26.7 C
Jakarta
Monday, December 23, 2024

Owi: Nabi Saja ada yang Palsu, Apalagi Ketum Partai

Wakil Sekertaris
Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Baidowi memastikan, tidak ada
islah dalam Muktamar IX PPP yang bakal digelar pada 2020 mendatang. Menurutnya,
dualisme kepengurusan sudah selesai pada 2016 lalu.

“Artinya secara
politik tidak ada persoalan lagi, semuanya terbukti hadir dalam pembukaan
rakernas,” ujar Baidowi yang juga Ketua Panitia Mukernas V PPP di Sahid Jaya
Hotel Jakarta, Minggu (15/12).

Polikus muda yang
biasa disapa Owi itu juga menuturkan, esksisnya PPP kubu Humphrey Djemat tak
jadi masalah bagi pihaknya. Sebab sejauh ini mereka telah mengantongi Surat
Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).

“Jadi sudah selesai
dualismenya. Persoalan ada yang mengaku sebagai ketua umum itu biasa saja.
Zaman dulu saja ada yang mengaku-ngaku nabi. Nabi aja ada yang palsu, apa lagi
ketua umum partai,” paparnya.

Karena, lanjut Owi,
faktanya negara hanya mengakui satu PPP yang berhak ikut pemilu dan pilkada.
Karena itu, sebagai pihak yang mengantongi SK Kemen Kumham, maka yang berhak
menggelar Muktamar IX ialah kubunya atau PPP hasil muktamar Pondok Gede.

Baca Juga :  Diimingi Cagub, Nadalsyah Tetap Pilih Mundur sebagai Ketua Demokrat Kalteng

“Muktamar dilakukan
oleh DPP yang diakui negara. Persoalan ada teman-teman yang masih ada di
seberang sana, silakan jika ingin bergabung. Asal ikut aturan main yang
ditetapkan organisasi PPP termasuk ketentuan AD/ART,” pungkasnya.

Sebelumnya, Humphrey
Djemat mengklaim PPP masih terpecah dua kubu. Islah 2016 sebagaimana yang
diklaim kubu Suharso Monoarfa menurutnya tidak pernah terjadi.

“Kalau di 2016
dinyatakan sudah islah, kita bisa melihat apa benar itu terwujud apa tidak?
Tapi sampai sekarang kita melihat PPP muktamar Jakarta itu masih eksis, bahkan
struktur sangat kuat dari atas sampai bawah. Bahkan mendapat dukungan dari akar
rumput,” ujarnya di Senayan, Kamis (12/12).

Dia pun berharap agar
musyawarah kerja nasional (mukernas) yang digelar PPP muktamar Pondok Gede
dalam pekan ini membahas rencana islah itu. Menurut Humphrey, jika kedua kubu
terus berseteru, kemungkinan besar PPP diambang kehancuran pada Pemilu 2024.

Baca Juga :  8 Tokoh KAMI Ditangkap, 5 Sudah Jadi Tersangka dan Ditahan

“Islah yang
bermartabat dan setara. Dengan secara bermartabat ini kita akan bisa membuat PPP
lebih menyatu dan saling kuat ke depannya,” harap Humprey

Humphrey pun
mengharapkan, PPP sudah saatnya untuk bersatu. Dalam hal ini, dia berkaca pada
hasil Pemilu 2019 dimana perolehan suara PPP hanya merosot tajam hingga 4,52
persen dan hanya meraih 19 kursi di DPR, atau merosot hampir separuh dari
perolehan kursi DPR pada 2014 sebanyak 39 kursi.

Seandainya PPP
memperoleh kurang dari 4 persen suara secara nasional, maka partai berlambang
kakbah ini terlempar dari panggung politik nasional. Diketahui, UU Nomor 7
tahun 2017 tentang Pemilu menyaratkan perolehan suara parpol minimal 4 persen
untuk dapat mengirimkan wakilnya ke DPR.

“Nah kita semua elemen
PPP, baik di muktamar Jakarta yang saya pimpin maupun PPP yang dipimpin Pak
Suharso (Suharso Monoarfa) ini, mulailah berhubungan, berkomunikasi dan mulai
mempersiapkan diri untuk muktamar bersama yang bermartabat dan setara,”
tukasnya.(jpc)

 

Wakil Sekertaris
Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Baidowi memastikan, tidak ada
islah dalam Muktamar IX PPP yang bakal digelar pada 2020 mendatang. Menurutnya,
dualisme kepengurusan sudah selesai pada 2016 lalu.

“Artinya secara
politik tidak ada persoalan lagi, semuanya terbukti hadir dalam pembukaan
rakernas,” ujar Baidowi yang juga Ketua Panitia Mukernas V PPP di Sahid Jaya
Hotel Jakarta, Minggu (15/12).

Polikus muda yang
biasa disapa Owi itu juga menuturkan, esksisnya PPP kubu Humphrey Djemat tak
jadi masalah bagi pihaknya. Sebab sejauh ini mereka telah mengantongi Surat
Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).

“Jadi sudah selesai
dualismenya. Persoalan ada yang mengaku sebagai ketua umum itu biasa saja.
Zaman dulu saja ada yang mengaku-ngaku nabi. Nabi aja ada yang palsu, apa lagi
ketua umum partai,” paparnya.

Karena, lanjut Owi,
faktanya negara hanya mengakui satu PPP yang berhak ikut pemilu dan pilkada.
Karena itu, sebagai pihak yang mengantongi SK Kemen Kumham, maka yang berhak
menggelar Muktamar IX ialah kubunya atau PPP hasil muktamar Pondok Gede.

Baca Juga :  Diimingi Cagub, Nadalsyah Tetap Pilih Mundur sebagai Ketua Demokrat Kalteng

“Muktamar dilakukan
oleh DPP yang diakui negara. Persoalan ada teman-teman yang masih ada di
seberang sana, silakan jika ingin bergabung. Asal ikut aturan main yang
ditetapkan organisasi PPP termasuk ketentuan AD/ART,” pungkasnya.

Sebelumnya, Humphrey
Djemat mengklaim PPP masih terpecah dua kubu. Islah 2016 sebagaimana yang
diklaim kubu Suharso Monoarfa menurutnya tidak pernah terjadi.

“Kalau di 2016
dinyatakan sudah islah, kita bisa melihat apa benar itu terwujud apa tidak?
Tapi sampai sekarang kita melihat PPP muktamar Jakarta itu masih eksis, bahkan
struktur sangat kuat dari atas sampai bawah. Bahkan mendapat dukungan dari akar
rumput,” ujarnya di Senayan, Kamis (12/12).

Dia pun berharap agar
musyawarah kerja nasional (mukernas) yang digelar PPP muktamar Pondok Gede
dalam pekan ini membahas rencana islah itu. Menurut Humphrey, jika kedua kubu
terus berseteru, kemungkinan besar PPP diambang kehancuran pada Pemilu 2024.

Baca Juga :  8 Tokoh KAMI Ditangkap, 5 Sudah Jadi Tersangka dan Ditahan

“Islah yang
bermartabat dan setara. Dengan secara bermartabat ini kita akan bisa membuat PPP
lebih menyatu dan saling kuat ke depannya,” harap Humprey

Humphrey pun
mengharapkan, PPP sudah saatnya untuk bersatu. Dalam hal ini, dia berkaca pada
hasil Pemilu 2019 dimana perolehan suara PPP hanya merosot tajam hingga 4,52
persen dan hanya meraih 19 kursi di DPR, atau merosot hampir separuh dari
perolehan kursi DPR pada 2014 sebanyak 39 kursi.

Seandainya PPP
memperoleh kurang dari 4 persen suara secara nasional, maka partai berlambang
kakbah ini terlempar dari panggung politik nasional. Diketahui, UU Nomor 7
tahun 2017 tentang Pemilu menyaratkan perolehan suara parpol minimal 4 persen
untuk dapat mengirimkan wakilnya ke DPR.

“Nah kita semua elemen
PPP, baik di muktamar Jakarta yang saya pimpin maupun PPP yang dipimpin Pak
Suharso (Suharso Monoarfa) ini, mulailah berhubungan, berkomunikasi dan mulai
mempersiapkan diri untuk muktamar bersama yang bermartabat dan setara,”
tukasnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru