32.9 C
Jakarta
Friday, October 3, 2025

Dari Warisan Leluhur ke Panggung UNESCO, Begini Asal Usul Hari Batik Nasional

PROKALTENG.CO-Setiap tanggal 2 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Batik Nasional sebagai bentuk kebanggaan terhadap warisan budaya yang telah diakui dunia.

Batik bukan sekadar kain bermotif, tetapi simbol identitas, filosofi, dan kreativitas bangsa. Penetapan Hari Batik Nasional merupakan hasil perjuangan panjang yang melibatkan tokoh budaya, pemerintah, dan komunitas batik untuk mengangkat nilai batik ke panggung internasional.

Asal Usul dan Sejarah Hari Batik Nasional

Hari Batik Nasional ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009, menyusul pengakuan resmi dari UNESCO terhadap batik sebagai “Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity” pada 2 Oktober 2009.

Pengakuan ini diberikan setelah proses panjang dokumentasi, diplomasi budaya, dan pelestarian yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Batik diakui karena memiliki nilai simbolik, teknik pembuatan yang khas, serta keterkaitan erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari ritual adat, busana resmi, hingga ekspresi seni.

Tokoh Pelopor Pengakuan Batik oleh UNESCO

Salah satu tokoh penting di balik pengakuan batik oleh UNESCO adalah Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Ia bersama tim dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta para ahli batik, seperti Iwan Tirta dan tokoh komunitas batik lainnya, aktif mendorong dokumentasi dan diplomasi budaya ke UNESCO sejak awal 2000-an.

Peran Lembaga Batik Indonesia, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), serta komunitas perajin batik dari berbagai daerah juga sangat krusial dalam menyusun naskah akademik dan bukti otentik bahwa batik adalah warisan budaya tak benda yang hidup dan berkembang di Indonesia.

Baca Juga :  Galeri DKS Surabaya Pamerkan Karya Lukis Batik Anak Zaman Now

Motif Batik

Motif batik Indonesia memiliki kekayaan visual dan makna filosofis yang mencerminkan keragaman budaya Nusantara. Salah satu motif paling ikonik adalah Parang, berasal dari Yogyakarta, yang menggambarkan keteguhan dan keberanian melalui pola miring menyerupai ombak atau tebing.

Motif Kawung dari Jawa Tengah menampilkan bentuk lingkaran mirip buah kolang-kaling, melambangkan kesucian dan keadilan.

Dari pesisir utara Jawa, motif Mega Mendung khas Cirebon menghadirkan bentuk awan berlapis dengan warna cerah, menyimbolkan ketenangan dan kesabaran.

Sementara itu, motif Truntum dari Solo dikenal sebagai simbol cinta yang tumbuh kembali, sering digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa.

Motif Sido Mukti dari Yogyakarta mencerminkan harapan akan kehidupan yang makmur dan bahagia, dengan ornamen geometris dan bunga yang elegan.

Di Pekalongan, motif Tujuh Rupa menonjolkan keanekaragaman flora dan fauna pesisir, dengan warna-warna cerah yang menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat pesisir.

Madura memiliki motif Gentongan yang berani dan ekspresif, dengan warna kontras dan pola besar yang mencerminkan semangat dan keberanian.

Motif Sekar Jagad dari Solo dan Yogyakarta menggabungkan bentuk bunga dan peta dunia, melambangkan keindahan dan keragaman global.

Bali menyumbang motif Cemukiran yang sarat dengan simbol spiritual Hindu, digunakan untuk perlindungan dan kekuatan.

Baca Juga :  Gejala Dialami Seseorang yang Secara Sadar Mengalami Depresi Berat

Sementara itu, motif Dayak dari Kalimantan menampilkan garis tegas dan simbol etnik khas yang mencerminkan kekuatan alam dan identitas suku.

Setiap motif batik tidak hanya memperindah kain, tetapi juga menyimpan cerita, nilai, dan filosofi yang diwariskan lintas generasi.

Dampak Pengakuan Batik

Menurut data Kementerian Perindustrian, ekspor batik Indonesia mencapai USD 58,46 juta pada tahun 2023, dengan pasar utama Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Industri batik menyerap lebih dari 200 ribu tenaga kerja, mayoritas perempuan, di lebih dari 47 ribu unit usaha kecil dan menengah.

Sejak pengakuan UNESCO, batik menjadi busana wajib dalam berbagai acara kenegaraan, pendidikan, dan korporasi, serta mendorong munculnya inovasi batik kontemporer.

Hari Batik Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi momentum refleksi atas perjuangan budaya yang telah membawa batik ke panggung dunia. Pengakuan UNESCO pada 2 Oktober 2009 menjadi titik balik pelestarian dan pengembangan batik sebagai identitas bangsa.

Popularitas batik terus berkembang, baik sebagai busana, dekorasi, maupun simbol diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional. Batik bukan hanya seni tekstil, tetapi juga cerminan jiwa bangsa.

Dengan dukungan masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah, batik terus berkembang sebagai simbol kebanggaan nasional dan kekuatan ekonomi kreatif Indonesia. (nur/jpg)

 

PROKALTENG.CO-Setiap tanggal 2 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Batik Nasional sebagai bentuk kebanggaan terhadap warisan budaya yang telah diakui dunia.

Batik bukan sekadar kain bermotif, tetapi simbol identitas, filosofi, dan kreativitas bangsa. Penetapan Hari Batik Nasional merupakan hasil perjuangan panjang yang melibatkan tokoh budaya, pemerintah, dan komunitas batik untuk mengangkat nilai batik ke panggung internasional.

Asal Usul dan Sejarah Hari Batik Nasional

Hari Batik Nasional ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2009, menyusul pengakuan resmi dari UNESCO terhadap batik sebagai “Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity” pada 2 Oktober 2009.

Pengakuan ini diberikan setelah proses panjang dokumentasi, diplomasi budaya, dan pelestarian yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Batik diakui karena memiliki nilai simbolik, teknik pembuatan yang khas, serta keterkaitan erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia, mulai dari ritual adat, busana resmi, hingga ekspresi seni.

Tokoh Pelopor Pengakuan Batik oleh UNESCO

Salah satu tokoh penting di balik pengakuan batik oleh UNESCO adalah Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Ia bersama tim dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta para ahli batik, seperti Iwan Tirta dan tokoh komunitas batik lainnya, aktif mendorong dokumentasi dan diplomasi budaya ke UNESCO sejak awal 2000-an.

Peran Lembaga Batik Indonesia, Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), serta komunitas perajin batik dari berbagai daerah juga sangat krusial dalam menyusun naskah akademik dan bukti otentik bahwa batik adalah warisan budaya tak benda yang hidup dan berkembang di Indonesia.

Baca Juga :  Galeri DKS Surabaya Pamerkan Karya Lukis Batik Anak Zaman Now

Motif Batik

Motif batik Indonesia memiliki kekayaan visual dan makna filosofis yang mencerminkan keragaman budaya Nusantara. Salah satu motif paling ikonik adalah Parang, berasal dari Yogyakarta, yang menggambarkan keteguhan dan keberanian melalui pola miring menyerupai ombak atau tebing.

Motif Kawung dari Jawa Tengah menampilkan bentuk lingkaran mirip buah kolang-kaling, melambangkan kesucian dan keadilan.

Dari pesisir utara Jawa, motif Mega Mendung khas Cirebon menghadirkan bentuk awan berlapis dengan warna cerah, menyimbolkan ketenangan dan kesabaran.

Sementara itu, motif Truntum dari Solo dikenal sebagai simbol cinta yang tumbuh kembali, sering digunakan dalam upacara pernikahan adat Jawa.

Motif Sido Mukti dari Yogyakarta mencerminkan harapan akan kehidupan yang makmur dan bahagia, dengan ornamen geometris dan bunga yang elegan.

Di Pekalongan, motif Tujuh Rupa menonjolkan keanekaragaman flora dan fauna pesisir, dengan warna-warna cerah yang menggambarkan dinamika kehidupan masyarakat pesisir.

Madura memiliki motif Gentongan yang berani dan ekspresif, dengan warna kontras dan pola besar yang mencerminkan semangat dan keberanian.

Motif Sekar Jagad dari Solo dan Yogyakarta menggabungkan bentuk bunga dan peta dunia, melambangkan keindahan dan keragaman global.

Bali menyumbang motif Cemukiran yang sarat dengan simbol spiritual Hindu, digunakan untuk perlindungan dan kekuatan.

Baca Juga :  Gejala Dialami Seseorang yang Secara Sadar Mengalami Depresi Berat

Sementara itu, motif Dayak dari Kalimantan menampilkan garis tegas dan simbol etnik khas yang mencerminkan kekuatan alam dan identitas suku.

Setiap motif batik tidak hanya memperindah kain, tetapi juga menyimpan cerita, nilai, dan filosofi yang diwariskan lintas generasi.

Dampak Pengakuan Batik

Menurut data Kementerian Perindustrian, ekspor batik Indonesia mencapai USD 58,46 juta pada tahun 2023, dengan pasar utama Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.

Industri batik menyerap lebih dari 200 ribu tenaga kerja, mayoritas perempuan, di lebih dari 47 ribu unit usaha kecil dan menengah.

Sejak pengakuan UNESCO, batik menjadi busana wajib dalam berbagai acara kenegaraan, pendidikan, dan korporasi, serta mendorong munculnya inovasi batik kontemporer.

Hari Batik Nasional bukan sekadar perayaan, tetapi momentum refleksi atas perjuangan budaya yang telah membawa batik ke panggung dunia. Pengakuan UNESCO pada 2 Oktober 2009 menjadi titik balik pelestarian dan pengembangan batik sebagai identitas bangsa.

Popularitas batik terus berkembang, baik sebagai busana, dekorasi, maupun simbol diplomasi budaya Indonesia di kancah internasional. Batik bukan hanya seni tekstil, tetapi juga cerminan jiwa bangsa.

Dengan dukungan masyarakat, pelaku industri, dan pemerintah, batik terus berkembang sebagai simbol kebanggaan nasional dan kekuatan ekonomi kreatif Indonesia. (nur/jpg)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru