Dari penjara, apartemen, atau kompleks perumahan mewah, komplotan love scam atau penipuan berkedok asmara mengincar korban bermodal foto dan data curian. Kini pola tipuan mereka lebih beragam, termasuk menggabungkannya dengan judi online.
ILHAM WANCOKO, Jakarta – HASTI EDI SUDRAJAT, Surabaya
DARI sel penjara pengap yang dihuni 13 orang, mereka beraksi. Berbekal ponsel, mereka melepaskan jurus-jurus rayuan maut lewat akun dengan foto pria yang mereka ambil dari berbagai komunitas di dunia maya.
Dan berhasil. Setidaknya 89 perempuan takluk dan tertipu. ’’Hasil penipuan saya seminggu bisa mencapai Rp 30 juta,’’ ujar salah seorang pelaku. Itu April 2018. Jawa Pos ketika itu mendatangi langsung tempat para pelaku beraksi dari Lapas Jelekong, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Enam tahun berselang, love scam, penipuan romansa, penipuan berkedok asmara, atau apa pun penyebutannya, ternyata masih tetap tumbuh subur. Dengan pelaku serta korban datang dari berbagai latar belakang. Dan, modus yang kian beragam. Serta nilai nominal kejahatan yang semakin jumbo.
Misalnya, sindikat love scam yang menjalankan operasi di Apartemen Taman Anggrek, Jakarta Barat, dan terungkap Januari lalu. Atau komplotan 10 warga Tiongkok dan 1 warga Vietnam yang beraksi dari kawasan elite di bagian barat Surabaya dan terciduk bulan lalu.
Komplotan Taman Anggrek mempekerjakan 19 orang, terdiri atas 16 lelaki dan 3 perempuan. Namun, mereka mampu mengelabui 367 warga negara asing dengan omzet mencapai Rp 50 miliar per bulan.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menuturkan, setiap pelaku di komplotan Taman Anggrek memiliki setidaknya empat akun media sosial yang digunakan menyasar banyak korban. ”Setiap akun menggunakan identitas palsu, menggunakan foto yang ganteng, cantik, dan menarik hati. Serta sedang mencari jodoh,” ujarnya.
Di komplotan Surabaya, mereka masuk ke sejumlah grup aplikasi percakapan WeChat. Lalu membuka obrolan dengan korban yang dijadikan target.
Korban yang masuk perangkap selanjutnya diajak pacaran. Dalam prosesnya diajak panggilan video mesum dan direkam. ’’Nah, rekaman itu dijadikan alat memeras,’’ kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Aris Purwanto dalam rilis kasus di Surabaya (24/9).
Cara Taklukkan Korban
Setelah berhubungan melalui media sosial, para pelaku biasanya kemudian beralih ke berbagi nomor telepon. ”Di sini komunikasi lebih intens,” jelas Djuhandani.
Pelaku berupaya mendapatkan kepercayaan. Semakin dekat, semakin dalam. Tahap selanjutnya mengirim foto atau video seksi. Kemudian merayu korban untuk melakukan hal yang sama.
Itu pula yang dilakukan komplotan Surabaya dengan korban semuanya warga negara asing. Dalam prosesnya, mereka diajak panggilan video mesum dan direkam. ’’Nah, rekaman itu dijadikan alat memeras,’’ ucap Aris.
Kalau para napi di Lapas Jelekong enam tahun silam membujuk para korban mengirimkan uang ke nomor rekening yang telah disiapkan, yang kemudian dicairkan oleh kaki tangan mereka di luar, pola para love scammer yang terungkap belakangan lebih beragam.
Komplotan Taman Anggrek menggunakan kedok investasi untuk menipu para korban. ”Mereka membuat sebuah situs toko online, pelaku mengarahkan untuk deposito senilai Rp 20 juta,” jelasnya
Para pelaku warga Indonesia di komplotan hanya berbekal aplikasi penerjemah untuk melakukan komunikasi dengan para korban warga asing. Para korban berasal dari Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Afrika Selatan, Jerman, Filipina, Kanada, Inggris, Italia, dan Rumania. Sedangkan korban warga Indonesia hanya satu orang. Bisa dibayangkan kecanggihan skill komunikasi mereka.
Adapun komplotan Surabaya, selain rayuan asmara, penipuan mereka juga dilakukan dengan menawarkan elektronik murah. Caranya, mengirim pesan penawaran ke sejumlah akun media sosial.
Setiap pemilik akun yang tertarik membeli kemudian dicatat. Data tersebut diserahkan ke bosnya. ’’Intinya, korban akan diminta membayar. Tetapi, barang tidak dikirim,’’ papar Aris.
Kerugian Triliunan
Menurut David Harding, supervisory special agent unit kejahatan ekonomi FBI (Biro Penyelidikan Federal Amerika Serikat), kerugian akibat penipuan via internet besar sekali. Pada 2021 saja mencapai USD 7 miliar (sekitar Rp 106 triliun) di seluruh dunia.
Khusus love scam, seperti disampaikan Harding pada siniar For The Love of Money yang diunggah di lama resmi FBI, pada warsa yang sama, kerugian menembus USD 956 juta (Rp 14 triliun).
Yang mengkhawatirkan, modus dari kejahatan berkedok asmara ini terus berkembang. Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipid Siber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji menuturkan bahwa ada modus baru yang menggabungkan love scam dengan judi online (judol). Dalam kasus yang terbaru, judol yang dikendalikan warga Tiongkok. ”Dua tahun itu omzetnya Rp 685 miliar,” ungkapnya.
Love scamming ini digunakan untuk merayu pelaku bermain judi. Dipergunakan para perempuan berparas menawan cantik, bahkan sedang didalami dugaan keterlibatan artis luar negeri. ”Mereka merayu agar para penjudi mau bermain,” terangnya Selasa (8/10) lalu.
Gabungan judol dengan penipuan berkedok asmara dengan ujungnya terdapat pula tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kompleks. Itu yang menurut Himawan membuat upaya membongkarnya butuh waktu tidak sebentar. ”Dari Juli 2024, baru bisa diungkap Oktober 2024,” ujarnya. (*/edi/c17/ttg/jpc)