29.1 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Varian Baru Virus Corona Bermutasi Sampai 23 Kali

BERLABEL SARS-CoV-2
VOC 202012/01, varian baru virus Korona ini diyakini lebih mudah menular. Meski
begitu, untuk tingkat keparahan pada pasien diyakini tidak terjadi. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan virus ini mengandung 23 substitusi nukleotida
(yaitu mutasi). Mutan yang mengkhawatirkan pertama kali muncul di Inggris
Tenggara dan telah menyebar sejak saat itu.

Pada 26 Desember,
dilansir dari Express.co.uk, Senin (4/1) varian baru telah diidentifikasi dari
pengambilan sampel rutin dan pengujian genom yang dilakukan di seluruh Inggris.
Temuan awal menunjukkan virus itu lebih mudah menular.

Sejauh ini, tidak ada
perubahan dalam tingkat keparahan penyakit diukur dari lama rawat inap dan
kasus kematian selama 28 hari. Saat ini, varian ini mengkhawatirkan dunia sebab
dilaporkan menyebar di 31 negara lain.

Baca Juga :  Bahan Makanan Keseharian Ini Punya Manfaat Esensial Untuk Tubuh

 

Varian
lainnya

WHO melaporkan pada
Agustus 2020, varian SARS-CoV-2 dikaitkan dengan infeksi di antara cerpelai,
yang kemudian ditularkan ke manusia. Diidentifikasi di North Jutland, Denmark,
varian itu memiliki kombinasi mutasi yang sebelumnya tidak diamati. Studi
pendahuluan menunjukkan varian ini dapat mengakibatkan penurunan netralisasi
virus pada manusia”

 

“Ini berpotensi
mengurangi durasi perlindungan kekebalan setelah infeksi atau vaksinasi alami,”
jelas WHO.

Pada 18 Desember,
varian baru di Afrika Selatan diumumkan, yang beredar di provinsi Eastern Cape,
Western Cape, dan KwaZulu-Natal. Penyelidikan awal memberi kesan bahwa varian
virus Korona ini dikaitkan dengan viral load yang lebih tinggi. Artinya ada
potensi lebih banyak penularan, dengan kata lain bisa lebih menular dengan
cepat.

Baca Juga :  Menghilangkan Jerawat Dengan Jeruk Nipis Amankah?

 

Mengapa
ada begitu banyak varian virus Korona?

Pakar Kesehatan dr.
Jeremy Ross, menulis untuk Science Focus, membenarkan bahwa virus bisa
bermutasi. “Mayoritas mutasi tidak akan berdampak pada virus atau penyakit,”
jelasnya.

Namun, WHO tetap
mengawasi SARS-CoV-2 karena beberapa mutasi memungkinkan penularan yang lebih
besar atau mempengaruhi sistem kekebalan. “Mutasi dapat terjadi kapan saja,”
tambah Dr. Ross.

“(Kemungkinan juga)
perilaku virus tidak akan berubah secara dramatis selama beberapa bulan
mendatang,” jelasnya.

Namun, dr. Ross menyoroti pentingnya mengakhiri
pandemi dengan segera melakukan vaksinasi. Sebab semakin lama virus terus
beredar, semakin besar kemungkinan terjadinya mutasi baru.

BERLABEL SARS-CoV-2
VOC 202012/01, varian baru virus Korona ini diyakini lebih mudah menular. Meski
begitu, untuk tingkat keparahan pada pasien diyakini tidak terjadi. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan virus ini mengandung 23 substitusi nukleotida
(yaitu mutasi). Mutan yang mengkhawatirkan pertama kali muncul di Inggris
Tenggara dan telah menyebar sejak saat itu.

Pada 26 Desember,
dilansir dari Express.co.uk, Senin (4/1) varian baru telah diidentifikasi dari
pengambilan sampel rutin dan pengujian genom yang dilakukan di seluruh Inggris.
Temuan awal menunjukkan virus itu lebih mudah menular.

Sejauh ini, tidak ada
perubahan dalam tingkat keparahan penyakit diukur dari lama rawat inap dan
kasus kematian selama 28 hari. Saat ini, varian ini mengkhawatirkan dunia sebab
dilaporkan menyebar di 31 negara lain.

Baca Juga :  Bahan Makanan Keseharian Ini Punya Manfaat Esensial Untuk Tubuh

 

Varian
lainnya

WHO melaporkan pada
Agustus 2020, varian SARS-CoV-2 dikaitkan dengan infeksi di antara cerpelai,
yang kemudian ditularkan ke manusia. Diidentifikasi di North Jutland, Denmark,
varian itu memiliki kombinasi mutasi yang sebelumnya tidak diamati. Studi
pendahuluan menunjukkan varian ini dapat mengakibatkan penurunan netralisasi
virus pada manusia”

 

“Ini berpotensi
mengurangi durasi perlindungan kekebalan setelah infeksi atau vaksinasi alami,”
jelas WHO.

Pada 18 Desember,
varian baru di Afrika Selatan diumumkan, yang beredar di provinsi Eastern Cape,
Western Cape, dan KwaZulu-Natal. Penyelidikan awal memberi kesan bahwa varian
virus Korona ini dikaitkan dengan viral load yang lebih tinggi. Artinya ada
potensi lebih banyak penularan, dengan kata lain bisa lebih menular dengan
cepat.

Baca Juga :  Menghilangkan Jerawat Dengan Jeruk Nipis Amankah?

 

Mengapa
ada begitu banyak varian virus Korona?

Pakar Kesehatan dr.
Jeremy Ross, menulis untuk Science Focus, membenarkan bahwa virus bisa
bermutasi. “Mayoritas mutasi tidak akan berdampak pada virus atau penyakit,”
jelasnya.

Namun, WHO tetap
mengawasi SARS-CoV-2 karena beberapa mutasi memungkinkan penularan yang lebih
besar atau mempengaruhi sistem kekebalan. “Mutasi dapat terjadi kapan saja,”
tambah Dr. Ross.

“(Kemungkinan juga)
perilaku virus tidak akan berubah secara dramatis selama beberapa bulan
mendatang,” jelasnya.

Namun, dr. Ross menyoroti pentingnya mengakhiri
pandemi dengan segera melakukan vaksinasi. Sebab semakin lama virus terus
beredar, semakin besar kemungkinan terjadinya mutasi baru.

Terpopuler

Artikel Terbaru