Site icon Prokalteng

Cucu Keponakan B.J. Habibie Ini Bermimpi Bela Timnas

cucu-keponakan-bj-habibie-ini-bermimpi-bela-timnas

Ada di antara
keluarga besar Presiden Ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie
yang serius menekuni sepak bola. Dia adalah cucu keponakan B.J. Habibie, M.
Rafid Habibie. Rafid adalah anak dari Rully Habibie, putra adik B.J. Habibie,
Junus Effendi Habibie. Saat ini pemain berusia 19 tahun tersebut menjalani
seleksi di salah satu klub Liga 1 Borneo FC. Berikut wawancara Jawa Pos via
WhatSapp dengan Rafid.

Sebelumnya
kami mengucapkan turut berbelasungkawa atas wafatnya Eyang Habibie. Rafid,
bagaimana awalnya kamu mengenal sepak bola?

Awal kenal sepak bola bukan karena orang tua. Awalnya, saya cuma suka main di
sekolah saja. Dulu sempat main tenis, terus futsal dulu, baru bola. Kalau orang
tua, kan lama di Amerika. Jadi, mereka mainnya basket, hoki. Jadi, saya tahu
sendiri dari lingkungan. Dan tiba-tiba ingin jadi pemain bola itu baru SMP.
Tujuan saya sebenarnya juga ke Amerika untuk main sepak bola dan kuliah.
Tetapi, saat SMP kelas III berubah ingin jadi pemain profesional gitu lah.
Terus coba peruntungan, sempat menimba ilmu di Sporting Lisbon. Tapi, saya
cedera dan saya dipulangkan. Sempat juga ke Bali United.

Lalu, apa yang
membuat kamu mantap memilih berkarir di sepak bola?

Yang membuat saya milih bola adalah ada sesuatu feeling. Kalau main bola
ditonton banyak orang, apalagi kalau timnas Indonesia, ada satu feeling yang
nggak bisa dideskripsikan. Feeling itu saat orang berteriak ketika masuk ke
lapangan dengan tanggung jawab di bahu kami. Membawa lambang negara Garuda
itulah suatu feeling yang, menurut saya, tidak ada gantinya. Mungkin itu bentuk
perjuangan kita di masa sekarang lah. Kalau dulu, kan perang melawan penjajah.
Sekarang ya dari sisi olahraga ada bangganya. Jadi, tujuan saya sebenarnya
adalah jadi pemain profesional. Mungkin saya bisa kembali ke Eropa lagi dan
saya ingin sekali bela timnas. Itu suatu hal yang tidak bisa dibayangkan sih.

Saat ini Rafid
di Borneo FC. Bagaimana awalnya?

Kalau di Borneo FC, saya baru Minggu kemarin. Saya dapat kesempatan untuk
mencoba di sana. Dilihat, dievaluasi. Terus, Presiden Klub Bos Nabil Husein dan
Coach Mario Gomez juga kasih saya berangkat. Baru hari kedua di sana dapat
kabar duka. Bapak saya telepon, jadi saya harus pulang. Saya berterima kasih
untuk presiden klub, Coach Gomes, dan manajer untuk bisa mengerti situasi
keluarga. Bahkan, mereka membelikan saya tiket.

Seperti apa
peran Pak Habibie dalam kehidupan Rafid?

Eyang Rudi (Habibie, Red), beliau yang take care saya setelah kakek saya
meninggal (Junus Effendi Habibie, Red). Waktu saya SD, beliau menjaga saya,
beliau yang menggantikan peran kakek saya untuk saya dan bapak saya (Rully
Habibie, Red). Memang dari dulu dekat dengan beliau. Jadi, beliau sudah
mengurus saya dengan baik.

Lalu,
bagaimana kelanjutan karirmu di Borneo FC?

Untuk di Borneo FC, saya belum bisa kasih tahu apa-apa. Sebab. saya juga belum
bicara. Jadi, ya mudah-mudahan saja masih dikasih kesempatan.

Rafid tadi
bilang pernah cedera? Cedera apa saat itu?

Cedera lutut, dua kali kambuh. Pertama, waktu saya di Sporting Lisbon. Lutut
bagian meniskus bermasalah. Jadi, saya out untuk beberapa bulan. Terus, saat
meniskusnya pulih, saya kembali ke sepak bola. Saya ke Italia, terus dipanggil
timnas U-16 dua kali. Yang TC terakhir sebelum AFF Cup U-16 2017 saya cedera.
Itu yang membuat saya down sekali. Sebab, MCL saya kena. Jadi, saya akhirnya
out. Coach Indra Sjafri tadinya mau coba. Tetapi, dokter sama fisioterapis
bilang nggak mungkin. Jadi, saya out. Itu yang saya sesali. Cuman ya belum
rezeki saya mungkin.

Sebagai pemain
bola, adakah tokoh sepak bola yang Rafid idolakan?

Ada banyak, sih. Cuman ada satu dulu bapak saya bawa pelatih ke PSM. Coach Petar
Segrt. Dia adalah orang yang berbeda karena dia mau berkorban. Dia lakukan
dengan passion. Dia tumbuh di daerah konflik. Dan kecintaan dia ke PSM sampai
dia dekat dengan anak asuhnya. Dia rela keluarin uang pribadi untuk nutupi
kekuarangan yang saat itu PSM lagi jatuh. Dia bangun bersama bapak saya itu.
Sempat tidak ada yang nonton PSM. Kosong stadion. Sampai akhirnya banyak lagi
yang datang di stadion.

Ayah Rafid
pernah menjadi CEO PSM Makassar. Kalau bagi Rafid, ada keinginan untuk
berseragam PSM?

Ya, itu sebenarnya ada dalam salah satu high light hidup saya. Juga karena
bapak saya tidak pernah segitunya sama sepak bola. Setelah saya memutuskan
bergabung, akhirnya bapak saya ikut terjun.

Rafid berasal
dari keluarga yang mengutamakan pendidikan. Selama meniti karir di dunia sepak
bola, bagaimana pendidikan formal Rafid?

Selama meniti karir kan saya nggak boleh tinggalkan pendidikan sama sekali.
Saya banyak belajar juga. Saya banyak ambil sertifikat dari bahasa Italia.
Sekarang proses bahasa Spanyol. Home schooling juga untuk pelajaran lainnya.

Soal Eyang
Habibie, sedekat apa Rafid dengan beliau? Lalu, ketika Rafid memilih berkarir
di sepak bola, apa nasihat beliau untuk Rafid?

Yang selalu saya ingat adalah apa pun yang kami mau, kejar. Apa pun impian kami
asal itu bisa menjadi dampak positif untuk orang sekitar. Bisa memotivasi orang
untuk berkarir dan bermimpi. Silakan. Asal jangan pernah lupakan silsilah
keluarga. Kewajiban keluarga juga jangan dilupakan. Yaitu pendidikan. Jangan
menyerah untuk sebuah mimpi sampai Tuhan memanggil pulang.(nia/ali/kpc)

Exit mobile version