Masa bakti Xabi Alonso di Real Madrid, yang semula dipandang sebagai kepulangan sang anak hilang dengan status pelatih jenius, kini berubah menjadi ujian berat.
Dua kekalahan kandang beruntun dari Celta Vigo dan Manchester City sempat memanaskan isu pemecatan sebelum Los Blancos meraih kemenangan tipis 2-1 atas Deportivo Alaves pada akhir pekan.
Meski kemenangan tersebut sedikit meredakan tekanan, spekulasi soal masa depan Alonso belum sepenuhnya mereda. Di tengah derasnya kritik media Spanyol, mantan bos Alonso di Bayer Leverkusen, Fernando Carro, angkat bicara dan secara terbuka membela sang pelatih asal Spanyol tersebut.
Menurut Carro, masalah utama bukan terletak pada kualitas Alonso, melainkan pada struktur dan budaya Real Madrid yang dinilai tidak melindungi pelatihnya saat krisis.
Alonso meninggalkan Leverkusen pada musim panas lalu untuk memulai era baru di Santiago Bernabeu. Tugasnya jelas: membawa Real Madrid kembali ke puncak. Namun, hasil yang tidak konsisten membuat tekanan datang lebih cepat dari perkiraan.
Carro, yang mendampingi Alonso saat mencatatkan sejarah tak terkalahkan dan meraih dua gelar domestik di Jerman, menilai perbedaan lingkungan kerja sangat mencolok.
Dalam wawancara dengan Sky Sport, CEO Leverkusen itu membandingkan suasana kolektif di klubnya dengan kerasnya politik internal di Madrid.
“Kami tidak memberi nasihat apa pun kepadanya. Tentu kami ingin dia bertahan, tetapi kami tahu dia pelatih dengan talenta luar biasa yang kini berada dalam konteks yang sangat berbeda di Madrid,” ujar Carro.
Jika presiden menganggap pelatih hanyalah kejahatan yang perlu, jika pelatih dibiarkan sendirian dan selalu menjadi sasaran kritik, maka situasinya jelas sangat berbeda dengan Leverkusen, di mana kami semua berjalan ke arah yang sama dan tidak pernah meninggalkan pelatih sendirian secara politik,” jelasnya.
Meski situasi Alonso di Madrid sedang panas, Carro menegaskan bahwa hubungan personal mereka tetap sangat erat. Ikatan itu terjalin selama tiga tahun kebersamaan di Jerman, periode yang mengubah Leverkusen dari tim medioker menjadi pencetak sejarah.
Carro bahkan mengungkapkan bahwa ia baru-baru ini mengunjungi Alonso di Madrid.
“Saat jeda internasional, saya berada di Madrid selama akhir pekan, dan staf pelatih serta keluarganya datang ke rumah kami dua kali,” ungkapnya.
“Kami memiliki hubungan yang sangat baik. Selama tiga tahun itu kami seperti keluarga. Kami saling mengikuti pertandingan masing-masing, saling mendukung, dan terus menjaga komunikasi,” lanjutnya.
Pernyataan Carro menjadi peringatan halus bagi para pendukung dan pengamat Madrid yang terlalu cepat menuntut pemecatan Alonso. Namun, tekanan diyakini akan terus meningkat jika konsistensi tak segera ditemukan.
Di awal musim Alonso tergolong sensasional. Real Madrid meraih 13 kemenangan dari 14 laga pertama, termasuk kemenangan prestisius atas Barcelona. Namun, kekalahan dari Liverpool menjadi titik balik, memicu rentetan hasil buruk yang membuat Madrid tertinggal empat poin di La Liga dan terancam keluar dari delapan besar Liga Champions.
Sementara Leverkusen terus melangkah tanpa Alonso, melihat mantan pelatih mereka bergulat dengan ekspektasi raksasa Los Blancos tampaknya menyentuh nurani jajaran petinggi klub Jerman itu.
Tudingan bahwa Alonso dibiarkan sendirian kemungkinan besar akan terus menggema seiring meningkatnya anggapan bahwa sang pelatih tengah dijadikan kambing hitam atas masalah struktural yang lebih besar di Real Madrid.(jpc)


