25.2 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Bisa Lebih Fokus Ketimbang Petenis Lain

LEE Duck-hee, petenis 21 tahun asal Korea
Selatan (Korsel) menjadi petenis tuna rungu pertama yang mampu memenangkan
pertandingan pada ajang Winston-Salem Open, dalam rangkaian ATP Tour 2019,
Selasa (20/8). Pada babak 64 besar, Lee mengalahkan petenis Swiss, Henri
Laaksonen dua set langsung, 7(7)-6(4), 6-1. Sehari berikutnya, Lee harus
mengakhiri perjalanannya ketika dikalahkan Hubert Hurkacz (Polandia), 6-4, 0-6,
3-6.
 

 

= ================= 


SUASANA
Wake Forest Tennis Center begitu riuh menyambut Winston-Salem Open 2019.
Keramaian penonton, suara penanda skor pertandingan dan bunyi klakson dari
kereta api yang melintas tidak jauh dari arena sangat jelas bisa didengar
siapapun di sana. Kecuali, satu orang bernama Lee Duck-hee, petenis Korea
Selatan yang turun di sektor tunggal putra

Petenis
yang menempati ranking 212 dunia itu didiagnosa menderita tuna rungu sejak usia
2 tahun. Tidak mudah perjuangan Lee kecil saat berlatih tenis. Tidak sedikit
pula cibiran hadir ketika Lee memutuskan serius untuk menekuni dunia tenis.
Bahkan, ada yang menyumpahi petenis kelahiran Jecheon Korsel itu tidak akan
pernah menjadi petenis hebat. 

Baca Juga :  22 Pemain Timnas U-24 untuk Asian Games 2023 diumumkan

Kenyataan
itu sempat membuat mentalnya jatuh. Bahkan, dia sempat membuatnya berhenti.
Tetapi, dengan dukungan keluarga terdekat, kini dia menjadi salah satu andalan
tenis Korsel.

“Saya seorang tuna rungu. Saya
tidak mau mendapatkan perlakuan berbeda. Saya berusaha berkembang dan menjadi
yang terbaik di dunia. Itulah mimpi saya,” kata Duck-hee dalam sebuah
wawancara bersama ATP Tour pada 2017. 

Impian
tersebut perlahan mulai terjawab ketika menggamit kemenangan pertamanya di
Winston-Salem Open 2019. Kemenangan atas Laaksonen tersebut sekaligus
menorehkan sejarah dalam karir tenis profesionalnya. Dia menjadi petenis tuna
rungu pertama yang memenangkan pertandingan di ATP Tour.

Kini,
peraih medali perunggu Asian Games 2018 itu semakin mantap menapak karir
profesionalnya. Dia sudah delapan kali memenangkan turnamen level ATP futures
sejak 2013. Tahun ini, capaian terbaiknya yakni menjadi runner up pada turnamen
Challengers, di Little Rock , Arkansas, Amerika Serikat.

Kekurangan
yang dia alami seperti menjadi berkah tersendiri; blessing in disguise. Dia
berupaya mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. “Dengan begini, saya
bisa lebih berkonsentrasi ketimbang petenis lainnya,” ujarnya.

Baca Juga :  Tunggal Harus Lebih Siap

Perlahan
tapi pasti, Lee mulai menapak jenjang kompetisi yang lebih tinggi. Namun, dia
cukup paham level kompetisi challenger dengan ATP Tour sangat jauh berbeda.
“Tetapi inilah tenis, lawan yang saya hadapi juga petenis. Saya akan terus
mencoba,” sebutnya sebagaimana dikutip Journal Now.

Dia
punya misi besar yang diharapkan bisa terwujud dalam waktu dekat. Yaitu,
memenangkan turnamen di level challenger. Tentu saja, Lee berupaya tampil lebih
konsisten menghadapi lawan dengan peringkat yang lebih bagus. 

“Tetapi,
sebenarnya, saya ingin terus melanjutkan tampil di ATP Tournaments,”
katanya. 

Andy
Murray, salah satu superstar tenis dunia turut memuji pencapaian Duck-hee.
Murray yang terhenti pada babak pertama Winston-Salem itu tidak bisa
membayangkan bermain dengan situasi sama seperti yang dialami petenis 175 cm
itu.

 “Jika saya bermain dengan headphone yang menyala,
sangat sulit untuk meningkatkan kecepatan dan putaran bola dari raket,”
ujar Murray dikutip CNN. Bagi petenis Inggris itu, sebuah upaya besar harus
dilakukan Duck-hee untuk bisa terus konsisten dengan “kekurangan”
yang dia miliki. (nap/jpg)

LEE Duck-hee, petenis 21 tahun asal Korea
Selatan (Korsel) menjadi petenis tuna rungu pertama yang mampu memenangkan
pertandingan pada ajang Winston-Salem Open, dalam rangkaian ATP Tour 2019,
Selasa (20/8). Pada babak 64 besar, Lee mengalahkan petenis Swiss, Henri
Laaksonen dua set langsung, 7(7)-6(4), 6-1. Sehari berikutnya, Lee harus
mengakhiri perjalanannya ketika dikalahkan Hubert Hurkacz (Polandia), 6-4, 0-6,
3-6.
 

 

= ================= 


SUASANA
Wake Forest Tennis Center begitu riuh menyambut Winston-Salem Open 2019.
Keramaian penonton, suara penanda skor pertandingan dan bunyi klakson dari
kereta api yang melintas tidak jauh dari arena sangat jelas bisa didengar
siapapun di sana. Kecuali, satu orang bernama Lee Duck-hee, petenis Korea
Selatan yang turun di sektor tunggal putra

Petenis
yang menempati ranking 212 dunia itu didiagnosa menderita tuna rungu sejak usia
2 tahun. Tidak mudah perjuangan Lee kecil saat berlatih tenis. Tidak sedikit
pula cibiran hadir ketika Lee memutuskan serius untuk menekuni dunia tenis.
Bahkan, ada yang menyumpahi petenis kelahiran Jecheon Korsel itu tidak akan
pernah menjadi petenis hebat. 

Baca Juga :  22 Pemain Timnas U-24 untuk Asian Games 2023 diumumkan

Kenyataan
itu sempat membuat mentalnya jatuh. Bahkan, dia sempat membuatnya berhenti.
Tetapi, dengan dukungan keluarga terdekat, kini dia menjadi salah satu andalan
tenis Korsel.

“Saya seorang tuna rungu. Saya
tidak mau mendapatkan perlakuan berbeda. Saya berusaha berkembang dan menjadi
yang terbaik di dunia. Itulah mimpi saya,” kata Duck-hee dalam sebuah
wawancara bersama ATP Tour pada 2017. 

Impian
tersebut perlahan mulai terjawab ketika menggamit kemenangan pertamanya di
Winston-Salem Open 2019. Kemenangan atas Laaksonen tersebut sekaligus
menorehkan sejarah dalam karir tenis profesionalnya. Dia menjadi petenis tuna
rungu pertama yang memenangkan pertandingan di ATP Tour.

Kini,
peraih medali perunggu Asian Games 2018 itu semakin mantap menapak karir
profesionalnya. Dia sudah delapan kali memenangkan turnamen level ATP futures
sejak 2013. Tahun ini, capaian terbaiknya yakni menjadi runner up pada turnamen
Challengers, di Little Rock , Arkansas, Amerika Serikat.

Kekurangan
yang dia alami seperti menjadi berkah tersendiri; blessing in disguise. Dia
berupaya mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. “Dengan begini, saya
bisa lebih berkonsentrasi ketimbang petenis lainnya,” ujarnya.

Baca Juga :  Tunggal Harus Lebih Siap

Perlahan
tapi pasti, Lee mulai menapak jenjang kompetisi yang lebih tinggi. Namun, dia
cukup paham level kompetisi challenger dengan ATP Tour sangat jauh berbeda.
“Tetapi inilah tenis, lawan yang saya hadapi juga petenis. Saya akan terus
mencoba,” sebutnya sebagaimana dikutip Journal Now.

Dia
punya misi besar yang diharapkan bisa terwujud dalam waktu dekat. Yaitu,
memenangkan turnamen di level challenger. Tentu saja, Lee berupaya tampil lebih
konsisten menghadapi lawan dengan peringkat yang lebih bagus. 

“Tetapi,
sebenarnya, saya ingin terus melanjutkan tampil di ATP Tournaments,”
katanya. 

Andy
Murray, salah satu superstar tenis dunia turut memuji pencapaian Duck-hee.
Murray yang terhenti pada babak pertama Winston-Salem itu tidak bisa
membayangkan bermain dengan situasi sama seperti yang dialami petenis 175 cm
itu.

 “Jika saya bermain dengan headphone yang menyala,
sangat sulit untuk meningkatkan kecepatan dan putaran bola dari raket,”
ujar Murray dikutip CNN. Bagi petenis Inggris itu, sebuah upaya besar harus
dilakukan Duck-hee untuk bisa terus konsisten dengan “kekurangan”
yang dia miliki. (nap/jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru