PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Peta politik pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) makin terang. Setidaknya sudah ada dua bakal pasangan calon (bapaslon) yang digadang-gadang maju dan berkaoalisi pada pesta demokrasi lima tahunan ini.
Dari sejumlah baliho yang bertebaran itu, ada pasangan Nadalsyah dan Sigit K Yunianto serta pasangan Iwan Kurniawan dan Faridawaty Darland Atjeh. Nadalsyah merupakan Ketua DPD Demokrat Kalteng. Partai politik (parpol) yang dinakhodainya memiliki 6 kursi di DPRD Kalteng, sedangkan Sigit KYunianto merupakan Sekretaris DPD PDIP.
Partai besutan Megawati Soekarnoputri ini punya 10 kursi di DPRD Kalteng. Jika keduanya berkaoalisi, maka syarat dukungan parpol untuk bertarung pada pilkada 27 November mendatang sudah lebih dari cukup.
Jauh sebelum munculnya baliho Nadalsyah dan Sigit K Yunianto, lebih dahulu muncul baliho pasangan Iwan Kurniawan dan Faridawaty Darland Atjeh. Keduanya sama-sama pimpinan tertinggi di parpol.
Iwan Kurniawan merupakan Ketua DPD Gerindra, sedangkan Faridawaty merupakan Ketua DPW NasDem Kalteng. Dua parpol ini sama-sama memiliki 5 kursi di DPRD Kalteng. Menanggapi itu, pengamat politik dari Universitas Muhammdiyah Palangkaraya (UMPR) Farid Zaky menyebut isu yang selama bertebaran, kini sudah mulai terang. Menurutnya, itu bisa jadi pertanda pasangan Nadalsyah dan Sigit K Yunianto siap bertarung pada pilkada Kalteng.
“Isu yang selama ini simpang siur, sekarang sudah mulai terang benderang. Terlihat pasangan ini siap melawan pasangan mana sajapada Pilkada nanti,” ucap Farid dilansir dari Kalteng Pos, Senin (15/7).
Farid menilai, jika pasangan ini berjodoh, hal ini menunjukkan bahwa posisi PDIP tidak pada biasanya. Sebagai partai pemenang pileg di Kalteng, tiba-tiba mengambil langkah yang mengejutkan dengan menempati posisi kedua. Menurutnya, kondisi itu akan menjadi hambatan psikologis, yang mana akar rumput akan mulai terbelah.
“Ada sebagian kalangan akar rumput bersuara PDIP harus nomor satu, karena punya kursi terbanyak. Sementara ada juga yang menginginkan terbentuknya jembatan antara PDIP dan Partai Demokrat,” tegasnya.
Farid menduga baliho tersebut merupakan gimik belaka. Sebab, sejauh ini sering bertebaran baliho ataupun pamflet Nadalsyah yang berpasangan dengan tokoh-tokoh lain, seperti Marukhan, Supian Hadi dan Habib Ismail.
“Masyarakat melihat itu sebatas cek ombak belaka, ditambah lagi kalau PDIP sebagai partai pemenang pileg harus berada di posisi kedua, masyarakat akan bertanya-tanya, dalam bahasa gaulnya kok agak laen,” tegasnya.
Bahkan apabila benar terjadi poros Partai Demokrat dan PDIP, itu akan lebih bagus. Hal ini akan membuat PDIP tidak kehilangan momentum. Karena saat ini partai besutan Megawati tersebut bukan lagi penguasa, dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden. Sehingga apabila masih menerapkan pola menit-menit akhir, justru akan membuat PDIP kehilangan momentum.
“PDIP tentu ingin mengambil sikap siap agar tidak kehilangan momentum. Walaupun sebagai partai dengan raihan kursi terbanyak, tetapi konstelasi politiknasional kan berbeda,” tuturnya.
Untuk menghilangkan persepsi gimik belaka, Farid menyebut perlu ada deklarasi resmi dari pasangan tersebut. Sehingga peta perpolitikan di Kalteng mulai jelas. Tinggal melihat bagaimana respons masyarakat nanti.
“Saya kira perlu ada deklarasi resmi dari pasangan ini. Jangan sampai baliho sudah ke mana-mana, tetapi tidak berjodoh,” tegasnya.
Farid menyebutkan semua partai sedang tarik ulur dan saling menunggu. Mereka tidak mau gegabah dalam mengambil langkah memberikan B1KWK ke bakal calon.
“Sekarang ini partai-partai sedang intens berkomunikasi. Jadi tarik ulur masih berlangsung. Karena alotnya negosiasi, maka sampai saat ini peta koalisi belum terang-benderang” katanya.
Menurut Farid, peta koalisi sangat ditentukan oleh partai politikmelalui komunikasi resminya.
“Misal, Abdul Razak dengan Golkarnya berhasil memenuhi syarat untuk menambah satu kursi melalui koalisi dengan PKS atau Perindo, maka itu juga akan mempengaruhi peta perpolitikan,” tegasnya.
Selain itu, yang menjadi sorotan adalah partai pemenang pilpres, Partai Gerindra. Menurutnya, ke mana partai yang berlambangkan burung Garuda itu berlabuh, tentu akan memberikan dampak luar biasa. Yang perlu dilihat juga adalah kemana berlabuhnya orang istana, dalam hal ini Agustiar Sabran.
Ke mana dan siapa yang mengusung saudara kandung dari Gubernur Kalteng Sugianto Sabran, tentu akan mengubah peta politik pada pilkada tahun ini.
“Kalau peta-peta itu kelihatan, maka akan terseleksi tokoh-tokoh yang sejauh ini sudah muncul. Yang tidak tergoyahkan saat ini adalah Abdul Razak, karena memang didukung dengan solidnya Partai Golkar,” ungkap Farid.
Selain salah satu figur yang digadang-gadang maju pada pilgub dan mengubah peta koalisi adalah Monica Rasyid. Anak dari pengusaha ternama Kalteng itu punya potensi untuk ikut berkontestasi.
Meski demikian, menurut Farid, tantangan terbesar yang akan dihadapi Monica adalah belum terbiasanya masyarakat Kalteng dengan pemimpin perempuan.
“Kalau kita bicara Monica Rasyid, tentu akan membicarakan Abdul Rasyid, yang bisa dibilang sebagai salah satu king makernya. Kalau ada bakal calon yang dipasangkan dengan putrinya, maka peta politik pasti berubah. Tetapi kehadiran calon pemimpin perempuan menjadi tantangan tersendiri,” tegasnya.
Ditanya terkait peluang Willy M Yoseph, menurut Farid akan sulit bagi mantan Bupati Murung Raya dua periode itu untuk maju, meski memiliki peluang. Apalagi Willy merupakan kader aktif PDIP.
“Apakah masih efektif kader yang pernah bertarung sebelumnya di- usung kembali dan mampu mendongkrak suara,” tutupnya. (ovi/ce/ala/kpg)