26.5 C
Jakarta
Saturday, May 31, 2025

Anak dengan Sindrom CdLS Sering Alami Gangguan Menelan, Ini Kata Dokter

JAKARTA – Penyakit langka Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) menjadi sorotan dalam peringatan CdLS Awareness Day 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Yayasan Sindrom Cornelia de Lange Indonesia (YSCI) bekerja sama dengan Prodia di Jakarta.

Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) adalah kelainan genetik yang memengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak. Salah satu komplikasi umum pada anak dengan CdLS adalah gangguan menelan.

Dalam sesi edukasi CdLS Awareness Day 2025, dr. Elvie Zulka Kautzia, Sp.THT-BKL(K) mengungkapkan bahwa proses menelan membutuhkan kesiapan postur otot leher, trunk, rahang, dan lidah. Bila tidak terkoordinasi, maka anak akan kesulitan makan dan minum.

“Kalau posturnya tidak mendukung, anak bisa tersedak, muntah, bahkan keluar makanan lewat hidung,” ujar dr. Elvie saat memaparkan materinya di Prodia Tower, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Baca Juga :  Media 'Flashcard' dalam Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Gangguan menelan sering terjadi karena masalah pada saluran pernapasan dan pencernaan. Anak dengan CdLS kerap mengalami kondisi seperti laringomalacia atau aspirasi cairan ke paru-paru.

Gejala awal yang perlu diwaspadai antara lain napas berbunyi dari tenggorokan, menyusu terlalu lama tapi napas ngos-ngosan, hingga muntah disertai tersedak. “Kalau nangisnya pelan itu pertanda kondisi tenggorokan yang tidak baik,” sambung dr. Elvie.

Penting bagi orang tua untuk segera memeriksakan anak ke dokter saat gejala awal muncul. Diagnosis dini bisa membantu mencegah komplikasi serius.

Menurut Dr.dr. Nurin A. Listyasari, M.Si., Konselor Genetik, diagnosis CdLS dapat dilakukan dengan metode skoring awal. Namun, jika hasil skoring rendah, maka pemeriksaan molekular diperlukan untuk memastikan mutasi genetik yang menjadi penyebabnya.

Peringatan CdLS Awareness Day 2025 mengusung tema “Embrace Diversity, Achieve Equality”. Acara ini dihadiri oleh 7 anak dengan CdLS berserta orang tua, tenaga medis, Kemenkes, Komnas Distabilitas, para donatur seperti Lions Club serta Comet dan temen-teman komunitas lainnya.

Baca Juga :  Mengapa Mengkudu Dijuluki 'Buah Obat'? Begini Penjelasannya!

Momen paling mengharukan dalam acara ini adalah saat Nadhifa Azmina Irfan, anak dengan CdLS berusia 16 tahun, membacakan tilawah Al-Qur’an. Hafalan juz 28 hingga 30 yang dimilikinya menjadi simbol kekuatan dan harapan komunitas CdLS di Indonesia.

Dalam sesi penutup, video anak-anak CdLS yang tersenyum ceria ditayangkan. Keceriaan ini menjadi semangat untuk terus mengedukasi masyarakat tentang CdLS.

Sebagai informasi, pada acara ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara YSCI dan Prodia, ini menjadi simbol komitmen kolaboratif untuk mendukung riset, edukasi, dan layanan bagi keluarga CdLS di masa depan. (jpg)

JAKARTA – Penyakit langka Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) menjadi sorotan dalam peringatan CdLS Awareness Day 2025. Acara ini diselenggarakan oleh Yayasan Sindrom Cornelia de Lange Indonesia (YSCI) bekerja sama dengan Prodia di Jakarta.

Cornelia de Lange Syndrome (CdLS) adalah kelainan genetik yang memengaruhi pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak. Salah satu komplikasi umum pada anak dengan CdLS adalah gangguan menelan.

Dalam sesi edukasi CdLS Awareness Day 2025, dr. Elvie Zulka Kautzia, Sp.THT-BKL(K) mengungkapkan bahwa proses menelan membutuhkan kesiapan postur otot leher, trunk, rahang, dan lidah. Bila tidak terkoordinasi, maka anak akan kesulitan makan dan minum.

“Kalau posturnya tidak mendukung, anak bisa tersedak, muntah, bahkan keluar makanan lewat hidung,” ujar dr. Elvie saat memaparkan materinya di Prodia Tower, Jakarta, Selasa (27/5/2025).

Baca Juga :  Media 'Flashcard' dalam Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Gangguan menelan sering terjadi karena masalah pada saluran pernapasan dan pencernaan. Anak dengan CdLS kerap mengalami kondisi seperti laringomalacia atau aspirasi cairan ke paru-paru.

Gejala awal yang perlu diwaspadai antara lain napas berbunyi dari tenggorokan, menyusu terlalu lama tapi napas ngos-ngosan, hingga muntah disertai tersedak. “Kalau nangisnya pelan itu pertanda kondisi tenggorokan yang tidak baik,” sambung dr. Elvie.

Penting bagi orang tua untuk segera memeriksakan anak ke dokter saat gejala awal muncul. Diagnosis dini bisa membantu mencegah komplikasi serius.

Menurut Dr.dr. Nurin A. Listyasari, M.Si., Konselor Genetik, diagnosis CdLS dapat dilakukan dengan metode skoring awal. Namun, jika hasil skoring rendah, maka pemeriksaan molekular diperlukan untuk memastikan mutasi genetik yang menjadi penyebabnya.

Peringatan CdLS Awareness Day 2025 mengusung tema “Embrace Diversity, Achieve Equality”. Acara ini dihadiri oleh 7 anak dengan CdLS berserta orang tua, tenaga medis, Kemenkes, Komnas Distabilitas, para donatur seperti Lions Club serta Comet dan temen-teman komunitas lainnya.

Baca Juga :  Mengapa Mengkudu Dijuluki 'Buah Obat'? Begini Penjelasannya!

Momen paling mengharukan dalam acara ini adalah saat Nadhifa Azmina Irfan, anak dengan CdLS berusia 16 tahun, membacakan tilawah Al-Qur’an. Hafalan juz 28 hingga 30 yang dimilikinya menjadi simbol kekuatan dan harapan komunitas CdLS di Indonesia.

Dalam sesi penutup, video anak-anak CdLS yang tersenyum ceria ditayangkan. Keceriaan ini menjadi semangat untuk terus mengedukasi masyarakat tentang CdLS.

Sebagai informasi, pada acara ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara YSCI dan Prodia, ini menjadi simbol komitmen kolaboratif untuk mendukung riset, edukasi, dan layanan bagi keluarga CdLS di masa depan. (jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru