32.5 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Mendagri Tegaskan Tak Bisa Pecat Gubernur

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan
tidak ada pasal yang mengakomodasi Mendagri bisa memberhentikan kepala daerah
dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Jika memang ada pasal yang dimaksud,
mantan Kapolri ini mengaku akan menurunkannya.

“Pertama, saya mau koreksi di
dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Saya sudah cek belum ada pasal mengenai
pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri atau Presiden. Kalaupun ada, saya
sebagai Mendagri meminta itu didrop (diturunkan, Red),” tegas Tito saat rapat
dengan komisi II di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1).

Dia beralasan soal pemberhentian
gubernur atau kepala daerah telah dibahas di dalam UU 23 Tahun 2014 tentang
Kepala Daerah. Di dalam UU tersebut telah diatur proses pemberhentian kepala
daerah.

“Kenapa? Karena sudah ada UU-nya.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Kita lihat pasal 67, 68, 69, 76,
sampai 89. Di situ berisi tentang bahwa kepala daerah diberhentikan oleh
Presiden. Pertama, apabila meninggal dunia. Kedua seandainya mengundurkan diri.
Yang ketiga diberhentikan. Nah diberhentikan ini salah satunya karena tidak
melaksanakan program strategis nasional. Misalnya meninggalkan tempat
berturut-turut tanpa izin selama 7 hari atau akumulatif tidak berturut-turut
selama 1 bulan. Ada teguran pertama, teguran kedua. Itu dapat diberhentikan
temporer tiga bulan,” jelasnya.

Baca Juga :  Rumah Dinas untuk Tenaga Medis dan Guru di Daerah Pelosok Jadi Priorit

Dari UU tersebut, Tito memastikan
wacana pemberhentian kepala daerah telah diatur. Tito mengatakan dalam UU
tersebut, gubernur dapat mengajukan pemberhentian bupati atau wali kota kepada
Kemendagri.

“Nah ini baca saja pasal itu. Artinya
apa? Wacana tentang kewenangan Presiden cq Kemendagri untuk memberhentikan
kepala daerah sudah diatur UU. Bahkan bukan hanya pusat kepada Gubernur. Di UU
itu, Gubenur dapat mengajukan pemberhentian kepala daerah, Bupati dan Wali Kota
yang tidak sesuai pasal-pasal tersebut kepada Mendagri,” imbuhnya.

Anggota Komisi II Sodik Mujahid
mengatakan gubernur merupakan jabatan politik dan tak bisa dipecat oleh
Mendagri. “Saya ditanya soal RUU Cipta Lapangan kerja, Mendagri bisa memecat
gubernur, bupati dan sebagainya. Saya katakan gubernur dan bupati itu jabatan
politik. Bukan tenaga kerja biasa. Tidak bisa dipecat oleh atasan, tetapi harus
oleh DPRD dan lain-lain,” terang Sodik.

Baca Juga :  Yohanes Terpilih Kembali Nakhodai DPC PDIP Kapuas

Pihaknya akan membahas intens
soal ini. “Pertanyaan saya adalah apakah dalam panja tersebut, ada pihak dari
Kemendagri tidak? Sehingga ada pasal yang berbunyi seperti itu. Mendagri bisa
memecat gubernur. Kemudian, gubernur bisa memecat bupati dan seterusnya. Apakah
ada pihak pemerintah yang masuk dalam panja tersebut?” tanya Sodik. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memastikan
tidak ada pasal yang mengakomodasi Mendagri bisa memberhentikan kepala daerah
dalam RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Jika memang ada pasal yang dimaksud,
mantan Kapolri ini mengaku akan menurunkannya.

“Pertama, saya mau koreksi di
dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Saya sudah cek belum ada pasal mengenai
pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri atau Presiden. Kalaupun ada, saya
sebagai Mendagri meminta itu didrop (diturunkan, Red),” tegas Tito saat rapat
dengan komisi II di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/1).

Dia beralasan soal pemberhentian
gubernur atau kepala daerah telah dibahas di dalam UU 23 Tahun 2014 tentang
Kepala Daerah. Di dalam UU tersebut telah diatur proses pemberhentian kepala
daerah.

“Kenapa? Karena sudah ada UU-nya.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Kita lihat pasal 67, 68, 69, 76,
sampai 89. Di situ berisi tentang bahwa kepala daerah diberhentikan oleh
Presiden. Pertama, apabila meninggal dunia. Kedua seandainya mengundurkan diri.
Yang ketiga diberhentikan. Nah diberhentikan ini salah satunya karena tidak
melaksanakan program strategis nasional. Misalnya meninggalkan tempat
berturut-turut tanpa izin selama 7 hari atau akumulatif tidak berturut-turut
selama 1 bulan. Ada teguran pertama, teguran kedua. Itu dapat diberhentikan
temporer tiga bulan,” jelasnya.

Baca Juga :  Rumah Dinas untuk Tenaga Medis dan Guru di Daerah Pelosok Jadi Priorit

Dari UU tersebut, Tito memastikan
wacana pemberhentian kepala daerah telah diatur. Tito mengatakan dalam UU
tersebut, gubernur dapat mengajukan pemberhentian bupati atau wali kota kepada
Kemendagri.

“Nah ini baca saja pasal itu. Artinya
apa? Wacana tentang kewenangan Presiden cq Kemendagri untuk memberhentikan
kepala daerah sudah diatur UU. Bahkan bukan hanya pusat kepada Gubernur. Di UU
itu, Gubenur dapat mengajukan pemberhentian kepala daerah, Bupati dan Wali Kota
yang tidak sesuai pasal-pasal tersebut kepada Mendagri,” imbuhnya.

Anggota Komisi II Sodik Mujahid
mengatakan gubernur merupakan jabatan politik dan tak bisa dipecat oleh
Mendagri. “Saya ditanya soal RUU Cipta Lapangan kerja, Mendagri bisa memecat
gubernur, bupati dan sebagainya. Saya katakan gubernur dan bupati itu jabatan
politik. Bukan tenaga kerja biasa. Tidak bisa dipecat oleh atasan, tetapi harus
oleh DPRD dan lain-lain,” terang Sodik.

Baca Juga :  Yohanes Terpilih Kembali Nakhodai DPC PDIP Kapuas

Pihaknya akan membahas intens
soal ini. “Pertanyaan saya adalah apakah dalam panja tersebut, ada pihak dari
Kemendagri tidak? Sehingga ada pasal yang berbunyi seperti itu. Mendagri bisa
memecat gubernur. Kemudian, gubernur bisa memecat bupati dan seterusnya. Apakah
ada pihak pemerintah yang masuk dalam panja tersebut?” tanya Sodik. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru