PROKALTENG.CO– Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur mengimbau kepada orang tua untuk memperhatikan pola makan dan minum buah hati mereka. Karena saat ini anak-anak semakin sering mengonsumsi kamanan ringan maupun minuman dalam kemasan.
Padahal, seperti diketahui bahwa minuman kemasan mengandung kadar gula berlebihan sehingga kurang baik bila anak-anak terlalu sering mengonsumsinya .
Demikian pula untuk makanan ringan kemasan, juga mengandung garam dan penyedap yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi kinerja ginjal.
IDAI Jawa Timur menyebut saat ini kasus gagal ginjal pada anak terus meningkat karena mudahnya terdeteksi.
Setiap hari ada pasien yang dirujuk dari berbagai daerah untuk menjalani cuci darah atau hemodialisis
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Timur, dr. Sjamsul Arief, MARS, Sp.A(K), menyebut kasus gagal ginjal pada anak yang akhirnya mengharuskan cuci darah di RSUD Dr Soetomo Surabaya, setiap harinya diperkirakan sekitar 20 anak.
“Perkiraannya ada sekitar 20 anak setiap hari di RSUD Dr Soetomo yang harus menjalani cuci darah. Namun yang pasti gagal ginjal pada anak ini sudah lama terjadi, namun kasusnya baru ramai sekarang,” kata dr. Sjamsul, Jumat (9/8).
Menurutnya ada dua rumah sakit yang biasanya menjadi tempat rujukan pasien cuci darah yakni RSUD Dr Soetomo, Surabaya dan RSUD Syaiful Anwar, Malang.
“Ya rencananya memang akan bertambah lagi rumah sakit rujukan untuk cuci darah supaya gak menumpuk di satu rumah sakit saja,” terangnya.
- Sjamsul menjelaskan, pada kasus gagal ginjal, 80 persen pasien sudah mengalami peradangan atau Glomerulonefritis Akut (GNA) hingga emonologis atau lupus.
Sedangkan pada luar ginjal seperti dehidrasi akut atau penyakit bawaan.
“Jadi penyebabnya hemodialisis baik dari ginjal maupun dari luar ginjal,” terangnya.
Oleh karena itu dia mengimbau agar sebaiknya tidak mengkonsumsi minuman dan makanan instan yang berlebihan, agar terhindar dari pemicu terjadinya penyakit ginjal.
Jika sampai terjadi cuci darah maka seumur hidup akan tergantung pada alat dialyzer dan tidak bisa diobati karena ibarat mesin sudah rusak.
Kalaupun ingin sembuh harus melakukan transplantasi ginjal, namun risikonya besar.
“Kalau sudah gagal ginjal stadium 2-3 seumur hidup tergantung dari alat cuci darah gak bisa diobati. Jadi harus dijaga betul pola minum dan makannya,” pungkasnya.
Melly, salah satu orang tua pasien cuci darah menyebut anak seusia buah hatinya yang menjalani cuci darah di RSUD Dr Soetomo, relatif banyak. Mereka juga menderita gagal ginjal akut.
“(Anak, Red) Yang cuci darah ada sekitar 12 bebarengan dengan anak saya. Mereka ada yang dari Gresik, Jombang dan Surabaya,” kata perempuan asal Caruban itu. (rmt/opi/jpg)