Banyak orang tua memiliki impian untuk memberikan anak-anak mereka masa kecil yang lebih baik daripada pengalaman masa kecil yang dialami. Mereka ingin memutus siklus generasi sebelumnya, menghindari kesalahan yang dilakukan orang tuanya, dan membesarkan anak-anak yang merasa dicintai, aman, serta dapat menjalani hidup dengan penuh rasa percaya diri.
Sayangany, mengasuh anak lebih dari sekadar memenuhi kebutuhan fisik, memberikan perlindungan, atau menerapkan disiplin. Salah satu aspek penting dalam pengasuhan adalah mengajarkan keterampilan yang akan membentuk masa depan anak, keterampilan yang lebih berharga dari sekadar nilai atau bakat yakni kecerdasan emosional.
Jika orang tua tidak pernah diajarkan cara mengelola dan memahami emosi mereka sendiri, mereka mungkin merasa kesulitan mengajarkan hal yang sama kepada anak-anak mereka. Merangkum Forbes, berikut ini beberapa cara membesarkan anak yang cerdas secara emosional agar bisa mengelola perasaannya.
- Ajari anak mengenal emosinya
Bayangkan anakmu pulang sambil menangis setelah bertengkar dengan temannya. Instingmu mungkin berkata, “Jangan marah, abaikan saja,” tapi itu justru mengabaikan perasaan mereka. Orang tua yang mempunyai kecerdasan emosional akan membantu anak-anak mereka mengenali dan menyebutkan perasaan mereka tanpa menekannya.
Proses ini yang dikenal sebagai affect labeling, terbukti dapat mengurangi tekanan emosional dan meningkatkan kemampuan mengelola emosi. Penelitian dalam Emotion Review menjelaskan bahwa memberi nama pada emosi bisa mengaktifkan proses pengaturan otak, membuat perasaan yang kuat lebih mudah diatasi.
Sebuah studi lain pada 2022 yang diterbitkan di PLoS ONE menemukan bahwa pelabelan emosi membantu pengaturan emosi, baik dilakukan segera maupun setelah beberapa waktu. Sayangnya, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa intensitas emosi sangat berpengaruh.
Pelabelan emosi lebih efektif pada situasi dengan intensitas tinggi, sementara di situasi intensitas rendah, bisa memperburuk tekanan. Artinya, orang tua tidak perlu terburu-buru memberi label pada emosi anak dalam setiap situasi, melainkan dapat mengamati, memvalidasi, dan membimbing anak ketika mereka siap.
- Memberi bimbingan dibandingkan menghilangkan hambatan
Orang tua yang cerdas secara emosional lebih memilih membimbing anak menuju solusi daripada langsung menyelesaikan masalah bagi mereka. Saat anak menghadapi konflik, alih-alih memberi perintah, mereka bertanya, “Menurutmu, bagaimana cara terbaik mengatasi ini?” Pendekatan ini membantu anak mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, kepercayaan diri, dan ketahanan emosional.
Studi tahun 2023 yang diterbitkan dalam Frontiers in Psychology menyatakan bahwa pola asuh yang berwibawa dengan kehangatan, struktur, dan bimbingan membantu anak-anak lebih baik dalam memecahkan masalah. Orang tua yang mendorong anak berpikir mandiri, dibandingkan memberi solusi, membantu anak menjadi lebih percaya diri dan siap menghadapi tantangan hidup.
- Mengatur emosi dibandingkan berekspresi secara berlebihan
Anak-anak belajar mengatur emosi bukan hanya dari kata-kata orang tua, namun juga dari perilaku orang tua mereka. Penelitian pada 2019 dalam Journal of Child and Family Studies menunjukkan bahwa orang tua yang kesulitan mengelola emosi, seperti menekan perasaan, juga kesulitan memahami emosi anak-anak mereka.
Kurangnya kemampuan merefleksikan dan merespons secara bijaksana bisa memicu pola asuh yang reaktif, membuat anak lebih sulit mengembangkan keterampilan pengaturan diri. Apabila orang tua merespons impulsif saat stres, anak cenderung meniru perilaku tersebut. Sebaliknya, anak yang melihat orang dewasa mengelola emosi dengan tenang akan menirunya dan mengembangkan kontrol emosi yang lebih baik.
- Ciptakan ruang aman guna meluapkan emosi
Anak-anak perlu merasa bahwa emosi mereka dihargai. Apabila perasaan mereka sering diabaikan dengan komentar seperti “Kamu terlalu berlebihan” atau “Itu bukan masalah besar,” mereka bisa mulai menekan emosi daripada belajar mengelolanya.
Sebuah studi tahun 2024 dalam Developmental Science menemukan bahwa orang tua yang mengakui emosi anak-anak mereka cenderung mempunyai anak-anak yang lebih gigih sifat yang berhubungan erat dengan kesuksesan jangka panjang.
Penelitian ini melibatkan 150 orang tua dan memperlihatkan bahwa anak-anak yang emosinya dihargai tanpa penghakiman lebih gigih menyelesaikan tugas. Percobaan lanjutan juga mengungkapkan bahwa anak-anak prasekolah yang mendapat validasi emosional mampu bertahan lebih lama pada tugas yang membuat frustrasi dibandingkan yang tidak memperoleh validasi.(jpc)