27.1 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Jangan Sepelekan Gangguan Tidur, Bisa Pengaruhi Kualitas Hidup

Kayaknya
tadi ngantuk, sekarang kok susah banget merem.”

”Badanku
capek, tapi nggak bisa tidur.”

Familier
dengan celetukan itu? Tandanya, tubuh sedang mengalami gangguan tidur. Yuk,
segera perbaiki pola tidur!

Menurut
dr Hendro Riyanto SpKJ, gangguan tidur amat beragam. ”Ada yang sulit ’masuk’
fase tidur. Ada yang sudah tidur, tapi terbangun dan nggak bisa tidur lagi. Ada
yang sering terkejut saat tidur. Tiap kasus berbeda-beda,” ungkapnya. Psikiater
RS Katolik St Vincentius a Paulo Surabaya itu menyatakan, setiap orang
–terlepas dari aktivitas dan usia– rentan mengalami gangguan tidur.

Salah
satu bentuk gangguan tidur adalah insomnia. Hendro menjelaskan, insomnia
berbeda dengan kurang tidur (sleep deprived). Pada kasus sleep deprived,
seseorang tidak bisa tidur karena faktor eksternal. Misalnya, harus lembur atau
bekerja pada sif malam.

Sementara
itu, insomnia merupakan ketidakmampuan seseorang mendapat waktu tidur yang
cukup dan berkualitas. Padahal, mereka bisa tidur malam. Hendro menjelaskan,
berdasar pemicunya, insomnia terbagi menjadi dua. Pertama, insomnia organik.
”Dalam hal ini, seseorang nggak bisa tidur karena ada gangguan pada organ.
Misalnya, pasien kanker tidak bisa tidur karena nyeri,” lanjutnya. Ketika
keluhan diobati dan sembuh, gangguan tidur pun hilang.

Kedua,
insomnia nonorganik. ”Saat dinyatakan tidak ada gangguan, dokter akan mencari
penyebab susah tidurnya,” lanjut Hendro. Bisa yang bersumber dari luar seperti
kebiasaan konsumsi kafein atau efek samping obat. Spesialis kesehatan jiwa itu
menilai, insomnia juga tidak jarang dipicu kondisi psikis yang tidak baik.
Misalnya, seseorang bertengkar atau terlibat masalah.

Baca Juga :  Waspada, Tiap 1 Menit 2 Balita Meninggal karena Pneumonia

Hendro
berpendapat, kondisi itu kadang tecermin dari mimpi si pasien. ”Ada yang
mengeluhkan mimpi buruk atau nggak menyenangkan. Karena kaget dan takut,
akhirnya terbangun atau sulit tidur,” paparnya. Untuk mengatasi penyebab
psikis, dokter kelahiran Madiun itu menyarankan seseorang untuk curhat. Atau,
melakukan konseling. Diharapkan, sesi itu bisa membantu untuk meringankan beban
psikis pasien.

Obat
menjadi opsi terakhir dalam mengatasi insomnia. Hendro menjelaskan, penerapan
sleep hygiene diutamakan buat memperbaiki pola tidur. Namun, bila belum ada
perbaikan, dokter akan memberikan obat. ”Itu pun by prescription. Soalnya,
obatnya bersifat sedatif (menenangkan, Red) dan bisa menimbulkan adiksi,”
imbuhnya.

Belakangan,
muncul tren tidur larut malam demi me time. Waktu malam dimanfaatkan untuk
bersantai karena padatnya kesibukan selama pagi–sore. Hal itu boleh saja jika
dilakukan satu–dua kali atau saat akhir pekan. Namun, Hendro berpesan, jangan
pernah korbankan waktu tidur. ”Kalau memang sibuk sekali, luangkan waktu
sebentar untuk sekadar baca buku atau melakukan hobi,” imbuhnya.

Hendro
menilai, gangguan tidur tak bisa dianggap sepele. Sebab, dampaknya tak sekadar
lelah. Dia menjelaskan, saat seseorang kurang tidur, tubuh tak punya waktu
untuk beristirahat dan memulihkan diri. Alhasil, tubuh tidak bugar. Mood
berantakan dan konsentrasi pun sulit. Pada anak-anak, tumbuh kembang rentan
terganggu. ”Jika tak dapat penanganan yang baik, kualitas hidup ikut turun,”
paparnya.

Baca Juga :  Gaya Hidup Tak Sehat, Selalu Kenali 3 Gejala Klasik Diabetes

Yuk,
Mulai Bentuk Kebiasaan Tidur yang Baik!

Sebaiknya
Dilakukan

Mulai
tidur di jam yang sama setiap malam.

Atur
kondisi ruangan. Redupkan lampu, tutup tirai dan pintu.

Mulai
tidur dalam kondisi tubuh bersih dan mengenakan pakaian yang nyaman.

Baca
buku dengan tema ringan sebelum tidur.

Menggunakan
aromaterapi yang menenangkan (dengan catatan, aromaterapi tidak dibakar dan
ventilasi kamar baik).

Jangan
Dilakukan

Memasang
TV atau radio di kamar

Meletakkan
gadget di dekat kepala

Menggunakan
kamar untuk aktivitas selain tidur

Tidur
siang terlalu lama (lebih dari 30 menit)

Mengonsumsi
makanan berat 1–2 jam sebelum tidur

Mengonsumsi
kafein berlebihan

Tanya-Jawab

Bolehkah
menggunakan obat batuk atau flu untuk membantu tidur?

Boleh,
tapi hanya untuk situasi darurat dan tidak boleh digunakan tiap hari.

Kemarin
malam, saya tidur cukup larut. Bolehkah bangun siang untuk ’’menutup”
kekurangan jam tidur?

Boleh.
Namun, pastikan ’’balas dendam” tidur terlalu lama. Sebab, hal itu malah membuat
tubuh terasa makin lelah.

Beda
usia, beda kebutuhan tidur

Newborn
(0–3 bulan): 16–17 jam

Bayi
(4–11 bulan): 12–15 jam

Batita
(1–2 tahun): 11–14 jam

Balita
dan anak usia 5 tahun: 10–13 jam

Anak-anak
(6–12 tahun): 9–11 jam

Remaja
(13–17 tahun): 8–10 jam

Dewasa
muda (18–25 tahun): 7–9 jam

Dewasa
(26–64 tahun): 7–9 jam

Lansia
(>65 tahun): 6–8 jam

Kayaknya
tadi ngantuk, sekarang kok susah banget merem.”

”Badanku
capek, tapi nggak bisa tidur.”

Familier
dengan celetukan itu? Tandanya, tubuh sedang mengalami gangguan tidur. Yuk,
segera perbaiki pola tidur!

Menurut
dr Hendro Riyanto SpKJ, gangguan tidur amat beragam. ”Ada yang sulit ’masuk’
fase tidur. Ada yang sudah tidur, tapi terbangun dan nggak bisa tidur lagi. Ada
yang sering terkejut saat tidur. Tiap kasus berbeda-beda,” ungkapnya. Psikiater
RS Katolik St Vincentius a Paulo Surabaya itu menyatakan, setiap orang
–terlepas dari aktivitas dan usia– rentan mengalami gangguan tidur.

Salah
satu bentuk gangguan tidur adalah insomnia. Hendro menjelaskan, insomnia
berbeda dengan kurang tidur (sleep deprived). Pada kasus sleep deprived,
seseorang tidak bisa tidur karena faktor eksternal. Misalnya, harus lembur atau
bekerja pada sif malam.

Sementara
itu, insomnia merupakan ketidakmampuan seseorang mendapat waktu tidur yang
cukup dan berkualitas. Padahal, mereka bisa tidur malam. Hendro menjelaskan,
berdasar pemicunya, insomnia terbagi menjadi dua. Pertama, insomnia organik.
”Dalam hal ini, seseorang nggak bisa tidur karena ada gangguan pada organ.
Misalnya, pasien kanker tidak bisa tidur karena nyeri,” lanjutnya. Ketika
keluhan diobati dan sembuh, gangguan tidur pun hilang.

Kedua,
insomnia nonorganik. ”Saat dinyatakan tidak ada gangguan, dokter akan mencari
penyebab susah tidurnya,” lanjut Hendro. Bisa yang bersumber dari luar seperti
kebiasaan konsumsi kafein atau efek samping obat. Spesialis kesehatan jiwa itu
menilai, insomnia juga tidak jarang dipicu kondisi psikis yang tidak baik.
Misalnya, seseorang bertengkar atau terlibat masalah.

Baca Juga :  Waspada, Tiap 1 Menit 2 Balita Meninggal karena Pneumonia

Hendro
berpendapat, kondisi itu kadang tecermin dari mimpi si pasien. ”Ada yang
mengeluhkan mimpi buruk atau nggak menyenangkan. Karena kaget dan takut,
akhirnya terbangun atau sulit tidur,” paparnya. Untuk mengatasi penyebab
psikis, dokter kelahiran Madiun itu menyarankan seseorang untuk curhat. Atau,
melakukan konseling. Diharapkan, sesi itu bisa membantu untuk meringankan beban
psikis pasien.

Obat
menjadi opsi terakhir dalam mengatasi insomnia. Hendro menjelaskan, penerapan
sleep hygiene diutamakan buat memperbaiki pola tidur. Namun, bila belum ada
perbaikan, dokter akan memberikan obat. ”Itu pun by prescription. Soalnya,
obatnya bersifat sedatif (menenangkan, Red) dan bisa menimbulkan adiksi,”
imbuhnya.

Belakangan,
muncul tren tidur larut malam demi me time. Waktu malam dimanfaatkan untuk
bersantai karena padatnya kesibukan selama pagi–sore. Hal itu boleh saja jika
dilakukan satu–dua kali atau saat akhir pekan. Namun, Hendro berpesan, jangan
pernah korbankan waktu tidur. ”Kalau memang sibuk sekali, luangkan waktu
sebentar untuk sekadar baca buku atau melakukan hobi,” imbuhnya.

Hendro
menilai, gangguan tidur tak bisa dianggap sepele. Sebab, dampaknya tak sekadar
lelah. Dia menjelaskan, saat seseorang kurang tidur, tubuh tak punya waktu
untuk beristirahat dan memulihkan diri. Alhasil, tubuh tidak bugar. Mood
berantakan dan konsentrasi pun sulit. Pada anak-anak, tumbuh kembang rentan
terganggu. ”Jika tak dapat penanganan yang baik, kualitas hidup ikut turun,”
paparnya.

Baca Juga :  Gaya Hidup Tak Sehat, Selalu Kenali 3 Gejala Klasik Diabetes

Yuk,
Mulai Bentuk Kebiasaan Tidur yang Baik!

Sebaiknya
Dilakukan

Mulai
tidur di jam yang sama setiap malam.

Atur
kondisi ruangan. Redupkan lampu, tutup tirai dan pintu.

Mulai
tidur dalam kondisi tubuh bersih dan mengenakan pakaian yang nyaman.

Baca
buku dengan tema ringan sebelum tidur.

Menggunakan
aromaterapi yang menenangkan (dengan catatan, aromaterapi tidak dibakar dan
ventilasi kamar baik).

Jangan
Dilakukan

Memasang
TV atau radio di kamar

Meletakkan
gadget di dekat kepala

Menggunakan
kamar untuk aktivitas selain tidur

Tidur
siang terlalu lama (lebih dari 30 menit)

Mengonsumsi
makanan berat 1–2 jam sebelum tidur

Mengonsumsi
kafein berlebihan

Tanya-Jawab

Bolehkah
menggunakan obat batuk atau flu untuk membantu tidur?

Boleh,
tapi hanya untuk situasi darurat dan tidak boleh digunakan tiap hari.

Kemarin
malam, saya tidur cukup larut. Bolehkah bangun siang untuk ’’menutup”
kekurangan jam tidur?

Boleh.
Namun, pastikan ’’balas dendam” tidur terlalu lama. Sebab, hal itu malah membuat
tubuh terasa makin lelah.

Beda
usia, beda kebutuhan tidur

Newborn
(0–3 bulan): 16–17 jam

Bayi
(4–11 bulan): 12–15 jam

Batita
(1–2 tahun): 11–14 jam

Balita
dan anak usia 5 tahun: 10–13 jam

Anak-anak
(6–12 tahun): 9–11 jam

Remaja
(13–17 tahun): 8–10 jam

Dewasa
muda (18–25 tahun): 7–9 jam

Dewasa
(26–64 tahun): 7–9 jam

Lansia
(>65 tahun): 6–8 jam

Terpopuler

Artikel Terbaru