28.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Sempat Kritis setelah Orangtuanya Abaikan Saran Dokter

Miris mendengar kisah
seorang bocah yang harus menjalani hidup dalam penderitaan. Usianya masih
belia, tapi kehilangan masa kecilnya. Kehilangan teman dan cerita-cerita indah
di luar rumah. Dialah Revan, pasien yang berjuang melawan kanker darah.

ANISA
B WAHDAH,
Palangka
Raya

AIR mata jatuh
tatkala penulis mendengar kisah perjuangan bocah dengan nama lengkap Reyvando
Eza Imanuel (11) yang mengidap kanker darah. Perjuangannya melawan penyakit
ganas ini sudah ia alami selama setahun lebih. Ia harus meninggalkan bangku
sekolah, teman, dan masa-masa indah yang seharusnya ia rasakan pada usianya.

Tapi Revan tahu, Tuhan
sudah menakdirkan dirinya untuk hal ini. Kehilangan kebahagiaan untuk sementara
waktu. Demi kesembuhannya. Agar ia bisa kembali bersekolah, bermain, dan
mewujudkan cita-citanya menjadi pilot. Semua sudah menjadi garis Tuhan. Revan
dan keluarganya menyerahkan semua kepada Tuhan. Pasrah. Namun, usaha tetap
dilakukan.

Orang tua mana pula
yang tak menangis, bersedih, bahkan merasa dirinya hancur tatkala melihat buah
hatinya merasakan kesakitan melalui kemoterapi. Hatinya hancur dan air mata
berlinang, ketika harus mendengar jeritan putra pertamanya di ruang kemoterapi.

“Papa, sakit papa,”
suara itu begitu menyayat hati. Selalu terbayang dan tak lepas dari benaknya.

Semua hanya berawal
dari demam seperti sakit pada umumnya. Tapi semua berubah kala dokter di RS
Bhayangkara Kota Palangka Raya momvonis Revan mengidap leukemia. Untuk
memastikannya, ia dirujuk ke Rumah Sakit  (RS) Ulin Kalimantan Selatan (Kalsel). Keadaan
semakin berubah kala hasil tes positif.

Baca Juga :  Besok Larangan Mudik Berlaku se Indonesia, Termasuk Mudik Lokal

“Setelah dinyatakan
positif, kami disarankan untuk melakukan kemoterapi untuk Revan. Namun keluarga
tidak mengizinkan dan sepakat untuk melakukan pengobatan tradisional terlebih
dahulu,” kisah awal Ayahnya, Andir Pramono kepada Kalteng Pos, beberapa waktu
lalu.

Dua bulan berlalu.
Revan tak tersentuh medis. Menjalani pengobatan herbal. Kekhawatiran orang tua
semakin bertambah, kala mengetahui keadaan Revan bukannya membaik tapi malah
sebaliknya.

“Keadaan Revan semakin
parah, muntah darah, tambah kurus, dan kesehatannya menurun drastis,”
lanjutnya.

Akhirnya, walau dalam
keterbatasan, kedua orang tua memutuskan membawa putra pertamanya itu ke RS
Ulin untuk memenuhi saran dokter dua bulan yang lalu. Sempat terkendala BPJS
karena sudah dua tahun menunggak. Untung saja, tempat ia bekerja bersedia
menolong menguruskan pembayaran BPJS.

Bukan disambut dengan
baik. Kedua orang utan Revan malah mendapat amarah dari pihak RS, lantaran seharusnya
Revan mendapat perawatan intensif sejak dua bulan lalu. Meski demikian,
kebaikan selalu datang pada bocah kecil ini.

“Walau kami dimarahi
oleh dokter dan mengatakan tidak mau menangani anak saya karena takut melihat
kondisi anak saya, tapi beliau (dokter, red) tersebut begitu cepat menangani
anak saya,” kisahnya.

Sejak saat itu, sebagai
orang tua, Andi hanya dapat menyerahkan Revan kepada dokter dan Tuhan. Pasrah.
Ia pun diminta pihak RS membuat surat pernyataan agar tidak lari dari pengobatan
seperti dua bulan yang lalu.

“Ini adalah cara Tuhan
melindungi anak saya. Mereka peduli agar anak saya sembuh. Sejak saat itu saya
pasrahkan putra saya kepada dokter dan Tuhan,” ucapnya.

Baca Juga :  Polda Kalteng Turunkan Tim Identifikasi Keracunan di Kapuas

Selama enam bulan Revan
mendapat penanganan intensif oleh dokter. Selama enam bulan itu pula tak ada
aktivitas orang tuanya selain menunggu Revan di RS. Tidak bekerja. Tentu, kondisi
keuangan pun semakin mencemaskan. Memohon bantuan ke sana-sini.

“Sudah enam belas bulan
berjalan Revan mengalami sakit ini. Setelah enam bulan berlalu, Revan boleh
keluar dari rumah sakit dan menjalani kemoterapi sebulan sekali,” ujar pria 42
tahun ini.

Kekhawatirannya semakin
hari semakin bergejolak. Memang keadaan Revan semakin hari semakin membaik. Namun,
setiap minggu kabar-kabar tak menyenangkan selalu datang.

“Selama di RS Ulin kami
bertemu banyak anak penderita kanker. Setiap minggu pasti ada saja yang
meninggal dunia. Kekhawatiran kami pun tak terbendung,” tambah Andi.

Meski demikian, dalam
kondisi apa pun ia belajar ikhlas. Ia hanya berdoa agar putranya itu sembuh,
agar kelak bertumbuh menjadi pria dewasa, pintar, dan menggapai cita-citanya.

Saat ini, bocah
kelahiran Kota Palangka Raya pada 12 April 2008 silam itu sudah bisa kembali masuk
sekolah, mengikuti ujian beberapa waktu lalu, dan dinyatakan naik kelas. Walau
tak bisa bermain bersama teman-teman, ia bisa merasakan kebahagiaan dari balik
jendela rumah yang beralamatkan di Jalan Samudera 2 Nomor 12, Kota Palangka
Raya. Tersenyum tatkala melihat teman-teman sebayanya bermain.

“Dia tidak boleh luka, jadi saya larang bermain.
Dia (Revan, red) nurut dan hanya menyaksikan teman-teman dari dalam rumah,” pungkasnya.
(*/ce)

Miris mendengar kisah
seorang bocah yang harus menjalani hidup dalam penderitaan. Usianya masih
belia, tapi kehilangan masa kecilnya. Kehilangan teman dan cerita-cerita indah
di luar rumah. Dialah Revan, pasien yang berjuang melawan kanker darah.

ANISA
B WAHDAH,
Palangka
Raya

AIR mata jatuh
tatkala penulis mendengar kisah perjuangan bocah dengan nama lengkap Reyvando
Eza Imanuel (11) yang mengidap kanker darah. Perjuangannya melawan penyakit
ganas ini sudah ia alami selama setahun lebih. Ia harus meninggalkan bangku
sekolah, teman, dan masa-masa indah yang seharusnya ia rasakan pada usianya.

Tapi Revan tahu, Tuhan
sudah menakdirkan dirinya untuk hal ini. Kehilangan kebahagiaan untuk sementara
waktu. Demi kesembuhannya. Agar ia bisa kembali bersekolah, bermain, dan
mewujudkan cita-citanya menjadi pilot. Semua sudah menjadi garis Tuhan. Revan
dan keluarganya menyerahkan semua kepada Tuhan. Pasrah. Namun, usaha tetap
dilakukan.

Orang tua mana pula
yang tak menangis, bersedih, bahkan merasa dirinya hancur tatkala melihat buah
hatinya merasakan kesakitan melalui kemoterapi. Hatinya hancur dan air mata
berlinang, ketika harus mendengar jeritan putra pertamanya di ruang kemoterapi.

“Papa, sakit papa,”
suara itu begitu menyayat hati. Selalu terbayang dan tak lepas dari benaknya.

Semua hanya berawal
dari demam seperti sakit pada umumnya. Tapi semua berubah kala dokter di RS
Bhayangkara Kota Palangka Raya momvonis Revan mengidap leukemia. Untuk
memastikannya, ia dirujuk ke Rumah Sakit  (RS) Ulin Kalimantan Selatan (Kalsel). Keadaan
semakin berubah kala hasil tes positif.

Baca Juga :  Besok Larangan Mudik Berlaku se Indonesia, Termasuk Mudik Lokal

“Setelah dinyatakan
positif, kami disarankan untuk melakukan kemoterapi untuk Revan. Namun keluarga
tidak mengizinkan dan sepakat untuk melakukan pengobatan tradisional terlebih
dahulu,” kisah awal Ayahnya, Andir Pramono kepada Kalteng Pos, beberapa waktu
lalu.

Dua bulan berlalu.
Revan tak tersentuh medis. Menjalani pengobatan herbal. Kekhawatiran orang tua
semakin bertambah, kala mengetahui keadaan Revan bukannya membaik tapi malah
sebaliknya.

“Keadaan Revan semakin
parah, muntah darah, tambah kurus, dan kesehatannya menurun drastis,”
lanjutnya.

Akhirnya, walau dalam
keterbatasan, kedua orang tua memutuskan membawa putra pertamanya itu ke RS
Ulin untuk memenuhi saran dokter dua bulan yang lalu. Sempat terkendala BPJS
karena sudah dua tahun menunggak. Untung saja, tempat ia bekerja bersedia
menolong menguruskan pembayaran BPJS.

Bukan disambut dengan
baik. Kedua orang utan Revan malah mendapat amarah dari pihak RS, lantaran seharusnya
Revan mendapat perawatan intensif sejak dua bulan lalu. Meski demikian,
kebaikan selalu datang pada bocah kecil ini.

“Walau kami dimarahi
oleh dokter dan mengatakan tidak mau menangani anak saya karena takut melihat
kondisi anak saya, tapi beliau (dokter, red) tersebut begitu cepat menangani
anak saya,” kisahnya.

Sejak saat itu, sebagai
orang tua, Andi hanya dapat menyerahkan Revan kepada dokter dan Tuhan. Pasrah.
Ia pun diminta pihak RS membuat surat pernyataan agar tidak lari dari pengobatan
seperti dua bulan yang lalu.

“Ini adalah cara Tuhan
melindungi anak saya. Mereka peduli agar anak saya sembuh. Sejak saat itu saya
pasrahkan putra saya kepada dokter dan Tuhan,” ucapnya.

Baca Juga :  Polda Kalteng Turunkan Tim Identifikasi Keracunan di Kapuas

Selama enam bulan Revan
mendapat penanganan intensif oleh dokter. Selama enam bulan itu pula tak ada
aktivitas orang tuanya selain menunggu Revan di RS. Tidak bekerja. Tentu, kondisi
keuangan pun semakin mencemaskan. Memohon bantuan ke sana-sini.

“Sudah enam belas bulan
berjalan Revan mengalami sakit ini. Setelah enam bulan berlalu, Revan boleh
keluar dari rumah sakit dan menjalani kemoterapi sebulan sekali,” ujar pria 42
tahun ini.

Kekhawatirannya semakin
hari semakin bergejolak. Memang keadaan Revan semakin hari semakin membaik. Namun,
setiap minggu kabar-kabar tak menyenangkan selalu datang.

“Selama di RS Ulin kami
bertemu banyak anak penderita kanker. Setiap minggu pasti ada saja yang
meninggal dunia. Kekhawatiran kami pun tak terbendung,” tambah Andi.

Meski demikian, dalam
kondisi apa pun ia belajar ikhlas. Ia hanya berdoa agar putranya itu sembuh,
agar kelak bertumbuh menjadi pria dewasa, pintar, dan menggapai cita-citanya.

Saat ini, bocah
kelahiran Kota Palangka Raya pada 12 April 2008 silam itu sudah bisa kembali masuk
sekolah, mengikuti ujian beberapa waktu lalu, dan dinyatakan naik kelas. Walau
tak bisa bermain bersama teman-teman, ia bisa merasakan kebahagiaan dari balik
jendela rumah yang beralamatkan di Jalan Samudera 2 Nomor 12, Kota Palangka
Raya. Tersenyum tatkala melihat teman-teman sebayanya bermain.

“Dia tidak boleh luka, jadi saya larang bermain.
Dia (Revan, red) nurut dan hanya menyaksikan teman-teman dari dalam rumah,” pungkasnya.
(*/ce)

Terpopuler

Artikel Terbaru