir yang belum bilang “emoooooh”. “Berarti yang di sana itu mau ya?” tanya Mega.

“Emoooooh…,” jawab mereka.

Siapa orang yang mau itu tidak disebut. Tapi antara Mega dengan yang hadir terasa sama-sama tahu siapa ia.

“Aneh,” ujar Effendi Gazali. “Tidak disebut siapa orangnya tapi antara yang bertanya dan yang menjawab sama-sama tahu siapa yang dimaksud”.

Jokowi!

Benarkah Jokowi mau jadi ketua umum PDI-Perjuangan? Bukankah mantan Presiden Indonesia itu sudah dipecat?

Soal sudah dipecat tidak ada masalah: kongres bisa mencabut pemecatan itu. Tapi apakah Jokowi benar-benar mau saya belum pernah mendengarnya.

Mungkin ada tokoh PDI-Perjuangan yang sudah pernah mendengarnya. Atau masih sebatas gosip politik –setelah dihubungkan dengan banyak kejadian sebelumnya.

Rasanya terlalu brutal kalau sampai Jokowi mau itu. Kalau mau, kenapa tidak tiga tahun lalu.

Saya pun pernah menulis kala itu: kalau PDI-Perjuangan mau menjadi partai tengah yang dominan baiknya Jokowi menjadi ketua umum partai.

Saat itu saya melihat Jokowi adalah kader partai terbaik PDI-Perjuangan. Belum pernah ada kader partai yang mampu mencapai prestasi setinggi Jokowi.

Jokowi bahkan melewati Megawati. Jokowi bisa jadi presiden lewat pemilihan langsung. Dua kali pula.

Baca Juga :  Gemah Ripah

Mega jadi presiden hanya karena Gus Dur dilengserkan. Wakil presiden otomatis jadi presiden.

Saat berpendapat begitu saya tidak tahu bagaimana hubungan sebenarnya antara Megawati dan Jokowi. Saya hanya pakai akal sehat: kader terbaik harus mendapat jabatan terbaik.

Saya juga melihat sudah saatnya PDI-Perjuangan menjadi partai terbuka –untuk non keluarga Proklamator Bung Karno.

Saya tidak tahu kalau pikiran seperti itu tidak dikehendaki oleh internal PDI-Perjuangan.

“Legal standing” saya hanyalah warga negara Indonesia yang menginginkan terwujudnya partai tengah yang dominan dalam sistem demokrasi kita.

Saya melihat, saat itu, hanya PDI-Perjuangan yang punya potensi untuk menjadi partai tengah yang dominan. Dengan Pak Jokowi tampil di pucuk pimpinan, maka partai itu bisa bergeser lebih ke tengah. Apalagi posisi beliau yang memegang kekuasaan tertinggi di republik ini.

Tentu setelah beliau bukan presiden lagi harus dipertanyakan: kalau pun bisa jadi ketua umum PDI-Perjuangan apakah masih akan bisa membawa partai itu menjadi partai tengah yang dominan.

Bahkan pertanyaan itu tidak relevan lagi: sudah sangat kecil kemungkinan beliau bisa maju di kongres depan.

Kecuali tiba-tiba kata “emoooooh” tadi berubah makna: di pedesaan Jawa, kalau anak kecil ditanya bagaimana suara seekor sapi, jawab mereka: emoooooh.(Dahlan Iskan)

SAYA dua kali mendengarkan pidato politik Megawati Soekarnoputri di ultah ke-52 PDI-Perjuangan. Separonya kemarin malam. Sampai ketiduran. Saya teruskan separonya lagi keesokan harinya: total tiga jam lebih.

Kuat sekali beliau –biar pun sambil duduk. Gaya ini sudah menjadi ciri khasnyi. Tidak akan melelahkan untuk orang berusia 78 tahun. Juga bisa menyimpulkan kekuasaan mutlak di partai itu

Kursi itu.

Meja itu.

Gaya mutlak.

Satu-satunya orang yang berbicara di keseluruhan acara.

Kemutlakan itu kelihatannya masih akan berlanjut lima tahun ke depan.

Ultah itu sekaligus meneguhkan tidak ada calon lain yang akan maju. Kalau pun ada akan ditolak tegas.

“Emoooooh”, teriak mereka yang duduk menghadiri acara di Gedung Sekolah Partai di Kebagusan Jakarta Selatan itu.

Saya tidak tahu apakah seniman Butet Kartarejasa yang hadir juga teriak ”emoooooh”.

Emoh adalah bahasa Jawa untuk “tidak mau”. “Ora gelem” juga berarti “tidak mau” tapi kosakata “emoh” lebih bernada sekaligus mencemoohkan yang ditolak itu. Apalagi kalau “o”-nya sampai lima “o”.

Pakar komunikasi politik seperti Prof Dr Effendi Gazali menggambarkannya secara jenaka: ketika Megawati pernah mengatakan tidak mau jadi ketua umum lagi, ternyata ada yang mau. Tapi yang mau itu diam ketika ditanya apakah mau. Maka Megawati bertanya kepada yang hadir apakah mereka mau memilih orang yang mau itu.

Baca Juga :  Not for Profit

“Emoooooh,” jawab mereka.

Mega masih belum puas karena masih ada sebagian yang hadir yang belum bilang “emoooooh”. “Berarti yang di sana itu mau ya?” tanya Mega.

“Emoooooh…,” jawab mereka.

Siapa orang yang mau itu tidak disebut. Tapi antara Mega dengan yang hadir terasa sama-sama tahu siapa ia.

“Aneh,” ujar Effendi Gazali. “Tidak disebut siapa orangnya tapi antara yang bertanya dan yang menjawab sama-sama tahu siapa yang dimaksud”.

Jokowi!

Benarkah Jokowi mau jadi ketua umum PDI-Perjuangan? Bukankah mantan Presiden Indonesia itu sudah dipecat?

Soal sudah dipecat tidak ada masalah: kongres bisa mencabut pemecatan itu. Tapi apakah Jokowi benar-benar mau saya belum pernah mendengarnya.

Mungkin ada tokoh PDI-Perjuangan yang sudah pernah mendengarnya. Atau masih sebatas gosip politik –setelah dihubungkan dengan banyak kejadian sebelumnya.

Rasanya terlalu brutal kalau sampai Jokowi mau itu. Kalau mau, kenapa tidak tiga tahun lalu.

Saya pun pernah menulis kala itu: kalau PDI-Perjuangan mau menjadi partai tengah yang dominan baiknya Jokowi menjadi ketua umum partai.

Saat itu saya melihat Jokowi adalah kader partai terbaik PDI-Perjuangan. Belum pernah ada kader partai yang mampu mencapai prestasi setinggi Jokowi.

Jokowi bahkan melewati Megawati. Jokowi bisa jadi presiden lewat pemilihan langsung. Dua kali pula.

Baca Juga :  Gemah Ripah

Mega jadi presiden hanya karena Gus Dur dilengserkan. Wakil presiden otomatis jadi presiden.

Saat berpendapat begitu saya tidak tahu bagaimana hubungan sebenarnya antara Megawati dan Jokowi. Saya hanya pakai akal sehat: kader terbaik harus mendapat jabatan terbaik.

Saya juga melihat sudah saatnya PDI-Perjuangan menjadi partai terbuka –untuk non keluarga Proklamator Bung Karno.

Saya tidak tahu kalau pikiran seperti itu tidak dikehendaki oleh internal PDI-Perjuangan.

“Legal standing” saya hanyalah warga negara Indonesia yang menginginkan terwujudnya partai tengah yang dominan dalam sistem demokrasi kita.

Saya melihat, saat itu, hanya PDI-Perjuangan yang punya potensi untuk menjadi partai tengah yang dominan. Dengan Pak Jokowi tampil di pucuk pimpinan, maka partai itu bisa bergeser lebih ke tengah. Apalagi posisi beliau yang memegang kekuasaan tertinggi di republik ini.

Tentu setelah beliau bukan presiden lagi harus dipertanyakan: kalau pun bisa jadi ketua umum PDI-Perjuangan apakah masih akan bisa membawa partai itu menjadi partai tengah yang dominan.

Bahkan pertanyaan itu tidak relevan lagi: sudah sangat kecil kemungkinan beliau bisa maju di kongres depan.

Kecuali tiba-tiba kata “emoooooh” tadi berubah makna: di pedesaan Jawa, kalau anak kecil ditanya bagaimana suara seekor sapi, jawab mereka: emoooooh.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru

/