Pakar
hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Yovita Arie Mangesti menilai kode
etik dan disiplin belum dianggap sempurna bagi dokter dalam menjalankan prinsip
kehati-hatian saat bertugas.
“Sarana
etik dan disiplin ini juga belum dianggap sempurna untuk menimbulkan efek
jera,†kata Yovita, saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan
Perhimpunan Dokter Ahli Hukum Kedokteran dan Kesehatan Indonesia Cabang Jawa Tengah,
di Semarang, Minggu ().
Karena
itu, kata dia, meski tidak sempurna, hukum menjadi sarana penting untuk
melindungi kepentingan masyarakat dan dokter itu sendiri.
Ketua
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jawa
Tengah dr Djoko Widyarto menyatakan, hasil pemeriksaan disiplin dan etik dokter
yang diduga melakukan pelanggaran prosedur dalam menangani pasien, bisa menjadi
alat bukti dalam proses pidana yang ditangani kepolisian. “Jika melihat Pasal
184 KUHP, berkas pemeriksaan disiplin dan etik bisa digunakan sebagai salah
satu alat bukti,†katanya pula.
Berkas
pemeriksaan tersebut, lanjut dia, termasuk sebagai alat bukti surat yang bisa
digunakan kepolisian ketika menangani perkara pidana. Ia menjelaskan
pelanggaran disiplin seorang dokter masuk dalam lingkaran pelanggaran etik.
“Jika ditemukan adanya pelanggaran hukum, maka menjadi kewenangan kepolisian
dalam menanganinya,†kata dia lagi. (*)