Site icon Prokalteng

Terima Kami, Jangan Dikucilkan

terima-kami-jangan-dikucilkan

Bak
petir menyambar ketika p
utrinya bernama Rahmadani terkonfirmasi positif
Covid-19.
Namun, sekarang sudah lega, setelah anak sulungnya sudah negatif corona. Harapan saat ini, keluarganya kembali diterima oleh masyarakat.

 

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya



TIDAK menyangka dari awal bahwa putrinya, Rahmadani
terkonfirmasi positif Covid-19. Tidak memiliki gejala
serius.
T
idak pula
berpergian ke daerah yang masuk zona merah. Ibunya, Syahri Suryani menceritakan bagaimana situasi keluarganya ketika cobaan itu datang,

Putrinya kini sudah berkumpul kembali di rumahnya, Jalan
Merdeka  11A, Tjilik Riwut Km 10
Sabtu (4/4) lalu.
Meninggalkan R
SUD dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya dengan membawa
lebel pernah terjangkit Covid-19.
Tiga hari berada di rumah,
keluarga in
i masih ada perasaan ketakutan. Yakni takut
tidak diterima oleh masyarakat.

Hal
itu disampaikan ketika wartawan
Kalteng Pos (Grup Kaltengpos.co) mendatangi
rumahnya, kemarin (6/4). Perempuan kelahiran 1985 itu mengisahkan
dirinya, suami, anak bungsu dan anak sulungnya berada di dalam ruang
isolasi.

Suasana di luar rumahnya sepi. Tetapi, di dalam
rumah itu tidak berbeda dengan rumah-rumah lain. Interaksi keluarga antara
orang tua dan anak terjalin dengan baik. Anak bungsunya bermain di dalam rumah
tanpa khawatir. Mimik muka satu keluarga terlihat bahagia tanpa kesedihan.

Ibu dua anak ini mengakui hingga saat ini masih bingung,
dari
mana putrinya terjangkit Covid-19. Putrinya baik-baik saja
tanpa gejala, ditambah mereka satu keluarga tidak memiliki rekam jejak
perjalanan dari luar Kalteng atau luar negeri. Keluarga ini hanya memiliki
riwayat perjalanan dari Pangkoh, Pulang Pisau beberapa hari sebelum putrinya
harus di rujuk ke RSDS Palangka Raya.

“Pada Rabu (11/3) anak saya ke Pulang Pisau
karena orang tua saya sakit dan dirawat di RS Pulang Pisau, saya sudah di RS
beberapa hari sebelumnya. Pada Rabu itu anak pertama saya bersama ayahnya datang
dengan tujuan menjemput orang tua saya dan diantar pulang ke Pangkoh, Jumat
(13/3) kami sekeluarga (suami, istri, anak pertama dan kedua) kembali ke
Palangka Raya,”
ujar Suryani mulai bercerita.

Dalam perjalanan, putri pertamanya
mengeluh pusing
, lalu diberi obat. Sampai di Palangka
Raya tidak sakit, tetapi memang putrinya menyebutkan bahwa ia sakit
tenggorokkan. Tidak demam, tidak batuk, tidak pilek dan tidak memiliki gejala
apapun seperti yang disebutkan gejala Covid-19.

Pada Senin (16/3) anak bungsunya juga sakit
dan diperiksa ke salah satu klinik di Palangka Raya. Karena kondisi putrinya
sakit tenggorokkan
, selajur dilakukan pengobatan. Sehari setelah itu,
dokter di klinik tersebut memberikan rujukan bahwa putrinya harus segera di
rujuk ke RSDS Palangka Raya.

“Awalnya tidak ada niatan memberiksakan putri
pertama saya, karena kondisinya sakit tenggorokkan sekalian periksa. Dokter
juga bertanya riwayat perjalanan kami dan keesokan harinya (Selasa,

red) kami
diberikan rujukan agar putri saya dibawa ke RSDS,” ungkapnya kepada Kalteng
Pos.

Sesampainya di RSDS saat itu Selasa (17/4)
putrinya langsung dilakukan pemeriksaan dan diisolasi. Statu
snya
saat itu langsung menjadi PDP. Orang tuanya pun tidak khawatir berlebihan
lantaran meyakini anaknya pasti terkonfirmasi negatif. Keyakinan itu muncul
lantaran ia tidak memiliki perjalanan ke daerah terjangkit dan tidak pula
memiliki gejala.

“Alangkah terkejutnya dan saya merasa dunia
hancur seketika saat saya mengetahui anak saya positif Covid-19 pada Senin
(24/3),” ucapnya.

Ia
dan suami mengetahui kabar pertama kali dari sebaran laporan polisi
di grup WhatsApp. Tak
kuasa melihat buah hatinya. Tetesan air mata

terus mengucur
.
Siapa yang tega, melihat putrinya diisolasi dan mengalami sakit yang selama ini
ditakuti.

Mulai saat itu, ia dan anaknya harus
betul-betul terpisah. Dapat bertemu hanya melalui jendela dan sangat terbatas.
Hanya mendengarkan suara yang terhalang oleh jendela. Mencoba memenuhi
keinginan putrinya apabila menginginkan sesuatu. Seperti makanan.

“Selama PDP saya masih bisa bertemu dan bisa
memeluk serta mencium, kami yakin anak kami negatif,” singkatnya.

“Ma, peluk kakak ma, cium kakak ma,” begitulah
S
uryani menirukan kalimat anaknya saat itu.

Tanpa ragu dan takut tertular, perempuan
berkerudung ini memeluk dan mencium anaknya. Keadaan berubah saat anaknya
dinyatakan positif. Berjumpa hanya melalui layar ponsel menggunakan video call.

“Saat itu dikatakan dokter, saya boleh menunggu
anak saya di dalam ruang isolasi tetapi tidak boleh keluar lagi. Saya memiliki
anak kecil jadi saya putuskan men
uggu di luar. Kami (suami, dan anak bungsu) disediakan ruangan berdampingan dengan putri
saya. Putri saya diisolasi sendiri dan dijaga oleh perawat,” kisahnya.

Saat dinyatakan positif hari itu sebetulnya ia
bersama suami tidak mengetahui. Di hari itu (24/3) Ia bersama suami dan anak
bungsunya pulang ke rumah dengan tujuan mengambil beberapa keperluan. Tetapi,
pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Palangka Raya menyusul dan meminta satu
keluarga di dalam rumah itu dilakukan pemeriksaan.

“Ketika Dinkes menjemput kami untuk dilakukan
pemriksaan saya langsung berfikir bahwa anak saya pasti positif, karena pihak
RS juga belum menyampaikan hal tersebut. Informasinya saat itu juga 19
orang
yang merupakan keluarga besar saya di Pangkoh juga dilakukan
pemeriksaan,” tegasnya.

Hari itu pula, kondisi putrinya yang tidak
mengeluhkan sakit
langsung mengalami drop. Menangis
ketakutan. Tetapi, tim medis di RSDS Palangka Raya terus memberikan dukungan
dan menenangkan. Baik si pasien maupun orang tuanya.

“Lama-lama kami tenang dan sabar, saya terus
dukung putri saya agar bisa melawan penyakit ini. Kondisi anak saya sehat,
meski saat diisolasi sempat batuk pilek tapi secepatnya reda,” ujarnya.

Meski demikian, perempuan kelahiran Jakarta
ini memang sempat dibuat bingung lantaran rekam medis anaknya sempat tertukar.
Di sisi lain percaya bahwa anaknya positif Covid-19 tetapi di sisi lain pula
juga tidak percaya. Ditambah dengan rekam medis yang menyebutkan bahwa terjadi
hasil yang tertukar.

“Sampai saat ini kami masih bingung, kondisi
anak saya sehat tetapi hasilnya positif. Jika memang anak saya ini positif
tetapi kami sekeluarga dinyatakan negatif saat dilakukan pemeriksaan, bahkan
saat putri saya PDP saya sempat mencium dan kontak erat sangat jelas,”
ungkapnya.

Bahkan, lanjut dia, keluarga besarnya di
Pangkoh sampai saat ini dalam kondisi baik-baik saja meski masih melaksanakan
karantina
mandiri. Hal ini pula juga menjadi beban dirinya. Lantaran, ia merasa bersalah
kepada keluarga. Seandainya mengetahui akan terjadi hal ini maka ia dan
keluarga tidak akan datang ke
Pangkoh saat itu.

“Jadi kami berharap masyarakat kembali menerima
kami, menerima keluarga kami di Palangka Raya bahwa anak saya sudah sembuh dan
boleh bergabung bersama masyarakat. Pun terhadap masyarakat di Pangkoh,
keluarga besar saya baik-baik saja, jangan dikucilkan tetapi kami mohon
dukungan dengan musibah ini,” kata perempuan 35 tahun ini.

Ia pun tidak pernah mengira akan mengalami
musibah ini. Ia mengaku menjadi korban yang membutuhkan dukungan semua pihak
terutama masyarakat. “Tetapi, semenjak kami pulang dari RSDS kami masih menjaga
diri untuk tidak ke luar rumah, kami masih trauma dan takut tidak diterima oleh
masyarakat,”
ungkapnya.

Exit mobile version