27.3 C
Jakarta
Monday, April 29, 2024

Pemberantasan Kuman Tuberkulosis di Tengah Pandemi Virus Korona

Dunia mengingatkan bahaya Tuberkulosis (TB)
setiap 24 Maret. Sayangnya, upaya untuk menghilangkan kuman TB pada 2030, akan
kurang optimal di tengah pandemi virus Korona jenis baru. Apalagi kedua
penyakit ini sama-sama menyerang organ paru-paru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
bahwa selama 2018 terdapat 10 juta insiden TB di seluruh dunia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi TB di Indonesia
sebanyak 0,42 persen. Angka ini terdistribusi pada semua kelompok umur, baik
mereka yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan.

Global TB Report 2019 melaporkan bahwa insiden
TB di Indonesia sebanyak 845 ribu kasus, nomor dua tertinggi di dunia setelah
India sebanyak 2,69 juta kasus. Hal ini menunjukkan masih adanya pekerjaan
rumah Indonesia yang cukup besar untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030.

“Tantangan penangulangan TB di tahun 2020 ini
diperberat dengan adanya pandemi virus Corona (COVID-19) yang membutuhkan
langkah tepat dan efektif,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMI) dr. Ede Surya Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu
(25/3).

Baca Juga :  Peneliti Ungkap 5 Urutan Gejala Khas yang Dialami Pasien Covid-19

Sesuai dengan tema hari TB dunia 2020, yaitu
‘it’s time’, pihaknya mendorong pemerintah dan pelaksana program TB nasional
untuk melakukan strategi yang tepat. Terutama untuk penemuan kasus baru TB.

“Mendorong pemerintah untuk membuat mekanisme
pengambilan atau pengiriman obat agar pasien TB tidak putus obat dan tidak
berisiko tertular COVID-19 sehubungan Rumah Sakit Rujukan Pengobatan TB yang
menjadi tempat pasien TB MDR mengambil obat biasanya sama dengan Rumah Sakit
rujukan untuk COVID-19,” katanya.

IAKMI juga mendorong tokoh masyarakat/adat dan
tokoh agama untuk berperan aktif dalam peningkatan Pendamping Minum Obat (PMO)
di masyarakat. Pemberian perlindungan dari potensi penularan, edukasi
berkelanjutan dan dukungan kepada PMO merupakan hal yang perlu ditingkatkan.
Sebab, salah satu kunci keberhasilan pengobatan TB adalah dengan kepatuhan
dalam minum obat. Data Riskesdas 2018 menyebutkan hanya 69,2 persen pasien TB
yang rutin minum obat.

Baca Juga :  5 Kiat Jitu Mencegah Rasa Kantuk di Kantor

“Kami mendorong tokoh informal di masyarakat
untuk berperan aktif dalam mengurangi stigma dan diskriminasi pada pasien TB
untuk meningkatan health seeking behavior pada pelayanan kesehatan,” jelasnya.

Pemimpin daerah juga harus serius untuk
meningkatkan kemauan politik (political will) dalam pencegahan dan pengendalian
TB. Sehingga mengalokasikan dana pencegahan dan pengendalian TB secara lebih
proporsional.

IAKMI juga mendorong pemerintah untuk
memberikan perhatian lebih kepada balita yang berisiko. Yaitu balita yang
tinggal bersama dengan pasien TB dengan cara peningkatan dukungan asupan
nutrisi dan pemberian profilaksis yang tepat.

Mendorong pemerintah untuk mempercepat akses
terhadap tes molekuler cepat untuk peningkatan early diagnosis dan pengobatan
TB. Sebab koinfeksi orang yang hidup dengan TB seperti HIV beresiko
meningkatkan kematian.

 

Dunia mengingatkan bahaya Tuberkulosis (TB)
setiap 24 Maret. Sayangnya, upaya untuk menghilangkan kuman TB pada 2030, akan
kurang optimal di tengah pandemi virus Korona jenis baru. Apalagi kedua
penyakit ini sama-sama menyerang organ paru-paru.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
bahwa selama 2018 terdapat 10 juta insiden TB di seluruh dunia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi TB di Indonesia
sebanyak 0,42 persen. Angka ini terdistribusi pada semua kelompok umur, baik
mereka yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan.

Global TB Report 2019 melaporkan bahwa insiden
TB di Indonesia sebanyak 845 ribu kasus, nomor dua tertinggi di dunia setelah
India sebanyak 2,69 juta kasus. Hal ini menunjukkan masih adanya pekerjaan
rumah Indonesia yang cukup besar untuk mencapai eliminasi TB pada tahun 2030.

“Tantangan penangulangan TB di tahun 2020 ini
diperberat dengan adanya pandemi virus Corona (COVID-19) yang membutuhkan
langkah tepat dan efektif,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMI) dr. Ede Surya Darmawan dalam keterangan tertulis, Rabu
(25/3).

Baca Juga :  Peneliti Ungkap 5 Urutan Gejala Khas yang Dialami Pasien Covid-19

Sesuai dengan tema hari TB dunia 2020, yaitu
‘it’s time’, pihaknya mendorong pemerintah dan pelaksana program TB nasional
untuk melakukan strategi yang tepat. Terutama untuk penemuan kasus baru TB.

“Mendorong pemerintah untuk membuat mekanisme
pengambilan atau pengiriman obat agar pasien TB tidak putus obat dan tidak
berisiko tertular COVID-19 sehubungan Rumah Sakit Rujukan Pengobatan TB yang
menjadi tempat pasien TB MDR mengambil obat biasanya sama dengan Rumah Sakit
rujukan untuk COVID-19,” katanya.

IAKMI juga mendorong tokoh masyarakat/adat dan
tokoh agama untuk berperan aktif dalam peningkatan Pendamping Minum Obat (PMO)
di masyarakat. Pemberian perlindungan dari potensi penularan, edukasi
berkelanjutan dan dukungan kepada PMO merupakan hal yang perlu ditingkatkan.
Sebab, salah satu kunci keberhasilan pengobatan TB adalah dengan kepatuhan
dalam minum obat. Data Riskesdas 2018 menyebutkan hanya 69,2 persen pasien TB
yang rutin minum obat.

Baca Juga :  5 Kiat Jitu Mencegah Rasa Kantuk di Kantor

“Kami mendorong tokoh informal di masyarakat
untuk berperan aktif dalam mengurangi stigma dan diskriminasi pada pasien TB
untuk meningkatan health seeking behavior pada pelayanan kesehatan,” jelasnya.

Pemimpin daerah juga harus serius untuk
meningkatkan kemauan politik (political will) dalam pencegahan dan pengendalian
TB. Sehingga mengalokasikan dana pencegahan dan pengendalian TB secara lebih
proporsional.

IAKMI juga mendorong pemerintah untuk
memberikan perhatian lebih kepada balita yang berisiko. Yaitu balita yang
tinggal bersama dengan pasien TB dengan cara peningkatan dukungan asupan
nutrisi dan pemberian profilaksis yang tepat.

Mendorong pemerintah untuk mempercepat akses
terhadap tes molekuler cepat untuk peningkatan early diagnosis dan pengobatan
TB. Sebab koinfeksi orang yang hidup dengan TB seperti HIV beresiko
meningkatkan kematian.

 

Terpopuler

Artikel Terbaru