Apam Batil, Kue Tradisional Khas Hulu Sungai yang Wajib Dicoba

PERNAH dengar apam batil? Pencinta kue manis legit dari Banua pasti tak asing lagi dengan camilan yang satu ini.

Apam batil adalah kue tradisional khas Hulu Sungai, terutama Barabai, Kandangan dan sekitarnya.

Wadai ini juga populer disebut serabi Banjar atau apam dangkak. Disebut dangkak karena pembuatnya kerap duduk sembari berjongkok atau bedangkak dalam bahasa Banjar.

Salah seorang pengolah kue tradisional asal Barabai, Iyang mengatakan bahwa apam batil berbahan dasar tepung beras, tapai singkong, dan gula aren. “Bahan biangnya terdiri dari tapai singkong, ragi instan, sedikit tepung beras, gula pasir, dan air hangat yang dicampurkan,” sebutnya.

Biang itu kemudian dicampurkan ke wadah berisi tepung beras. Lalu tambahkan lagi air hangat hingga adonan acak cair dan tercampur rata.  “Bagian terpenting adalah proses fermentasi atau istilah mengamerkan. Tutup wadah tadi dengan serbet lalu diamkan sekitar delapan jam,” jelasnya.

Fermentasi ini untuk menjadikan adonan lebih bertekstur saat dimasak. Selain itu, cita rasa khasnya yang asam pun muncul. “Adonan dikatakan siap masak jika sudah timbul gelembung-gelembung di permukaannya,” beber Iyang.

Sembari menunggu fermentasi, buatlah kuah kinca berbahan gula aren, air, daun pandan, dan sedikit garam. Jika sudah mendidih, maka siap untuk didinginkan.

Kembali ke pengolahan apam, adonan yang terfermentasi dimasak di wajan tanpa minyak. Tanpa dibolak balik.

Keunikan lainnya, para pedagang kerap menggunakan kawah riwang atau wajan yang telah pecah untuk memasaknya. “Wajan ini biasanya anti lengket alami, mungkin karena masa pemakaian wajannya yang sudah lama bahkan sampai riwang atau rusak. Tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk bikin apam batil,” tuturnya.

Tampilan apam ini berwarna putih dengan tekstur berongga. Di sisi sebelahnya berwarna cokelat kehitaman. “Siram apam dengan kuah gula aren, maka kue ini siap dihidangkan,” tutup Iyang.

Apam batil atau serabi Banjar ini masih mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional Banua. Harganya terjangkau, biasanya mulai dari Rp2.000 saja. (jpg)

PERNAH dengar apam batil? Pencinta kue manis legit dari Banua pasti tak asing lagi dengan camilan yang satu ini.

Apam batil adalah kue tradisional khas Hulu Sungai, terutama Barabai, Kandangan dan sekitarnya.

Wadai ini juga populer disebut serabi Banjar atau apam dangkak. Disebut dangkak karena pembuatnya kerap duduk sembari berjongkok atau bedangkak dalam bahasa Banjar.

Salah seorang pengolah kue tradisional asal Barabai, Iyang mengatakan bahwa apam batil berbahan dasar tepung beras, tapai singkong, dan gula aren. “Bahan biangnya terdiri dari tapai singkong, ragi instan, sedikit tepung beras, gula pasir, dan air hangat yang dicampurkan,” sebutnya.

Biang itu kemudian dicampurkan ke wadah berisi tepung beras. Lalu tambahkan lagi air hangat hingga adonan acak cair dan tercampur rata.  “Bagian terpenting adalah proses fermentasi atau istilah mengamerkan. Tutup wadah tadi dengan serbet lalu diamkan sekitar delapan jam,” jelasnya.

Fermentasi ini untuk menjadikan adonan lebih bertekstur saat dimasak. Selain itu, cita rasa khasnya yang asam pun muncul. “Adonan dikatakan siap masak jika sudah timbul gelembung-gelembung di permukaannya,” beber Iyang.

Sembari menunggu fermentasi, buatlah kuah kinca berbahan gula aren, air, daun pandan, dan sedikit garam. Jika sudah mendidih, maka siap untuk didinginkan.

Kembali ke pengolahan apam, adonan yang terfermentasi dimasak di wajan tanpa minyak. Tanpa dibolak balik.

Keunikan lainnya, para pedagang kerap menggunakan kawah riwang atau wajan yang telah pecah untuk memasaknya. “Wajan ini biasanya anti lengket alami, mungkin karena masa pemakaian wajannya yang sudah lama bahkan sampai riwang atau rusak. Tetapi masih bisa dimanfaatkan untuk bikin apam batil,” tuturnya.

Tampilan apam ini berwarna putih dengan tekstur berongga. Di sisi sebelahnya berwarna cokelat kehitaman. “Siram apam dengan kuah gula aren, maka kue ini siap dihidangkan,” tutup Iyang.

Apam batil atau serabi Banjar ini masih mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional Banua. Harganya terjangkau, biasanya mulai dari Rp2.000 saja. (jpg)