33.2 C
Jakarta
Monday, March 31, 2025

Cegah Politik Praktis, ASN Wajib Mundur Jika Maju Pilkada

PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO-Sejumlah birokrat masuk dalam bursa pemilihan kepala daerah (pilkada) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada aparatur sipil negara (ASN) untuk segera mundur dari status abdi negara jika ingin ikut berkontestasi dalam pilkada serentak.

“Aturan ini tak lain tak bukan untuk mencegah adanya irisan antara kepentingan politik praktis seperti kontestasi pilkada dan tugas-tugas administratif di birokrasi,” kata pengamat politik dan pemerintahan, Farid Zaky Yopiannor, Kamis (4/7).

Terbitnya SE itu merupakan hal positif untuk mencegah konflik kepentingan antara kepentingan politik elektoral dengan urusan birokrasi pelayanan publik. Mendekati pendaftaran pilkada, suhu politik di daerah-daerah memanas. Apalagi rekomendasi dari parpol untuk mengusung calon akan segera diturunkan.

“Maka secara etika, kalau mau terjun total dalam perhelatan pilkada, atau sudah terang-terangan ingin maju pilkada, maka sebaiknya ASN bersangkutan segera mengajukan pengunduran diri dari abdi negara,” ujarnya.

Beberapa ASN yang menjabat sebagai pimpinan tinggi di suatu daerah, seperti penjabat (pj) kepala daerah, sebagian cukup vokal mengungkapkan keinginan untuk maju ke pilkada.

Apalagi beberapa pj kepala daerah merasa memiliki elektabilitas yang tinggi untuk menjadi kepala daerah definitif melalui pilkada. Jika masih menjabat, tetapi terang-terangan meminta dukungan, maka ASN bersangkutan bisa mendapat sanksi.

Baca Juga :  Soroti Masalah Pinjol, Anies Sebut Koperasi Solusinya

Sayangnya, dalam beberapa kasus sanksi yang diberikan tidak keras. Hanya berupa hukuman disiplin, kendati ada hukuman yang lebih keras seperti pemberhentian dengan tidak hormat.

“Umumnya ada sanksi disiplin berupa pelanggaran, tetapi biasanya sanksi itu tidak menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan, dalam tanda kutip banyak yang tidak menghiraukan sanksi itu karena berpikir toh enggak dipecat dari ASN,” jelasnya.

Ancaman hukuman paling berat bagi ASN adalah pemberhentian secara tidak hormat, jika terbukti melakukan politik praktis sebagai ASN aktif. Selain faktor institusional seperti longgarnya aturan, juga soal integritas individu bersangkutan.

“Tergantung individu ASN, kalau dia memahami aturan, maka dia bisa menahan diri. Karena jika dia sadar diri sebagai ASN aktif, dia akan mawas diri dan tidak akan melanggar aturan-aturan yang ada, idealnya demikian, tetapi kondisi di beberapa daerah berbeda, karena godaan politik praktis itu sangat menggiurkan,”ujarnya.

Seperti diketahui, Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengungkapkan, sejumlah pj kepala daerah telah berbicara kepadanya terkait rencana pengunduran diri mereka.

“Beberapa sudah ada yang masuk (membicarakan untuk mundur, red), bisa dicek datanya di BKD,” beber Edy, Rabu (3/7).

Baca Juga :  Kali Kedua ke Sumatra Utara, Prabowo Disambut Meriah Belasan Ribu Warga di Deli Serdang

Edy tidak memberikan jawaban gamblang terkait pj kepala daerah mana saja yang berencana mundur. Namun, ia menyebut ada pj kepala daerah yang ingin mundur, tetapi masih menunggu hingga batas waktu pengunduran diri ASN untuk maju pilkada, yakni 17 Juli.

“Mereka (beberapa pj kepala daerah, red) masih menunggu pertengahan bulan untuk mundur, yang konsultasi untuk mengundurkan diri sudah ada beberapa,” ujarnya.

Menurut Edy, berdasarkan laporan dari BKD Kalteng, sudah ada satu atau dua pj kepala daerah yang ingin mundur dari jabatannya untuk maju pada pilkada tingkat kabupaten.

“Sudah ada yang konsultasi, tetapi ada juga yang memang sudah mengajukan pengunduran diri. Mereka siap untuk maju pilkada, tetapi ada yang masih menunggu sampai pertengahan bulan ini,” terangnya.

Edy menyebut, Gubernur Kalteng telah mengeluarkan surat edaran yang mengingatkan pj kepala daerah atau ASN untuk mundur dari jabatan, jika ingin maju dalam kontestasi pilkada.

“Kami sudah keluarkan sesuai dengan surat edaran (SE) dari Mendagri RI. Batas waktunya pertengahan bulan ini atau tanggal 17, pastinya sudah ada yang konsultasi untuk mundur,” pungkasnya. (dan/ce/ala/kpg)

PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO-Sejumlah birokrat masuk dalam bursa pemilihan kepala daerah (pilkada) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI sudah mengeluarkan surat edaran (SE) kepada aparatur sipil negara (ASN) untuk segera mundur dari status abdi negara jika ingin ikut berkontestasi dalam pilkada serentak.

“Aturan ini tak lain tak bukan untuk mencegah adanya irisan antara kepentingan politik praktis seperti kontestasi pilkada dan tugas-tugas administratif di birokrasi,” kata pengamat politik dan pemerintahan, Farid Zaky Yopiannor, Kamis (4/7).

Terbitnya SE itu merupakan hal positif untuk mencegah konflik kepentingan antara kepentingan politik elektoral dengan urusan birokrasi pelayanan publik. Mendekati pendaftaran pilkada, suhu politik di daerah-daerah memanas. Apalagi rekomendasi dari parpol untuk mengusung calon akan segera diturunkan.

“Maka secara etika, kalau mau terjun total dalam perhelatan pilkada, atau sudah terang-terangan ingin maju pilkada, maka sebaiknya ASN bersangkutan segera mengajukan pengunduran diri dari abdi negara,” ujarnya.

Beberapa ASN yang menjabat sebagai pimpinan tinggi di suatu daerah, seperti penjabat (pj) kepala daerah, sebagian cukup vokal mengungkapkan keinginan untuk maju ke pilkada.

Apalagi beberapa pj kepala daerah merasa memiliki elektabilitas yang tinggi untuk menjadi kepala daerah definitif melalui pilkada. Jika masih menjabat, tetapi terang-terangan meminta dukungan, maka ASN bersangkutan bisa mendapat sanksi.

Baca Juga :  Soroti Masalah Pinjol, Anies Sebut Koperasi Solusinya

Sayangnya, dalam beberapa kasus sanksi yang diberikan tidak keras. Hanya berupa hukuman disiplin, kendati ada hukuman yang lebih keras seperti pemberhentian dengan tidak hormat.

“Umumnya ada sanksi disiplin berupa pelanggaran, tetapi biasanya sanksi itu tidak menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan, dalam tanda kutip banyak yang tidak menghiraukan sanksi itu karena berpikir toh enggak dipecat dari ASN,” jelasnya.

Ancaman hukuman paling berat bagi ASN adalah pemberhentian secara tidak hormat, jika terbukti melakukan politik praktis sebagai ASN aktif. Selain faktor institusional seperti longgarnya aturan, juga soal integritas individu bersangkutan.

“Tergantung individu ASN, kalau dia memahami aturan, maka dia bisa menahan diri. Karena jika dia sadar diri sebagai ASN aktif, dia akan mawas diri dan tidak akan melanggar aturan-aturan yang ada, idealnya demikian, tetapi kondisi di beberapa daerah berbeda, karena godaan politik praktis itu sangat menggiurkan,”ujarnya.

Seperti diketahui, Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengungkapkan, sejumlah pj kepala daerah telah berbicara kepadanya terkait rencana pengunduran diri mereka.

“Beberapa sudah ada yang masuk (membicarakan untuk mundur, red), bisa dicek datanya di BKD,” beber Edy, Rabu (3/7).

Baca Juga :  Kali Kedua ke Sumatra Utara, Prabowo Disambut Meriah Belasan Ribu Warga di Deli Serdang

Edy tidak memberikan jawaban gamblang terkait pj kepala daerah mana saja yang berencana mundur. Namun, ia menyebut ada pj kepala daerah yang ingin mundur, tetapi masih menunggu hingga batas waktu pengunduran diri ASN untuk maju pilkada, yakni 17 Juli.

“Mereka (beberapa pj kepala daerah, red) masih menunggu pertengahan bulan untuk mundur, yang konsultasi untuk mengundurkan diri sudah ada beberapa,” ujarnya.

Menurut Edy, berdasarkan laporan dari BKD Kalteng, sudah ada satu atau dua pj kepala daerah yang ingin mundur dari jabatannya untuk maju pada pilkada tingkat kabupaten.

“Sudah ada yang konsultasi, tetapi ada juga yang memang sudah mengajukan pengunduran diri. Mereka siap untuk maju pilkada, tetapi ada yang masih menunggu sampai pertengahan bulan ini,” terangnya.

Edy menyebut, Gubernur Kalteng telah mengeluarkan surat edaran yang mengingatkan pj kepala daerah atau ASN untuk mundur dari jabatan, jika ingin maju dalam kontestasi pilkada.

“Kami sudah keluarkan sesuai dengan surat edaran (SE) dari Mendagri RI. Batas waktunya pertengahan bulan ini atau tanggal 17, pastinya sudah ada yang konsultasi untuk mundur,” pungkasnya. (dan/ce/ala/kpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru