31.9 C
Jakarta
Monday, December 23, 2024

Klub-klub Mulai Gerah dengan Kritik APPI, Ternyata Ini Persoalannya

Relasi klub-klub dengan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia
(APPI) memanas di tengah merebaknya virus korona. Pemicunya adalah kritik yang
disampaikan APPI terhadap enam poin hasil virtual meeting kedua klub-klub Liga
1. Jajaran klub merasa APPI terlalu ikut campur dalam urusan internal mereka.
Terlalu banyak mengkritik tanpa disertai solusi yang jelas.

Hal itu dikatakan perwakilan 14 klub yang ikut virtual meeting kedua
Liga 1 Haruna Soemitro. Dia menegaskan, enam poin tersebut merupakan hasil
aspirasi dari klub-klub Liga 1. Pastinya akan ada pihak yang merasa tidak
setuju atau kurang sreg.

Haruna mengaku tidak masalah jika dikritik. Namun, dia berharap ada
masukan yang sesuai dengan jalur yang benar. ’’Silakan memberi masukan. Karena
klub itu tidak merasa ada ikatan apa-apa dengan APPI. Kok kenapa sekarang
sedikit-sedikit minta bicara,’’ tuturnya.

Direktur Madura United yang juga anggota Exco PSSI itu mengingatkan
bahwa APPI adalah asosiasi pekerja. Dalam hal ini, pekerja merupakan para
pesepak bola lokal di Liga 1. Seharusnya cara bekerjanya adalah tidak ikut
campur dalam internal klub. Tidak selalu cawe-cawe akan keputusan yang diambil
klub.

Nah, APPI baru bisa cawe-cawe jika memang ada anggotanya, dalam hal ini
pemain, yang ditelantarkan klub. ’’Silakan jika begitu. Lakukan pendampingan
atau advokasi atas kuasa dari mereka. Jadi, intinya harus jelas APPI ini legal
standing-nya mewakili siapa. Tidak seperti sekarang ini,’’ tuturnya. ’’Dibuka
transparan. Jangan asal klaim,’’ lanjut mantan ketua Asprov PSSI Jawa Timur
itu.

Baca Juga :  Hadapi Tantangan, Pengurus KONI Kota Tidak Boleh Berpangku Tangan

Haruna menambahkan, saat ini tidak ada pemain yang ditelantarkan klub.
Tidak ada pemain yang lantas sengsara ketika klub memutuskan ikut surat
keputusan PSSI soal maksimal pembayaran gaji sebesar 25 persen dari kontrak.
’’Pemain itu bagi klub juga aset. Jadi, mana mungkin kami menelantarkan
mereka?’’ tegasnya.

Hanya, saat ini situasi yang dialami sepak bola Indonesia sedang sulit.
Pandemi korona (Covid-19) membuat finansial klub megap-megap. Tidak ada
pertandingan berarti tanpa pemasukan. Sedangkan klub tetap harus membayar gaji
para pemain, pelatih, dan ofisial tim.

Jadi, Haruna berharap effort dalam situasi sulit saat ini tidak hanya
dilakukan klub. Pemain seharusnya juga menyadari situasi yang ada. Menyadari
bagaimana sulitnya keuangan klub saat ini.

’’Jangan sampai nanti kalau klubnya bangkrut, APPI hanya
berteriak-teriak tanpa ada effort sama sekali untuk memperkuat kompetisi. Yang
nyatanya kompetisi itu jadi ladang mata pencaharian pemain yang anggota APPI
itu,’’ tegasnya.

Baca Juga :  Kandidat Kuat Suksesor Allegri

Apa yang dikatakan Haruna didukung salah seorang perwakilan klub Liga 2
Persigo Semeru (PS) Hizbul Wathan. Melalui CEO-nya, Dhimam Abror, dia
mengingatkan bahwa apa yang sudah dilakukan PSSI melalui SK-nya sudah sangat
benar. ’’Kami jadi sangat baik dengan keputusan itu,’’ ucapnya.

Karena itu, Abror berharap APPI tidak intervensi terkait SK ataupun
kesepakatan yang terjalin di klub-klub. Abror mengingatkan agar APPI tidak
sombong dan besar kepala. Merasa superior dan permintaannya harus dituruti.
’’APPI juga harus memikirkan klub dari mana sumber untuk menggaji pemain,’’
jelasnya.

Kebijakan maksimal membayar gaji 25 persen dari nilai kontrak seharusnya
sudah disyukuri APPI. Pemain masih untung. Sebab, tanpa aktivitas apa pun,
mereka masih mendapatkan bayaran. ’’Bagaimana dengan perangkat pertandingan dan
wasit? Sumbernya juga kan tidak ada,’’ terangnya.

Abror berharap APPI tidak hanya protes dan mengkritik, tapi juga ikut
andil cari solusi agar keuangan klub bisa sehat dan menggaji pemain dengan
lancar. ’’APPI harus mengerti tentang keuangan klub yang tidak ada sumbernya.
APPI juga salah satu anggota PSSI. Jadi, harus patuh dan tunduk terhadap
kebijakan PSSI,’’ tuturnya.

Relasi klub-klub dengan Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia
(APPI) memanas di tengah merebaknya virus korona. Pemicunya adalah kritik yang
disampaikan APPI terhadap enam poin hasil virtual meeting kedua klub-klub Liga
1. Jajaran klub merasa APPI terlalu ikut campur dalam urusan internal mereka.
Terlalu banyak mengkritik tanpa disertai solusi yang jelas.

Hal itu dikatakan perwakilan 14 klub yang ikut virtual meeting kedua
Liga 1 Haruna Soemitro. Dia menegaskan, enam poin tersebut merupakan hasil
aspirasi dari klub-klub Liga 1. Pastinya akan ada pihak yang merasa tidak
setuju atau kurang sreg.

Haruna mengaku tidak masalah jika dikritik. Namun, dia berharap ada
masukan yang sesuai dengan jalur yang benar. ’’Silakan memberi masukan. Karena
klub itu tidak merasa ada ikatan apa-apa dengan APPI. Kok kenapa sekarang
sedikit-sedikit minta bicara,’’ tuturnya.

Direktur Madura United yang juga anggota Exco PSSI itu mengingatkan
bahwa APPI adalah asosiasi pekerja. Dalam hal ini, pekerja merupakan para
pesepak bola lokal di Liga 1. Seharusnya cara bekerjanya adalah tidak ikut
campur dalam internal klub. Tidak selalu cawe-cawe akan keputusan yang diambil
klub.

Nah, APPI baru bisa cawe-cawe jika memang ada anggotanya, dalam hal ini
pemain, yang ditelantarkan klub. ’’Silakan jika begitu. Lakukan pendampingan
atau advokasi atas kuasa dari mereka. Jadi, intinya harus jelas APPI ini legal
standing-nya mewakili siapa. Tidak seperti sekarang ini,’’ tuturnya. ’’Dibuka
transparan. Jangan asal klaim,’’ lanjut mantan ketua Asprov PSSI Jawa Timur
itu.

Baca Juga :  Hadapi Tantangan, Pengurus KONI Kota Tidak Boleh Berpangku Tangan

Haruna menambahkan, saat ini tidak ada pemain yang ditelantarkan klub.
Tidak ada pemain yang lantas sengsara ketika klub memutuskan ikut surat
keputusan PSSI soal maksimal pembayaran gaji sebesar 25 persen dari kontrak.
’’Pemain itu bagi klub juga aset. Jadi, mana mungkin kami menelantarkan
mereka?’’ tegasnya.

Hanya, saat ini situasi yang dialami sepak bola Indonesia sedang sulit.
Pandemi korona (Covid-19) membuat finansial klub megap-megap. Tidak ada
pertandingan berarti tanpa pemasukan. Sedangkan klub tetap harus membayar gaji
para pemain, pelatih, dan ofisial tim.

Jadi, Haruna berharap effort dalam situasi sulit saat ini tidak hanya
dilakukan klub. Pemain seharusnya juga menyadari situasi yang ada. Menyadari
bagaimana sulitnya keuangan klub saat ini.

’’Jangan sampai nanti kalau klubnya bangkrut, APPI hanya
berteriak-teriak tanpa ada effort sama sekali untuk memperkuat kompetisi. Yang
nyatanya kompetisi itu jadi ladang mata pencaharian pemain yang anggota APPI
itu,’’ tegasnya.

Baca Juga :  Kandidat Kuat Suksesor Allegri

Apa yang dikatakan Haruna didukung salah seorang perwakilan klub Liga 2
Persigo Semeru (PS) Hizbul Wathan. Melalui CEO-nya, Dhimam Abror, dia
mengingatkan bahwa apa yang sudah dilakukan PSSI melalui SK-nya sudah sangat
benar. ’’Kami jadi sangat baik dengan keputusan itu,’’ ucapnya.

Karena itu, Abror berharap APPI tidak intervensi terkait SK ataupun
kesepakatan yang terjalin di klub-klub. Abror mengingatkan agar APPI tidak
sombong dan besar kepala. Merasa superior dan permintaannya harus dituruti.
’’APPI juga harus memikirkan klub dari mana sumber untuk menggaji pemain,’’
jelasnya.

Kebijakan maksimal membayar gaji 25 persen dari nilai kontrak seharusnya
sudah disyukuri APPI. Pemain masih untung. Sebab, tanpa aktivitas apa pun,
mereka masih mendapatkan bayaran. ’’Bagaimana dengan perangkat pertandingan dan
wasit? Sumbernya juga kan tidak ada,’’ terangnya.

Abror berharap APPI tidak hanya protes dan mengkritik, tapi juga ikut
andil cari solusi agar keuangan klub bisa sehat dan menggaji pemain dengan
lancar. ’’APPI harus mengerti tentang keuangan klub yang tidak ada sumbernya.
APPI juga salah satu anggota PSSI. Jadi, harus patuh dan tunduk terhadap
kebijakan PSSI,’’ tuturnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru