27.8 C
Jakarta
Friday, December 27, 2024

Duh, Ternyata Kalteng Kekurangan Tenaga Penghulu

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO– Kekurangan tenaga penghulu juga terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Tidak semua Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan memiliki penghulu. Idealnya, di wilayah perkotaan atau daerah yang padat penduduk, satu KUA memiliki lebih dari satu penghulu. Sayangnya, kondisi ideal itu belum ditemukan di Bumi Tambun Bungai.

Satu penghulu justru harus menangani dua hingga tiga wilayah. Tentu sangat menguras waktu dan energi penghulu dalam bertugas. Kepala Bidang Bimas Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Kalteng, Muhammad Yusi Abdian menyampaikan, peran penghulu sangat penting untuk menjaga ketertiban dan kestabilan di provinsi ini. Ia menegaskan, satu KUA di tiap kecamatan seharusnya memiliki lebih dari satu penghulu.

“Paling tidak ada dua penghulu, agar bisa bergantian,” ungkapnya pada Kalteng Pos (grup prokalteng.jawapos.com), Kamis (7/9).

Dikatakan Muhammad Yusi, sejauh ini satu penghulu bertugas menangani dua hingga tiga KUA. Hal itu disebabkan kurangnya tenaga penghulu, terlebih di daerah pemekaran. Meski demikian, lanjutnya, jumlah penghulu di tiap KUA juga harus dilihat dari tipologinya.

“Jika di bawah 100 pasangan yang menikah per bulan, maka masuk golongan tipologi c. Sedangkan jika di atas 100 pasangan yang menikah dalam satu bulan, itu masuk tipologi b,” terangnya.

Sehingga pembagian dan pemerataannya disesuaikan dengan kebutuhan KUA masing-masing. Untuk KUA yang berada di pusat kota, diperlukan dua hingga 3 tenaga penghulu, menyesuaikan jumlah penduduk. Kuota penghulu umumnya ditentukan dari pusat.

Baca Juga :  Kanwil Kemenkumham Kalteng Gelar MIPC, Tingkatkan Edukasi KI

“Kami hanya mengusulkan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan,” katanya. Perihal tupoksi penghulu, menurut Yusi, tidak sekadar bertugas menikahkan. “Penghulu juga bisa menjadi konselor rumah tangga, menjadi penengah jika ada permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga, jadi punya peran fungsional,” jelasnya.

Terpisah, Kepala KUA Kecamatan Jekan Raya Mahmud menyampaikan bahwa ada tenaga penghulu yang bertugas di wilayahnya. “ M enyesuaikan dengan tipologinya, karena di sini masuk perkotaan, jadi per bulannya lumayan banyak pasangan yang menikah,” ujarnya.

Menurutnya jumlah penghulu yang ada saat ini sudah cukup, mengingat sistematikanya juga didukung aplikasi khusus. “Jadi sudah kami batasi, kalau lebih dari batas yang ada, tidak bisa. Kalau di hari itu sudah full jadwal penghulunya, maka harus cari hari lain, karena harus menyesuaikan ketersediaan penghulu,” ucapnya.

Mengenai jumlah pernikahan dalam sebulan di KUA Kecamatan Jekan Raya, menurut Mahmud tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit. “Seperti bulan Juli lalu ada 96 pasangan, tetapi di bulan Agustus hanya ada 29 pasangan,” ungkapnya. Karena itu, tidak bisa dipastikan berapa jumlah pasangan yang menikah setiap bulan. Karena biasanya sebelum menikah, pihak keluarga terlebih dahulu meninjau hari, tanggal, ataupun bulan yang dianggap baik untuk menyelenggarakan pernikahan. Mahmud menambahkan, saat ini urusan pernikahan sudah dipermudah.

Baca Juga :  Menag Yaqut: yang Ribut Urusan Toa Masjid Berarti Kurang Piknik

“Jadi, tidak ada alasan masyarakat untuk nikah siri ataupun nikah secara tidak resmi,” tuturnya. Sehingga jika ada dari masyarakat yang lebih memilih untuk nikah siri, tentu harus siap menanggung risiko jangka panjang.

“Selama saya bertugas di sini, belum pernah menemui kasus nikah siri ataupun nikah secara tidak resmi,” terangnya.

Pasangan yang memilih nikah siri, lanjutnya, tentu akan menyulitkan diri sendiri. Sebab, jika terjadi sesuatu dalam rumah tangga, akan sulit untuk mengurusnya. Baik itu urusan anak ataupun jika terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangan. “Kalau tidak ada bukti nikah dari KUA, maka prosesnya akan memakan waktu dan biaya pula, karena pernikahan tersebut bukan pernikahan resmi,” ujarnya.

Ia menegaskan, saat ini KUA telah memberikan fasilitas yang memadai untuk masyarakat yang akan mengurus pernikahan. “Kami sudah siap memberi pembekalan pranikah, biaya pun makin ringan. Jika ingin menikah di rumah dan tidak mampu untuk membayar biayanya, cukup mengurus surat keterangan tidak mampu. Kalaupun ingin menikah di KUA, juga tidak masalah,” ungkapnya.

Dengan adanya fasilitas serta keringanan yang diberikan itu, diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat. “Supaya tidak ada lagi orang yang menikah siri atau nikah tidak resmi,” tutupnya. (zia/ala/kpg/ind)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO– Kekurangan tenaga penghulu juga terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Tidak semua Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan memiliki penghulu. Idealnya, di wilayah perkotaan atau daerah yang padat penduduk, satu KUA memiliki lebih dari satu penghulu. Sayangnya, kondisi ideal itu belum ditemukan di Bumi Tambun Bungai.

Satu penghulu justru harus menangani dua hingga tiga wilayah. Tentu sangat menguras waktu dan energi penghulu dalam bertugas. Kepala Bidang Bimas Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Kalteng, Muhammad Yusi Abdian menyampaikan, peran penghulu sangat penting untuk menjaga ketertiban dan kestabilan di provinsi ini. Ia menegaskan, satu KUA di tiap kecamatan seharusnya memiliki lebih dari satu penghulu.

“Paling tidak ada dua penghulu, agar bisa bergantian,” ungkapnya pada Kalteng Pos (grup prokalteng.jawapos.com), Kamis (7/9).

Dikatakan Muhammad Yusi, sejauh ini satu penghulu bertugas menangani dua hingga tiga KUA. Hal itu disebabkan kurangnya tenaga penghulu, terlebih di daerah pemekaran. Meski demikian, lanjutnya, jumlah penghulu di tiap KUA juga harus dilihat dari tipologinya.

“Jika di bawah 100 pasangan yang menikah per bulan, maka masuk golongan tipologi c. Sedangkan jika di atas 100 pasangan yang menikah dalam satu bulan, itu masuk tipologi b,” terangnya.

Sehingga pembagian dan pemerataannya disesuaikan dengan kebutuhan KUA masing-masing. Untuk KUA yang berada di pusat kota, diperlukan dua hingga 3 tenaga penghulu, menyesuaikan jumlah penduduk. Kuota penghulu umumnya ditentukan dari pusat.

Baca Juga :  Kanwil Kemenkumham Kalteng Gelar MIPC, Tingkatkan Edukasi KI

“Kami hanya mengusulkan sesuai dengan pertimbangan kebutuhan,” katanya. Perihal tupoksi penghulu, menurut Yusi, tidak sekadar bertugas menikahkan. “Penghulu juga bisa menjadi konselor rumah tangga, menjadi penengah jika ada permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam rumah tangga, jadi punya peran fungsional,” jelasnya.

Terpisah, Kepala KUA Kecamatan Jekan Raya Mahmud menyampaikan bahwa ada tenaga penghulu yang bertugas di wilayahnya. “ M enyesuaikan dengan tipologinya, karena di sini masuk perkotaan, jadi per bulannya lumayan banyak pasangan yang menikah,” ujarnya.

Menurutnya jumlah penghulu yang ada saat ini sudah cukup, mengingat sistematikanya juga didukung aplikasi khusus. “Jadi sudah kami batasi, kalau lebih dari batas yang ada, tidak bisa. Kalau di hari itu sudah full jadwal penghulunya, maka harus cari hari lain, karena harus menyesuaikan ketersediaan penghulu,” ucapnya.

Mengenai jumlah pernikahan dalam sebulan di KUA Kecamatan Jekan Raya, menurut Mahmud tidak menentu. Kadang banyak, kadang sedikit. “Seperti bulan Juli lalu ada 96 pasangan, tetapi di bulan Agustus hanya ada 29 pasangan,” ungkapnya. Karena itu, tidak bisa dipastikan berapa jumlah pasangan yang menikah setiap bulan. Karena biasanya sebelum menikah, pihak keluarga terlebih dahulu meninjau hari, tanggal, ataupun bulan yang dianggap baik untuk menyelenggarakan pernikahan. Mahmud menambahkan, saat ini urusan pernikahan sudah dipermudah.

Baca Juga :  Menag Yaqut: yang Ribut Urusan Toa Masjid Berarti Kurang Piknik

“Jadi, tidak ada alasan masyarakat untuk nikah siri ataupun nikah secara tidak resmi,” tuturnya. Sehingga jika ada dari masyarakat yang lebih memilih untuk nikah siri, tentu harus siap menanggung risiko jangka panjang.

“Selama saya bertugas di sini, belum pernah menemui kasus nikah siri ataupun nikah secara tidak resmi,” terangnya.

Pasangan yang memilih nikah siri, lanjutnya, tentu akan menyulitkan diri sendiri. Sebab, jika terjadi sesuatu dalam rumah tangga, akan sulit untuk mengurusnya. Baik itu urusan anak ataupun jika terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangan. “Kalau tidak ada bukti nikah dari KUA, maka prosesnya akan memakan waktu dan biaya pula, karena pernikahan tersebut bukan pernikahan resmi,” ujarnya.

Ia menegaskan, saat ini KUA telah memberikan fasilitas yang memadai untuk masyarakat yang akan mengurus pernikahan. “Kami sudah siap memberi pembekalan pranikah, biaya pun makin ringan. Jika ingin menikah di rumah dan tidak mampu untuk membayar biayanya, cukup mengurus surat keterangan tidak mampu. Kalaupun ingin menikah di KUA, juga tidak masalah,” ungkapnya.

Dengan adanya fasilitas serta keringanan yang diberikan itu, diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat. “Supaya tidak ada lagi orang yang menikah siri atau nikah tidak resmi,” tutupnya. (zia/ala/kpg/ind)

Terpopuler

Artikel Terbaru