28.4 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Cegah Politik Uang, Wirausaha Ini Ajak Masyarakat untuk Cerdas Memilih

PROKALTENG.CO-Politik uang masih menjadi tradisi buruk dalam demokrasi Indonesia. Tradisi buruk itu juga diamini Maira Ulfah. Ia menilai praktik ini mengancam demokrasi, dan merusak kesadaran masyarakat.

Politik uang merampas hak pemilih untuk memilih pemimpin atau wakilnya yang tepat. Pemilih hanya memilih kandidat yang memberi uang, tanpa peduli kemampuannya. “Karena serangan fajar atau serangan duha itu memanjakan masyarakat,” kata Maira.

Maira tak kaget dengan praktik tersebut. Pengalaman di lapangan membuka matanya tentang realitas politik yang erat kaitannya dengan uang. “Saya tahu, politik tak bisa lepas dari uang,” ujarnya.

Namun, Maira berharap masyarakat juga perlu sadar agar tidak tergoda uang. “Apakah pantas menjual suara dengan murah untuk lima tahun ke depan,” tanyanya.

Baca Juga :  Ini Dia Cara Ampuh yang Bisa Jadi Solusi Memutihkan Ketiak

Selain merusak demokrasi, alumni Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat itu menyangsikan politik uang efektif menggaet suara pemilih 14 Februari mendatang.

Pernyataan Maira ini sejalan dengan temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei yang digelar November 2023 itu menanyakan responden tentang praktik pemberian uang atau hadiah oleh calon presiden atau calon anggota legislatif.

Melalui rilisnya, SMRC menunjukkan 44 persen responden menganggap politik uang wajar. Sisanya, 56 persen menyatakan tidak wajar.

Dari 44 persen yang menganggap politik uang wajar, hanya 26 persen yang mungkin terpengaruh. Atau 11 persen dari total pemilih Pemilu 2024 yang terpengaruh politik uang. Artinya, hanya 1 dari 10 orang terpengaruh oleh politik uang.

Baca Juga :  Velove Vexia Didapuk Jadi Duta Go Red for Women

“Pada akhirnya, masyarakat yang cerdas mampu memilih pemimpin berkualitas dan berintegrasi,” tukas penyuka film aksi itu. (sya/jpg)

PROKALTENG.CO-Politik uang masih menjadi tradisi buruk dalam demokrasi Indonesia. Tradisi buruk itu juga diamini Maira Ulfah. Ia menilai praktik ini mengancam demokrasi, dan merusak kesadaran masyarakat.

Politik uang merampas hak pemilih untuk memilih pemimpin atau wakilnya yang tepat. Pemilih hanya memilih kandidat yang memberi uang, tanpa peduli kemampuannya. “Karena serangan fajar atau serangan duha itu memanjakan masyarakat,” kata Maira.

Maira tak kaget dengan praktik tersebut. Pengalaman di lapangan membuka matanya tentang realitas politik yang erat kaitannya dengan uang. “Saya tahu, politik tak bisa lepas dari uang,” ujarnya.

Namun, Maira berharap masyarakat juga perlu sadar agar tidak tergoda uang. “Apakah pantas menjual suara dengan murah untuk lima tahun ke depan,” tanyanya.

Baca Juga :  Ini Dia Cara Ampuh yang Bisa Jadi Solusi Memutihkan Ketiak

Selain merusak demokrasi, alumni Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat itu menyangsikan politik uang efektif menggaet suara pemilih 14 Februari mendatang.

Pernyataan Maira ini sejalan dengan temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Survei yang digelar November 2023 itu menanyakan responden tentang praktik pemberian uang atau hadiah oleh calon presiden atau calon anggota legislatif.

Melalui rilisnya, SMRC menunjukkan 44 persen responden menganggap politik uang wajar. Sisanya, 56 persen menyatakan tidak wajar.

Dari 44 persen yang menganggap politik uang wajar, hanya 26 persen yang mungkin terpengaruh. Atau 11 persen dari total pemilih Pemilu 2024 yang terpengaruh politik uang. Artinya, hanya 1 dari 10 orang terpengaruh oleh politik uang.

Baca Juga :  Velove Vexia Didapuk Jadi Duta Go Red for Women

“Pada akhirnya, masyarakat yang cerdas mampu memilih pemimpin berkualitas dan berintegrasi,” tukas penyuka film aksi itu. (sya/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru