PALANGKA RAYA-Hari
pengumuman ibu kota negara pengganti DKI Jakarta semakin dekat. Tiga provinsi
di Kalimantan sama-sama menyatakan kesiapannya menjadi calon ibu kota baru,
yakni Kalteng, Kalsel, dan Kaltim. Sebelum diumumkan Presiden RI Joko Widodo,
Kementerian PPN/Bappenas RI melakukan dialog terkait pemindahan ibu kota ini. Terakhir
dilaksanakan di Hotel Luwansa, Palangka Raya, kemarin (19/7).
Dialog tersebut bermaksud
meminta pandangan dari pemerintah daerah dan para pakar, terkait rencana pemindahan
ibu kota negara. Dialog yang dimulai pukul 07.00 WIB itu mengangkat tema
“Kalimantan untuk Indonesia”. Dialog nasional mendalami aspek
kesiapan daerah yang menjadi salah satu lokasi ibu kota negara, perspektif
lingkungan hidup, serta perspektif sosial dan budaya dalam perencanaan
pemindahan ibu kota negara.
Deputi Bidang
Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Bappenas, Rudy S Prawiradinata mengungkapkan, isu kebakaran hutan dan lahan
(karhutla) tak terlalu berdampak pada rencana penetapan pemindahan ibu kota.
Hal terpenting adalah memerhatikan syarat dan penanganan yang dilakukan.
“Sebab, rencana
pemindahan ibu kota bukan hanya kerja pemerintah pusat, tapi bagaimana
membangun koordinasi yang baik dengan Bappeda sejak 2017 lalu dalam melakukan
pengkajian-pengkajian penting,” jelasnya kepada media di Hotel Luwansa,
Jalan G Obos, Palangka Raya, kemarin.
Rudy menambahkan, isu
permasalahan gambut menjadi hal serius. Perlu penanganan maksimal karena
berkaitan dengan isu kebakaran hutan, isu banjir, dan lainnya. Oleh sebab itu, lanjut
dia, adanya restorasi gambut dapat mengoptimalkan kekuatan Kalteng sebagai calon
ibu kota negara. Apabila ini dioptimalkan, maka akan menjadi salah satu sumber
daya yang akan terwujud bila dikelola secara baik dan benar.
“Dari sisi
kriteria, Kalteng, Kaltim, dan Kalsel memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Namun, perlu solusi untuk mengisi kekurangan tersebut,” tambahnya.
Ditegaskannya, semua
daerah di Kalteng memenuhi syarat sebagai lokasi calon ibu kota pemerintahan
yang akan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo tahun 2019 ini. “Penentuan
pengumuman calon ibu kota merupakan kewenangan presiden. Tim hanya
mempersiapkan dari sisi teknisnya. Jadi, bukan kami yang menahan-nahan. Sepenuhnya
adalah kewenangan presiden,” pungkasnya.
Presiden akan cari
waktu yang tepat dan tau persis dengan mempertimbangkan masalah sosial, tehnis,
infrastruktur dan permasalahan lain-lain. “Dengan adanya dialog seperti
itu untuk memastikan kepada masyarakat bagaimana perkembangan yang terjadi dari
masing-masing calon ibu kota yang dimaksud,”terangnya lagi.
Kalteng memang memiliki
wilayah yang sangat luas. Meski demikian, perlu mencari titik yang paling tepat
yang dapat dioptimalkan untuk perencanaan pembanguna ibu kota pemerintahan ke depannya,
baik dari sisi teknis mmaupun hal lainnya, dengan meminimalkan dampak yang
mungkin bisa terjadi.
Ibu kota negara
merupakan sebuah identitas bangsa. Karena itu, luasan hutan yang ada saat ini
mesti dipersiapkan untuk mengisi kekurangan sekaligus menjadi salah satu sumber
agar dapat membangun negara.
“Kami juga tak
ingin terlalu membebani APBDN. Karena itu, harus bisa bekerja sama dengan dunia usaha swasta
dan lain-lain,” tuturnya.
Sementara itu, dalam
sambutannya pada pembukaan dialog nasional tersebut, Gubernur Kalteng H
Sugianto Sabran kembali menegaskan kesiapan Kalimantan Tengah sebagai calon ibu
kota negara yang baru.
“Kalteng memiliki
sejumlah keunggulan dibanding beberapa daerah lain di Kalimantan. Terutama dari
sisi sejarah dan luas wilayah yang dimiliki saat ini,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang
sama, gubernur juga mengingatkan sejumlah poin penting yang harus diperhatikan
pemerintah pusat sebelum merealisasikan pemindahan ibu kota, apabila Kalimantan
Tengah yang terpilih sebagai ibu kota negara yang baru.
“Setidaknya ada dua hal penting yang saya minta agar
menjadi perhatian serius pemerintah pusat, yakni aspek ekonomi dan aspek sosial
masyarakat Kalteng,†tuturnya. (nue/ce/ala)