32.6 C
Jakarta
Thursday, April 25, 2024

Ketua InaHEA Sebut Defisit JKN Adalah Hal yang Wajar

Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mendapat sorotan sejak awal
pembentukannya pada 2014 lalu. Pasalnya, keuangan BPJS Kesehatan selalu defisit
sampai 2019 kemarin.

Ketua
Indonesia Health Economics Association (InaHEA) Hasbullah Thabrany mengatakan
defisit 2019 sebesar Rp 13 triliun tidak terlalu besar jika melihat umur BPJS
Kesehatan sekarang. Hal ini ia sampaikan dalam webinar Menjamin “Kesehatan”
Jaminan Kesehatan Nasional, Selasa (20/10).

Apalagi,
JKN merupakan program publik yang tidak bisa disamakan dengan bidang usaha.
Jadi, dalam tahun keenamnya ini, defisit adalah hal yang wajar karena dalam
program publik itu biasa. “Defisit sekarang masih kecil, belum gede, gitu aja
udah kelabakan, ini tidak jadi masalah dalam waktu (BPJS Kesehatan) relatif
singkat 5-10 tahun defisit,” ucap dia.

Baca Juga :  Mau Tes Covid? Baca Dulu Tips dari Okadoc

Apalagi,
program ini beda dengan bidang usaha yang berbahaya jika defisit. Jadi tidak
bisa disamakan, apabila ada defisit, BPJS Kesehatan disebut akan bangkrut.

“Karena
desain program publik selalu ada kesinambungan, yaitu revenue (pendapatan)
selalu lebih besar daripada expenditure (beban biaya) sepanjang tahun dari
iuran yang diterima persentase upah (peserta), di mana badan hukum BPJS
berwenang memaksa orang untuk iuran. kalau dalam bisnis dagang, bahaya kalau
defisit, dia ngga bisa dapat uang lagi,” imbuhnya.

Beberapa
cara pun bisa dilakukan untuk bisa menekan defisit semakin melebar. Mulai dari
pengurangan biaya sampai menaikkan iuran yang sudah ditetapkan dalam Perpres 64
Tahun 2020.

Baca Juga :  Hindari Penyakit Jantung dengan Konsumsi 5 Makanan Ini

“Bagaimana
mengurangi defisit, kita bisa mengurangi expenditure, bisa tetap expenditure
dan naikin revenue. bisa expenditure naik, revenue naik lebih banyak, itu cara
yg bisa digunakan. Antara lain naikin revenue dari sin tax (pajak dosa), bukan
hanya iuran,” pungkasnya.

Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus mendapat sorotan sejak awal
pembentukannya pada 2014 lalu. Pasalnya, keuangan BPJS Kesehatan selalu defisit
sampai 2019 kemarin.

Ketua
Indonesia Health Economics Association (InaHEA) Hasbullah Thabrany mengatakan
defisit 2019 sebesar Rp 13 triliun tidak terlalu besar jika melihat umur BPJS
Kesehatan sekarang. Hal ini ia sampaikan dalam webinar Menjamin “Kesehatan”
Jaminan Kesehatan Nasional, Selasa (20/10).

Apalagi,
JKN merupakan program publik yang tidak bisa disamakan dengan bidang usaha.
Jadi, dalam tahun keenamnya ini, defisit adalah hal yang wajar karena dalam
program publik itu biasa. “Defisit sekarang masih kecil, belum gede, gitu aja
udah kelabakan, ini tidak jadi masalah dalam waktu (BPJS Kesehatan) relatif
singkat 5-10 tahun defisit,” ucap dia.

Baca Juga :  Mau Tes Covid? Baca Dulu Tips dari Okadoc

Apalagi,
program ini beda dengan bidang usaha yang berbahaya jika defisit. Jadi tidak
bisa disamakan, apabila ada defisit, BPJS Kesehatan disebut akan bangkrut.

“Karena
desain program publik selalu ada kesinambungan, yaitu revenue (pendapatan)
selalu lebih besar daripada expenditure (beban biaya) sepanjang tahun dari
iuran yang diterima persentase upah (peserta), di mana badan hukum BPJS
berwenang memaksa orang untuk iuran. kalau dalam bisnis dagang, bahaya kalau
defisit, dia ngga bisa dapat uang lagi,” imbuhnya.

Beberapa
cara pun bisa dilakukan untuk bisa menekan defisit semakin melebar. Mulai dari
pengurangan biaya sampai menaikkan iuran yang sudah ditetapkan dalam Perpres 64
Tahun 2020.

Baca Juga :  Hindari Penyakit Jantung dengan Konsumsi 5 Makanan Ini

“Bagaimana
mengurangi defisit, kita bisa mengurangi expenditure, bisa tetap expenditure
dan naikin revenue. bisa expenditure naik, revenue naik lebih banyak, itu cara
yg bisa digunakan. Antara lain naikin revenue dari sin tax (pajak dosa), bukan
hanya iuran,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru