29.2 C
Jakarta
Thursday, September 19, 2024

Putusan MK Disebut Membuka Ruang bagi Calon yang Belum Dapat Koalisi Permanen

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), Jhon Retei Alfri Sandi menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024) di ruang sidang pleno MK, menetapkan ambang batas baru yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah. Termasuk gubernur, bupati, dan walikota. Putusan ini merupakan respon terhadap permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Menurut bunyi putusan tersebut, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon.

Baca Juga :  Agustiar Sabran Masuk Bursa Cabup PDIP Kotim

Salah satu syaratnya adalah di provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus meraih minimal 10% suara sah.

Di Kalteng misalnya, dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.935.116 pemilih, artinya partai politik atau gabungan partai politik harus mencapai sekurangnya 10 persen suara untuk dapat mengusung calon sendiri.

Menurut Jhon, putusan MK terbaru ini, membawa berkah bagi pasangan calon lain yang masih belum mendapatkan koalisi permanen atau bangunan koalisinya tidak stabil.

”Dengan perubahan keputusan MK yang baru ini, sangat memiliki arti. Kalau saya nilai cukup fundamental untuk mengubah konstruksi konfigurasi pasangan-pasangan calon yang selama beberapa bulan ini sudah dirancangan sedemikian rupa, karena keputusan MK sangat membuka ruang bagi partai-partai,” ujarnya, Rabu (21/8).

Baca Juga :  Nasdem Tetapkan Unsur Pimpinan DPRD di 4 Daerah

Menurutnya, partai-partai yang berkoalisi jauh-jauh hari bangunannya sudah kokoh. Sehingga perubahan koalisi dalam waktu menjelang pendaftaran KPU tidak terlalu tajam. Dia mencontohkan seperti PDI-P dan Demokrat yang telah berkoalisi di Pilkada Kalteng.

”Beda kasusnya dengan Golkar, Gerindra dan lain-lain. Keputusan MK ini membuka ruang ke calon-calon lain yang sekian bulan sulit mendapat dukungan dari partai yang besar, bisa memiliki peluang ke partai-partai yang kecil, sepanjang memenuhi 10 persen,” terangnya.(hfz/hnd)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR), Jhon Retei Alfri Sandi menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024) di ruang sidang pleno MK, menetapkan ambang batas baru yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah. Termasuk gubernur, bupati, dan walikota. Putusan ini merupakan respon terhadap permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Menurut bunyi putusan tersebut, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon.

Baca Juga :  Agustiar Sabran Masuk Bursa Cabup PDIP Kotim

Salah satu syaratnya adalah di provinsi dengan jumlah penduduk hingga 2.000.000 jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus meraih minimal 10% suara sah.

Di Kalteng misalnya, dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 1.935.116 pemilih, artinya partai politik atau gabungan partai politik harus mencapai sekurangnya 10 persen suara untuk dapat mengusung calon sendiri.

Menurut Jhon, putusan MK terbaru ini, membawa berkah bagi pasangan calon lain yang masih belum mendapatkan koalisi permanen atau bangunan koalisinya tidak stabil.

”Dengan perubahan keputusan MK yang baru ini, sangat memiliki arti. Kalau saya nilai cukup fundamental untuk mengubah konstruksi konfigurasi pasangan-pasangan calon yang selama beberapa bulan ini sudah dirancangan sedemikian rupa, karena keputusan MK sangat membuka ruang bagi partai-partai,” ujarnya, Rabu (21/8).

Baca Juga :  Nasdem Tetapkan Unsur Pimpinan DPRD di 4 Daerah

Menurutnya, partai-partai yang berkoalisi jauh-jauh hari bangunannya sudah kokoh. Sehingga perubahan koalisi dalam waktu menjelang pendaftaran KPU tidak terlalu tajam. Dia mencontohkan seperti PDI-P dan Demokrat yang telah berkoalisi di Pilkada Kalteng.

”Beda kasusnya dengan Golkar, Gerindra dan lain-lain. Keputusan MK ini membuka ruang ke calon-calon lain yang sekian bulan sulit mendapat dukungan dari partai yang besar, bisa memiliki peluang ke partai-partai yang kecil, sepanjang memenuhi 10 persen,” terangnya.(hfz/hnd)

Terpopuler

Artikel Terbaru