29.9 C
Jakarta
Thursday, December 26, 2024

Kiev Terkepung

“BOLEH saya telepon?” tanya saya pada orang di Kiev, ibu kota Ukraina, kemarin petang.

“Boleh. Tapi saya lagi rapat,” katanya.

“Lho kan lagi perang. Kok lagi rapat? Rapat apa? Hahahaaaa…,” tanya saya lagi.

“Gak tahu ini. Mungkin bahas strategi perang hahaha,” jawabnya lagi.

Saya paham. Ia menolak untuk di wawancara. Mungkin karena posisinya yang sulit.

Lalu saya telepon teman yang lain lagi. Yang juga tinggal di Kiev. Lebih lama lagi. Lebih 10 tahun.

“Lagi rapat?” tanya saya.

“Hahaha…. Tidak. Memangnya saya ini siapa kok di hari perang begini masih rapat,” jawabnya.

Syukurlah, ia masih bisa tertawa. Berarti saya bisa ikut gembira. Warga Indonesia di Ukraina selamat semua. Tidak banyak. Hanya sekitar 100 orang. Yang 70-an sudah kumpul di kedutaan RI di Kiev.

Saat saya lagi bicara, ia memutuskan pembicaraan: “nah, itu, terdengar lagi suara dentuman,” katanya.

“Seberapa dekat suara itu?” tanya saya.

“Agak jauh. Tapi suaranya menggelegar bulat. Agak ngebass. Pertanda yang meledak cukup besar,” katanya. Ini pukul 17.30 WIB kemarin sore.

Sejak pagi suara seperti itu terdengar beberapa kali. “Lebih lima kali,” katanya. Ada yang terasa agak dekat, ada juga yang terasa sangat jauh.

“Dibanding Kamis kemarin ledakan hari ini tambah banyak atau berkurang?” tanya saya.

“Hari ini lebih banyak. Bunyi sirine juga lebih banyak,” katanya. Seperti juga ledakan, bunyi sirine itu ada yang di kejauhan ada juga di posisi yang lebih dekat.

Rupanya beginilah perang modern. Sasarannya terarah. Jatuhnya bom juga sudah diatur. Dikendalikan oleh komputer. Jarak jauh. Kian tepat sasaran.

“Serangan hari pertama, Kamis, sukses mencapai semua sasaran,” ujar juru bicara pemerintah pusat Rusia.

“Kita berhasil menembak jatuh pesawat tempur Rusia dan 14 helikopternya,” ujar juru bicara Ukraina.

Kita sulit memercayai keduanya. Sudah menjadi bagian dari doktrin perang: harus memublikasikan kisah sukses –untuk mengangkat moral prajurit di medan perang. Kalau perlu dilebih-lebihkan. Atau diada-adakan.

Menurut Menhan Rusia, di hari pertama itu sebanyak 74 fasilitas militer berhasil dihancurkan. Di seluruh Ukraina. Ditambah 11 pangkalan angkatan udaranya. Jumlah serangan yang dilancarkan, sehari itu, 203 kali.

Sedang menurut Presiden Ukraina, 137 orang Ukraina tewas di hari pertama –termasuk penduduk sipil. Itu terjadi karena pesawat tempur Rusia berhasil ditembak, lalu jatuh ke perkampungan penduduk. Tidak dijelaskan apakah pesawat itu berawak atau tidak.

Baca Juga :  Sobekan Lead

Sehari kemarin keadaan Kiev juga lebih sepi. Kendaraan umum tidak ada yang beroperasi. Jalan-jalan sepi. Kiev sudah semakin terkepung. Pasukan Rusia merangsek dari tiga arah: Timur (Donbas), selatan (Krimea), dan utara (Belarusia). Yang dari arah utara tinggal sekitar 30 Km lagi. Bahkan kawasan nuklir Chernobyl sudah dikuasai Rusia. Tentu Rusia hafal banget jalur-jalur di kawasan itu –karena bekas wilayahnya.

Tujuan akhir Rusia adalah memaksa pemerintahan berganti. Presiden Ukraina yang sekarang, dianggap hanya boneka Amerika Serikat.

Itu tecermin dari pidato Vladimir Putin saat memproklamasikan perang Rabu lalu. Pidato itu ditujukan ke rakyat Rusia, ke negara-negara anggota NATO, ke tentara Ukraina, dan ke Amerika Serikat.

Kepada rakyat Rusia Putin mengatakan serangan itu untuk mempertahankan kedaulatan Rusia yang sedang terancam. Kian tahun ancaman itu kian nyata karena NATO kian merangsek ke timur.

Kepada NATO, Putin memperingatkan, bahwa Rusia siap ambil tindakan yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Maksudnya: kalau NATO membela Ukraina tahu sendiri akibatnya.

Kepada tentara Ukraina, Putin minta agar segera meninggalkan pos-pos penjagaan dan meletakkan senjata. “Kalian harus membela rakyat Ukraina, bukan membela pemerintahan yang melakukan pembunuhan besar-besaran pada orang Ukraina sendiri”. Maksudnya: penumpasan pada kaum separatis di Donbas sejak 2014 adalah pembunuhan pada bangsa sendiri.

Bagian yang paling panjang adalah yang ditujukan kepada Amerika Serikat. Putin mengatakan: sudah 8 tahun Rusia menahan diri melihat sikap Amerika yang tidak tunduk pada hukum internasional. Ia pun mengungkit-ungkit lagi serangan Amerika ke Iraq, ke Libya, ke Syria. Ia ungkit pula soal serbuk putih yang dijadikan alasan menyerang Iraq. Serbuk itu dikatakan sebagai senjata biologis yang telah dikembangkan Iraq. Itu bagian dari kebohongan yang dilakukan Amerika.

Di bagian ini pidato Putin seperti rangkuman serangkaian serangan militer Amerika ke berbagai negara.

Maka, Rusia pun menempuh cara yang sama. Ia minta persetujuan parlemen, bukan untuk perang, tapi untuk menggunakan militer di luar negeri.

Putin juga mendeklarasikan bukan perang tapi “melakukan serangan militer khusus” ke sasaran-sasaran tertentu di Ukraina.

Pokoknya tahapan yang pernah dilakukan Amerika, dilakukan oleh Rusia. Termasuk alasan untuk “mempertahankan kedaulatan negara yang sedang terancam”.

Baca Juga :  Pasangan Kotim Bercahaya Akan Bawa Perubahan

Sudah dua hari serangan dilakukan Rusia ke sasaran militer Ukraina. Tinggal mengepung ibu kota Kiev. Lalu menangkap presiden Ukraina, seperti Amerika menangkap Presiden Iraq dan Presiden Libya.

Presiden Ukraina tahu itu. Ia diingatkan untuk itu. Tapi Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy tetap bertahan di Kiev. Ia tidak mau melarikan diri –sementara ini. Keluarganya dikatakan juga masih di Ukraina –tidak disebutkan di mana.

Tegakah Amerika melihat Zelenskyy dijadikan seperti Saddam Husein atau Muamar Qadhafi?

Rusia, sebagai sahabat Iraq dan Libya, tidak berbuat banyak saat Amerika melakukan itu. Mungkin itulah yang diungkit Putin sebagai bagian dari “masa delapan tahun menahan diri”.

Saya bisa merasakan betapa terjepit Zelenskyy sekarang ini. Terutama melihat sikap negara-negara Barat yang masih sebatas “mengecam keras” serangan Rusia itu.

Saya pun menelepon Prof Dr Effendi Gazali, ahli komunikasi yang tidak mau lagi dipanggil profesor itu. Saya pikir ia lagi di Kiev, mengajar di sana. Ternyata sejak diangkat sebagai pengajar di universitas paling besar di sana ia belum pernah ke sana lagi. Masih pandemi.

Prof Effendi Gazali pernah menyebut nama universitas yang mengangkatnya itu. Tapi saya lupa namanya. “Baca sendiri saja,” katanya sambil mengirim copy surat pengangkatannya. Saya pun membaca lagi surat pengangkatan itu: hahaha, saya tetap tidak tahu apa namanya.

Menurut Effendi, nama Indonesia sangat dikenal di Ukraina. “Orang-orang tua di sana bisa menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa,” katanya. Itu karena di zaman Bung Karno lagu itu diajarkan kepada anak-anak. Terutama untuk menyambut setiap kedatangan Bung Karno ke sana.

Ia juga mengatakan: yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia memang Mesir, tapi orang Ukrainalah yang pertama membawa persoalan Indonesia sebagai agenda di PBB.

Dari orang yang saya hubungi di Kiev, terlihat juga ada tiga orang Tionghoa, ibu-ibu, yang ikut mengungsi ke KBRI.

Kalau pun terjadi perang, di kota Kiev banyak tempat perlindungan bawah tanah. Stasiun-stasiun kereta bawah tanah difungsikan sekalian untuk bunker. Terdapat ruang-ruang besar di stasiun itu yang bisa untuk umum.

Ukraina kini sudah melewati musim salju. Udara memang masih dingin, sekitar 5 derajat, tapi tidak lagi beku.

Kiev kini menghadapi situasi terburuk sejak tahun 1942 –ketika pasukan Nazi memasuki kota itu dari Jerman. Nazi ternyata tidak mati-mati. (Dahlan Iskan)

“BOLEH saya telepon?” tanya saya pada orang di Kiev, ibu kota Ukraina, kemarin petang.

“Boleh. Tapi saya lagi rapat,” katanya.

“Lho kan lagi perang. Kok lagi rapat? Rapat apa? Hahahaaaa…,” tanya saya lagi.

“Gak tahu ini. Mungkin bahas strategi perang hahaha,” jawabnya lagi.

Saya paham. Ia menolak untuk di wawancara. Mungkin karena posisinya yang sulit.

Lalu saya telepon teman yang lain lagi. Yang juga tinggal di Kiev. Lebih lama lagi. Lebih 10 tahun.

“Lagi rapat?” tanya saya.

“Hahaha…. Tidak. Memangnya saya ini siapa kok di hari perang begini masih rapat,” jawabnya.

Syukurlah, ia masih bisa tertawa. Berarti saya bisa ikut gembira. Warga Indonesia di Ukraina selamat semua. Tidak banyak. Hanya sekitar 100 orang. Yang 70-an sudah kumpul di kedutaan RI di Kiev.

Saat saya lagi bicara, ia memutuskan pembicaraan: “nah, itu, terdengar lagi suara dentuman,” katanya.

“Seberapa dekat suara itu?” tanya saya.

“Agak jauh. Tapi suaranya menggelegar bulat. Agak ngebass. Pertanda yang meledak cukup besar,” katanya. Ini pukul 17.30 WIB kemarin sore.

Sejak pagi suara seperti itu terdengar beberapa kali. “Lebih lima kali,” katanya. Ada yang terasa agak dekat, ada juga yang terasa sangat jauh.

“Dibanding Kamis kemarin ledakan hari ini tambah banyak atau berkurang?” tanya saya.

“Hari ini lebih banyak. Bunyi sirine juga lebih banyak,” katanya. Seperti juga ledakan, bunyi sirine itu ada yang di kejauhan ada juga di posisi yang lebih dekat.

Rupanya beginilah perang modern. Sasarannya terarah. Jatuhnya bom juga sudah diatur. Dikendalikan oleh komputer. Jarak jauh. Kian tepat sasaran.

“Serangan hari pertama, Kamis, sukses mencapai semua sasaran,” ujar juru bicara pemerintah pusat Rusia.

“Kita berhasil menembak jatuh pesawat tempur Rusia dan 14 helikopternya,” ujar juru bicara Ukraina.

Kita sulit memercayai keduanya. Sudah menjadi bagian dari doktrin perang: harus memublikasikan kisah sukses –untuk mengangkat moral prajurit di medan perang. Kalau perlu dilebih-lebihkan. Atau diada-adakan.

Menurut Menhan Rusia, di hari pertama itu sebanyak 74 fasilitas militer berhasil dihancurkan. Di seluruh Ukraina. Ditambah 11 pangkalan angkatan udaranya. Jumlah serangan yang dilancarkan, sehari itu, 203 kali.

Sedang menurut Presiden Ukraina, 137 orang Ukraina tewas di hari pertama –termasuk penduduk sipil. Itu terjadi karena pesawat tempur Rusia berhasil ditembak, lalu jatuh ke perkampungan penduduk. Tidak dijelaskan apakah pesawat itu berawak atau tidak.

Baca Juga :  Sobekan Lead

Sehari kemarin keadaan Kiev juga lebih sepi. Kendaraan umum tidak ada yang beroperasi. Jalan-jalan sepi. Kiev sudah semakin terkepung. Pasukan Rusia merangsek dari tiga arah: Timur (Donbas), selatan (Krimea), dan utara (Belarusia). Yang dari arah utara tinggal sekitar 30 Km lagi. Bahkan kawasan nuklir Chernobyl sudah dikuasai Rusia. Tentu Rusia hafal banget jalur-jalur di kawasan itu –karena bekas wilayahnya.

Tujuan akhir Rusia adalah memaksa pemerintahan berganti. Presiden Ukraina yang sekarang, dianggap hanya boneka Amerika Serikat.

Itu tecermin dari pidato Vladimir Putin saat memproklamasikan perang Rabu lalu. Pidato itu ditujukan ke rakyat Rusia, ke negara-negara anggota NATO, ke tentara Ukraina, dan ke Amerika Serikat.

Kepada rakyat Rusia Putin mengatakan serangan itu untuk mempertahankan kedaulatan Rusia yang sedang terancam. Kian tahun ancaman itu kian nyata karena NATO kian merangsek ke timur.

Kepada NATO, Putin memperingatkan, bahwa Rusia siap ambil tindakan yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Maksudnya: kalau NATO membela Ukraina tahu sendiri akibatnya.

Kepada tentara Ukraina, Putin minta agar segera meninggalkan pos-pos penjagaan dan meletakkan senjata. “Kalian harus membela rakyat Ukraina, bukan membela pemerintahan yang melakukan pembunuhan besar-besaran pada orang Ukraina sendiri”. Maksudnya: penumpasan pada kaum separatis di Donbas sejak 2014 adalah pembunuhan pada bangsa sendiri.

Bagian yang paling panjang adalah yang ditujukan kepada Amerika Serikat. Putin mengatakan: sudah 8 tahun Rusia menahan diri melihat sikap Amerika yang tidak tunduk pada hukum internasional. Ia pun mengungkit-ungkit lagi serangan Amerika ke Iraq, ke Libya, ke Syria. Ia ungkit pula soal serbuk putih yang dijadikan alasan menyerang Iraq. Serbuk itu dikatakan sebagai senjata biologis yang telah dikembangkan Iraq. Itu bagian dari kebohongan yang dilakukan Amerika.

Di bagian ini pidato Putin seperti rangkuman serangkaian serangan militer Amerika ke berbagai negara.

Maka, Rusia pun menempuh cara yang sama. Ia minta persetujuan parlemen, bukan untuk perang, tapi untuk menggunakan militer di luar negeri.

Putin juga mendeklarasikan bukan perang tapi “melakukan serangan militer khusus” ke sasaran-sasaran tertentu di Ukraina.

Pokoknya tahapan yang pernah dilakukan Amerika, dilakukan oleh Rusia. Termasuk alasan untuk “mempertahankan kedaulatan negara yang sedang terancam”.

Baca Juga :  Pasangan Kotim Bercahaya Akan Bawa Perubahan

Sudah dua hari serangan dilakukan Rusia ke sasaran militer Ukraina. Tinggal mengepung ibu kota Kiev. Lalu menangkap presiden Ukraina, seperti Amerika menangkap Presiden Iraq dan Presiden Libya.

Presiden Ukraina tahu itu. Ia diingatkan untuk itu. Tapi Volodymyr Oleksandrovych Zelenskyy tetap bertahan di Kiev. Ia tidak mau melarikan diri –sementara ini. Keluarganya dikatakan juga masih di Ukraina –tidak disebutkan di mana.

Tegakah Amerika melihat Zelenskyy dijadikan seperti Saddam Husein atau Muamar Qadhafi?

Rusia, sebagai sahabat Iraq dan Libya, tidak berbuat banyak saat Amerika melakukan itu. Mungkin itulah yang diungkit Putin sebagai bagian dari “masa delapan tahun menahan diri”.

Saya bisa merasakan betapa terjepit Zelenskyy sekarang ini. Terutama melihat sikap negara-negara Barat yang masih sebatas “mengecam keras” serangan Rusia itu.

Saya pun menelepon Prof Dr Effendi Gazali, ahli komunikasi yang tidak mau lagi dipanggil profesor itu. Saya pikir ia lagi di Kiev, mengajar di sana. Ternyata sejak diangkat sebagai pengajar di universitas paling besar di sana ia belum pernah ke sana lagi. Masih pandemi.

Prof Effendi Gazali pernah menyebut nama universitas yang mengangkatnya itu. Tapi saya lupa namanya. “Baca sendiri saja,” katanya sambil mengirim copy surat pengangkatannya. Saya pun membaca lagi surat pengangkatan itu: hahaha, saya tetap tidak tahu apa namanya.

Menurut Effendi, nama Indonesia sangat dikenal di Ukraina. “Orang-orang tua di sana bisa menyanyikan lagu Rayuan Pulau Kelapa,” katanya. Itu karena di zaman Bung Karno lagu itu diajarkan kepada anak-anak. Terutama untuk menyambut setiap kedatangan Bung Karno ke sana.

Ia juga mengatakan: yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia memang Mesir, tapi orang Ukrainalah yang pertama membawa persoalan Indonesia sebagai agenda di PBB.

Dari orang yang saya hubungi di Kiev, terlihat juga ada tiga orang Tionghoa, ibu-ibu, yang ikut mengungsi ke KBRI.

Kalau pun terjadi perang, di kota Kiev banyak tempat perlindungan bawah tanah. Stasiun-stasiun kereta bawah tanah difungsikan sekalian untuk bunker. Terdapat ruang-ruang besar di stasiun itu yang bisa untuk umum.

Ukraina kini sudah melewati musim salju. Udara memang masih dingin, sekitar 5 derajat, tapi tidak lagi beku.

Kiev kini menghadapi situasi terburuk sejak tahun 1942 –ketika pasukan Nazi memasuki kota itu dari Jerman. Nazi ternyata tidak mati-mati. (Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru