25 C
Jakarta
Thursday, November 28, 2024

Praktik Ego Sektoral di Laut Melemahkan Kedaulatan Nasional

PROKALTENG.CO – Berbagai praktik ego sektoral di republik ini, termasuk di sektor kelautan, pada akhirnya melemahkan kedaulatan nasional. Situasi ini tidak boleh dibiarkan karena akan merugikan kepentingan perlindungan negara dan rakyat Indonesia.

“Saya mendengar paparan dari Laksda TNI (Purn) Adv. Soleman B. Ponto sebagai aktivis kemaritiman dan Darmansyah Tanamas sebagai pelaku usaha dan pengamat industri pelayaran dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite II DPD RI. Hari ini, agenda kami adalah pembahasan RUU Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran,” kata Anggota DPD RI Agustin Teras Narang, Selasa (20/8).

Lebih lanjut, Senator asal Kalimantan Tengah ini menjelaskan bahwa paparan dari kedua narasumber tersebut menunjukkan berbagai kelemahan dalam aspek keamanan dan keselamatan di wilayah laut Indonesia yang mesti segera diatasi. Salah satu masalah utama adalah perbedaan interpretasi mengenai kewenangan antara lembaga atau badan pemerintah. Teras menegaskan, tanggung jawab dan kewenangan terkait keamanan laut masih membutuhkan atensi khusus agar bisa berada di bawah satu pola koordinasi yang terpadu.

Baca Juga :  Gempa di Malang Terasa ke Surabaya, Pengunjung Mal Lari Berhamburan

“Dari sisi pelaku industri pelayaran, UU Pelayaran yang ada saat ini dan aturannya telah mendorong penguatan pelaku usaha pelayaran dalam negeri melalui azas cabotage, yang mengharuskan kapal-kapal angkutan barang atau penumpang yang beroperasi di Indonesia berbendera Indonesia,” ujar Teras Narang.

Namun, masih ada tantangan terkait ruang investasi asing yang perlu diwaspadai. Selain itu, masalah logistik dan konektivitas antar wilayah laut yang belum terbangun dengan baik juga berkontribusi pada kelemahan industri logistik nasional yang saat ini hanya menyumbang 20 persen.

Masalah lain yang dihadapi adalah soal keamanan dan kepastian hukum, termasuk praktik pemeriksaan berulang di kapal yang menimbulkan pembengkakan biaya dan risiko angkutan. Pembangunan industri galangan kapal, dukungan finansial, serta daya saing dengan kapal berbendera asing juga menjadi perhatian.

“Saya berharap, melalui pembahasan ini, kita bisa mendorong upaya bersama secara tripartit antara Pemerintah, DPD RI, dan DPR RI untuk menelisik masalah hukum di wilayah laut kita. Hal ini penting sebagai bagian dari agenda pembangunan poros maritim yang pernah digagas pemerintah, salah satunya dengan melakukan sinkronisasi peran dan penguatan fungsi koordinasi yang efektif dan efisien, yang selama ini belum berjalan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Baca Juga :  Sumatera Paling Banyak Kenaikan Covid-19, Airlangga Beberkan Hal Ini

Penguatan keamanan dan kedaulatan di wilayah laut sangat penting untuk segera dilakukan, sejalan dengan pembangunan kualitas industri pelayaran nasional. Selain revisi UU, diperlukan pemahaman yang mendalam atas UU tersebut, serta perubahan paradigma dan penajaman visi pemerintah dalam membangun kedaulatan nasional di wilayah laut. Hal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya multitafsir dan tindakan yang berlebihan.

“Semoga kita bisa mendorong pembangunan kedaulatan dan kepentingan ekonomi nasional di wilayah laut demi keadilan, kepastian, kemanfaatan, dan pada akhirnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (tim)

PROKALTENG.CO – Berbagai praktik ego sektoral di republik ini, termasuk di sektor kelautan, pada akhirnya melemahkan kedaulatan nasional. Situasi ini tidak boleh dibiarkan karena akan merugikan kepentingan perlindungan negara dan rakyat Indonesia.

“Saya mendengar paparan dari Laksda TNI (Purn) Adv. Soleman B. Ponto sebagai aktivis kemaritiman dan Darmansyah Tanamas sebagai pelaku usaha dan pengamat industri pelayaran dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite II DPD RI. Hari ini, agenda kami adalah pembahasan RUU Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran,” kata Anggota DPD RI Agustin Teras Narang, Selasa (20/8).

Lebih lanjut, Senator asal Kalimantan Tengah ini menjelaskan bahwa paparan dari kedua narasumber tersebut menunjukkan berbagai kelemahan dalam aspek keamanan dan keselamatan di wilayah laut Indonesia yang mesti segera diatasi. Salah satu masalah utama adalah perbedaan interpretasi mengenai kewenangan antara lembaga atau badan pemerintah. Teras menegaskan, tanggung jawab dan kewenangan terkait keamanan laut masih membutuhkan atensi khusus agar bisa berada di bawah satu pola koordinasi yang terpadu.

Baca Juga :  Gempa di Malang Terasa ke Surabaya, Pengunjung Mal Lari Berhamburan

“Dari sisi pelaku industri pelayaran, UU Pelayaran yang ada saat ini dan aturannya telah mendorong penguatan pelaku usaha pelayaran dalam negeri melalui azas cabotage, yang mengharuskan kapal-kapal angkutan barang atau penumpang yang beroperasi di Indonesia berbendera Indonesia,” ujar Teras Narang.

Namun, masih ada tantangan terkait ruang investasi asing yang perlu diwaspadai. Selain itu, masalah logistik dan konektivitas antar wilayah laut yang belum terbangun dengan baik juga berkontribusi pada kelemahan industri logistik nasional yang saat ini hanya menyumbang 20 persen.

Masalah lain yang dihadapi adalah soal keamanan dan kepastian hukum, termasuk praktik pemeriksaan berulang di kapal yang menimbulkan pembengkakan biaya dan risiko angkutan. Pembangunan industri galangan kapal, dukungan finansial, serta daya saing dengan kapal berbendera asing juga menjadi perhatian.

“Saya berharap, melalui pembahasan ini, kita bisa mendorong upaya bersama secara tripartit antara Pemerintah, DPD RI, dan DPR RI untuk menelisik masalah hukum di wilayah laut kita. Hal ini penting sebagai bagian dari agenda pembangunan poros maritim yang pernah digagas pemerintah, salah satunya dengan melakukan sinkronisasi peran dan penguatan fungsi koordinasi yang efektif dan efisien, yang selama ini belum berjalan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Baca Juga :  Sumatera Paling Banyak Kenaikan Covid-19, Airlangga Beberkan Hal Ini

Penguatan keamanan dan kedaulatan di wilayah laut sangat penting untuk segera dilakukan, sejalan dengan pembangunan kualitas industri pelayaran nasional. Selain revisi UU, diperlukan pemahaman yang mendalam atas UU tersebut, serta perubahan paradigma dan penajaman visi pemerintah dalam membangun kedaulatan nasional di wilayah laut. Hal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya multitafsir dan tindakan yang berlebihan.

“Semoga kita bisa mendorong pembangunan kedaulatan dan kepentingan ekonomi nasional di wilayah laut demi keadilan, kepastian, kemanfaatan, dan pada akhirnya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (tim)

Terpopuler

Artikel Terbaru