Langit di atas kantor militer di Jakarta diselimuti awan mendung saat Kusni Kasdut berdiri antre bersama para pria lain dengan harapan baru yang lebih kuat. Tangannya mencengkeram surat rekomendasinya. Selama empat tahun ia telah berjuang untuk kemerdekaan. Selama itu ia merasa punya arti mengingat masa kecilnya yang suram.