Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, menilai Lomba Joget Gemoy yang diselenggarakan politikus Gerindra, Dedi Mulyadi, merupakan bentuk komunikasi profetik. Lewat joget Gemoy, Prabowo menggunakan komunikasi dengan berbasis pada spirit nilai-nilai kenabian.
Hal ini disampaikan Toto terkait dengan makin populernya Joget Gemoy yang dijadikan brand capres Prabowo Subianto, yang kemudian dilombakan oleh Dedi Mulyadi. Kegiatan tersebut diadakan Dedi dalam rangka mensosialisasikan politik riang gembira untuk mencairkan ketegangan dalam menghadapi Pilpres 2024.
Hal yang semakin terlihat dari sosok Pabowo, menurut Toto, Prabowo bukan politikus pendendam. Justru dia lebih banyak merangkul kepada siapapun yang dianggap telah mengkhianatinya.
“Prabowo tampak tulus berjuang. Dia tidak pernah menyerang. Dan saat diserang, dia lebih memilih diam ketimbang melayani serangan, termasuk fitnah. Dari sisi ini, saya melihat Prabowo itu sebenarnya sedang mengamalkan jurus komunikasi profetik,” katanya.
Lewat joget ini, menurut Toto, Prabowo ingin memberi pesan bahwa dirinya tak terlalu memperdulikan berbagai serangan yang dialamatkan kepada dirinya. Mulai dari yang bersifat mencaci, menghina dan bahkan memfitnahnya.
“Ini kan jelas pesan moral agar kita selalu sabar, kuat dan tahan menghadapi berbagai bentuk serangan seperti tadi. Termasuk, dalam kontek pertarungan politik,” kata Toto, Minggu (26/11).
Menurut Toto, jika Joget Gemoy ini akan terus trending maka berpotensi mendongkrak selain popularitas, tapi juga elektabilitas Prabowo. Apalagi, kata Toto, istilah Joget Gemoy Prabowo ini muncul pertama kali disuarakan anak-anak muda.
“Karena itu, efek positifnya sangat potensial punya tempat di segmen anak muda, khususnya anak muda berkategori gen Z yang jumlahnya semakin besar,” kata Toto.
Lepas dari soal itu, menurut Toto, lomba yang digelar Dedi Mulyadi ini sebagai cara cerdas mempopulerkan pasangan Prabowo-Gibran. Apalagi, ada pesan moral yang sangat kuat tentang politik riang gembira dengan tidak mengumbar cacian, hinaan dan fitnah.
“Inilah yang membedakan Prabowo hari ini dengan Prabowo dulu, tepatnya pada Pilpres 2019 lalu. Seperti yang terpotret di survei LSI Denny JA, secara karakter personal, Prabowo hari ini dipersepsi sebagai figur strong leader,” ungkapnya.
Menurut Toto, hal yang membedakannya dengan Prabowo dulu, saat ini sudah mulai dipersepsi plus, yaitu selain strong leader, juga figur yang semakin humanis. Salah satunya terlihat dari sikapnya yang tak mudah terpancing, tak lagi emosional dan lebih sering bercanda.(jpc/ind)