26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

BPOM Beri Izin Obat Remdesivir dan Favipiravir untuk Pasien Korona

Indonesia selama ini menggunakan kombinasi obat untuk
perawatan pasien Covid-19. Kini penggunaan obat Remdesivir akhirnya disetujui
untuk digunakan di Indonesia. Selain Remdesivir, Favipiravir juga sudah
diizinkan.

Favipiravir untuk pasien derajat ringan dan sedang yang
dirawat di rumah sakit, serta Remdesivir untuk pasien derajat berat yang
dirawat di rumah sakit. Sejak 3 September 2020 Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat
(Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir kepada Industri Farmasi PT. Beta
Pharmacon (Dexa Group), dengan merek dagang Avigan® dan kepada PT. Kimia Farma
Tbk. yang saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Sedangkan untuk Remdesivir, EUA diberikan sejak tanggal
19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma,
dan PT. Dexa Medica.

EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin
saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19.
Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM terus melakukan pengawasan
penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana pelayanan kefarmasian.

Baca Juga :  Penyebaran Virus Corona Diprediksi Mereda Akhir Mei

Pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan
realisasi importasi, produksi dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM.
Selain itu, BPOM juga mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk
menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia, untuk memastikan khasiat
dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan
pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan
pelaporan kejadian tidak diinginkan dan atau efek samping obat pada pasien oleh
dokter dan tenaga kesehatan lainnya, di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua
laporan tersebut diterima oleh BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila
terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak
lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk
meningkatkan kehati-hatian, dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan
masyarakat.

“Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan
akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter,
sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan
keamanannya dari uji klinik. Dengan tersedianya obat-obat tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien
Covid-19,” kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dalam keterangan resmi kepada
JawaPos.com, Senin (5/10).

Baca Juga :  4 Penyebab Ponsel Merusak Peluang Anda Untuk Menurunkan Berat Badan

Selama ini, Indonesia menggunakan pengobatan pasien Covid-19
yang sesuai standar. Yaitu kombinasi obat I (Azritomisin atau Levoflokasin,
Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Ozeltamivir, vitamin). Kombinasi obat II
(Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Favipiravir,
vitamin). Kombinasi obat III (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau
Hidroksiklorokuin, Lopinavir plus Ritonavir, vitamin). Dan kombinasi obat IV
(Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Remdesivir,
vitamin).

Penny mengimbau masyarakat juga harus lebih berhati-hati
dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk Obat dan Makanan, termasuk
banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah,
mengobati atau menyembuhkan Covid-19. Selalu ingat Cek KLIK (Kemasan, Label,
izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan
Makanan. Dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Indonesia selama ini menggunakan kombinasi obat untuk
perawatan pasien Covid-19. Kini penggunaan obat Remdesivir akhirnya disetujui
untuk digunakan di Indonesia. Selain Remdesivir, Favipiravir juga sudah
diizinkan.

Favipiravir untuk pasien derajat ringan dan sedang yang
dirawat di rumah sakit, serta Remdesivir untuk pasien derajat berat yang
dirawat di rumah sakit. Sejak 3 September 2020 Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) telah menerbitkan izin penggunaan dalam kondisi darurat
(Emergency Use Authorization/EUA) Favipiravir kepada Industri Farmasi PT. Beta
Pharmacon (Dexa Group), dengan merek dagang Avigan® dan kepada PT. Kimia Farma
Tbk. yang saat ini sudah memproduksi produk generik Favipiravir di Indonesia.

Sedangkan untuk Remdesivir, EUA diberikan sejak tanggal
19 September kepada Industri Farmasi PT. Amarox Pharma Global, PT. Indofarma,
dan PT. Dexa Medica.

EUA merupakan persetujuan penggunaan obat atau vaksin
saat kondisi darurat kesehatan masyarakat, dalam hal ini pandemi COVID-19.
Terhadap produk yang telah mendapatkan EUA, BPOM terus melakukan pengawasan
penyaluran dan peredaran sejak dari industri farmasi, pedagang besar farmasi,
dan sarana pelayanan kefarmasian.

Baca Juga :  Penyebaran Virus Corona Diprediksi Mereda Akhir Mei

Pengawasan dapat dilakukan melalui evaluasi pelaporan
realisasi importasi, produksi dan distribusi obat yang disampaikan kepada BPOM.
Selain itu, BPOM juga mewajibkan industri farmasi selaku pemilik EUA untuk
menjamin mutu obat, melakukan uji klinik di Indonesia, untuk memastikan khasiat
dan keamanan obat, serta melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan
pelaporan efek samping obat yang harus disampaikan kepada BPOM.

Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan
pelaporan kejadian tidak diinginkan dan atau efek samping obat pada pasien oleh
dokter dan tenaga kesehatan lainnya, di fasilitas pelayanan kesehatan. Semua
laporan tersebut diterima oleh BPOM dan dievaluasi secara periodik. Apabila
terdapat peningkatan frekuensi efek samping, maka BPOM dapat melakukan tindak
lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA untuk
meningkatkan kehati-hatian, dalam penggunaan dan perlindungan kesehatan
masyarakat.

“Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan
akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan Covid-19 oleh para dokter,
sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan
keamanannya dari uji klinik. Dengan tersedianya obat-obat tersebut, diharapkan
dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien
Covid-19,” kata Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito dalam keterangan resmi kepada
JawaPos.com, Senin (5/10).

Baca Juga :  4 Penyebab Ponsel Merusak Peluang Anda Untuk Menurunkan Berat Badan

Selama ini, Indonesia menggunakan pengobatan pasien Covid-19
yang sesuai standar. Yaitu kombinasi obat I (Azritomisin atau Levoflokasin,
Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Ozeltamivir, vitamin). Kombinasi obat II
(Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Favipiravir,
vitamin). Kombinasi obat III (Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau
Hidroksiklorokuin, Lopinavir plus Ritonavir, vitamin). Dan kombinasi obat IV
(Azritomisin atau Levoflokasin, Klorokuin atau Hidroksiklorokuin, Remdesivir,
vitamin).

Penny mengimbau masyarakat juga harus lebih berhati-hati
dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk Obat dan Makanan, termasuk
banyaknya informasi penggunaan obat-obat herbal dengan klaim mencegah,
mengobati atau menyembuhkan Covid-19. Selalu ingat Cek KLIK (Kemasan, Label,
izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk Obat dan
Makanan. Dan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Terpopuler

Artikel Terbaru