SUATU saat saya bertemu anak muda. Asalnya kota kecil. Nilai di sekolahnya biasa-biasa saja. Ia pun hanya tamat SMA. Tidak kuliah. Tapi ia punya kemampuan –yang bagi orang lama seperti saya– menakjubkan.
Sekelas Amerika pun sulit cari calon presiden yang muda. "Anda nanti akan berumur 86 tahun di akhir masa jabatan kalau terpilih kembali sebagai presiden," ujar moderator debat.
Ada orang selain Tanri Abeng yang "terpaksa" kuliah S-3 agar bisa memimpin universitas: KH Asep Syaifuddin Halim. Secara keilmuan Tanri Abeng sudah di atas rerata doktor. Pun Kiai Asep. Tapi aturan pemerintah mewajibkan pimpinan perguruan tinggi harus bergelar doktor: doktor beneran, bukan doktor sekadar hadiah seperti honoris causa.
Saya selalu kagum dengan kesehatan Pak Tanri Abeng. Di usia 82 tahun masih terlihat gesit. Kami ngobrol asyik di Semarang. Mungkin empat bulan lalu. Atau lima.
Ini di kehidupan nyata: ada dokter bertekad tidak mau kawin. Ia ingin fokus merawat ibunya. Ia khawatir: kalau kawin tidak bisa fokus merawat sang ibu. Apalagi kalau istrinya ternyata tidak sayang mertua.
Suami Janet kaget: saya minum bir. Baru sekali itu terlihat di matanya. Saya beralasan: itu untuk menyambut kedatangannya di Amerika. Di rumah John Mohn. Di Lawrence, Kansas.