33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Maret 2019, Ekspor Minyak Sawit Capai 2,96 Juta Ton

KINERJA ekspor minyak sawit Indonesia secara keseluruhan pada Maret
2019 tercatat meningkat 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 2,88
juta ton meningkat menjadi 2,96 juta. Sementara ekspor khusus CPO dan produk
turunannya meningkat dari 2,77 juta ton di Februari terkerek menjadi 2,78 juta
ton di Maret.

Mengutip data resmi GAPKI,
peningkatan permintaan CPO dan produk turunannya dari Indonesia yang cukup
signifikan datang dari Asia khususnya Korea Selatan, Jepang dan Malaysia.

Sementara itu, produksi minyak
sawit juga membukukan peningkatan 11 persen atau dari 3,88 juta ton di Februari
meningkat menjadi 4,31 juta ton di Maret. Dengan produksi yang cukup baik, stok
minyak sawit pada Maret ini masih terjaga dengan baik di 2,43 juta ton

Hingga saat ini, kelapa sawit
masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menambah devisa
negara. Pada tahun 2018 lalu, ekspor CPO mencapai 34 juta ton dengan nilai
sekitar Rp 270 triliun. Tujuan negara ekspor meliputi India, Uni Eropa,
Tiongkok, Pakistan, Bangladesh, serta negara lainnya.

“Pada tahun 2018 produksi CPO
mencapai 41,67 juta ton. Kita akan terus berupaya memperkuat hilirisasi,
seperti menyerap CPO untuk kebutuhan biodiesel,” jelas Direktur Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dalam keterangan pers, Kamis
(16/5/2019).

Baca Juga :  Tingkatkan Produksi CPO, PT GBSM Resmikan PKS Baru di Seruyan

Ke depannya, pengembangan energi
baru terbarukan sangat diperlukan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Untuk
itu, Kasdi menyebutkan pemanfaatan CPO pengembangan biodiesel sebagai salah satu
jenis energi terbarukan menjadi langkah strategis untuk mengoptimalkan
hilirisasi CPO. “Melalui penguatan hilirisasi CPO, diharapkan kesejahteraan
pekebun sawit turut meningkat karena terciptanya peluang pasar domestik yang
besar,” tuturnya.

Meskipun masih mengalami
peningkatan, ke depannya ekspor CPO Indonesia memang menghadapi sejumlah
tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah sentimen negatif Uni Eropa
terhadap sawit Indonesia. Salah satu bentuk terbaru dari sentimen negatif itu
adalah lahirnya kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang melarang
sawit sebagai biodiesel.

Untuk menghadapi sentiment
negatif Uni Eropa ini, pemerintah Indonesia melalui Kementan akan terus
berupaya melakukan negosiasi. Kasdi menuturkan, berdasarkan informasi
Kementerian Luar Negeri, masih ada jalan keluar dengan berdiskusi dengan pihak
Uni Eropa.

Baca Juga :  BI Perlonggar Aturan Kartu Kredit

Klaim Uni Eropa yang menyebutkan
bahwa perkebunan sawit memiliki resiko tinggi terhadap deforestasi, turut
dibantah oleh Kasdi. Indonesia sendiri juga sudah mempunyai sertifikasi
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan itu sudah menjadi pembuktian bahwa
pola perkebunan kelapa sawit yang dilakukan di Indonesia telah menerapkan
prinsip dan kriteria sustainability (keberlanjutan)

“JadI kalau ada klaim bahwa sawit
Indonesia tidak sustainable itu sama sekali tidak benar. Menurut catatan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam lima tahun terakhir
kita sudah tidak ada lagi pelepasan kawasan hutan sehingga salah kalau
dikatakan kelapa sawit membuka hutan,” pungkas Kasdi.

Tapi Kasdi menegaskan Pemerintah
Indonesia tidak hanya akan berpangku tangan dengan mengandalkan ekspor,
terutama jika hanya dalam bentuk mentah. Pihak Kementan akan terus mendorong
pemanfaatan CPO untuk biodiesel dalam negeri.

“Kementerian ESDM sudah
menetapkan B-30 dan sudah berjalan sedang di Kementan sudah B-100. Pesan dari
B-100 ini adalah bukan jangan ekspor tetapi kita mampu serap banyak sekali,”
kata Kasdi. (indopos/kpc)

KINERJA ekspor minyak sawit Indonesia secara keseluruhan pada Maret
2019 tercatat meningkat 3 persen dibandingkan bulan sebelumnya atau dari 2,88
juta ton meningkat menjadi 2,96 juta. Sementara ekspor khusus CPO dan produk
turunannya meningkat dari 2,77 juta ton di Februari terkerek menjadi 2,78 juta
ton di Maret.

Mengutip data resmi GAPKI,
peningkatan permintaan CPO dan produk turunannya dari Indonesia yang cukup
signifikan datang dari Asia khususnya Korea Selatan, Jepang dan Malaysia.

Sementara itu, produksi minyak
sawit juga membukukan peningkatan 11 persen atau dari 3,88 juta ton di Februari
meningkat menjadi 4,31 juta ton di Maret. Dengan produksi yang cukup baik, stok
minyak sawit pada Maret ini masih terjaga dengan baik di 2,43 juta ton

Hingga saat ini, kelapa sawit
masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia dalam menambah devisa
negara. Pada tahun 2018 lalu, ekspor CPO mencapai 34 juta ton dengan nilai
sekitar Rp 270 triliun. Tujuan negara ekspor meliputi India, Uni Eropa,
Tiongkok, Pakistan, Bangladesh, serta negara lainnya.

“Pada tahun 2018 produksi CPO
mencapai 41,67 juta ton. Kita akan terus berupaya memperkuat hilirisasi,
seperti menyerap CPO untuk kebutuhan biodiesel,” jelas Direktur Jenderal
Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dalam keterangan pers, Kamis
(16/5/2019).

Baca Juga :  Tingkatkan Produksi CPO, PT GBSM Resmikan PKS Baru di Seruyan

Ke depannya, pengembangan energi
baru terbarukan sangat diperlukan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Untuk
itu, Kasdi menyebutkan pemanfaatan CPO pengembangan biodiesel sebagai salah satu
jenis energi terbarukan menjadi langkah strategis untuk mengoptimalkan
hilirisasi CPO. “Melalui penguatan hilirisasi CPO, diharapkan kesejahteraan
pekebun sawit turut meningkat karena terciptanya peluang pasar domestik yang
besar,” tuturnya.

Meskipun masih mengalami
peningkatan, ke depannya ekspor CPO Indonesia memang menghadapi sejumlah
tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah sentimen negatif Uni Eropa
terhadap sawit Indonesia. Salah satu bentuk terbaru dari sentimen negatif itu
adalah lahirnya kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang melarang
sawit sebagai biodiesel.

Untuk menghadapi sentiment
negatif Uni Eropa ini, pemerintah Indonesia melalui Kementan akan terus
berupaya melakukan negosiasi. Kasdi menuturkan, berdasarkan informasi
Kementerian Luar Negeri, masih ada jalan keluar dengan berdiskusi dengan pihak
Uni Eropa.

Baca Juga :  BI Perlonggar Aturan Kartu Kredit

Klaim Uni Eropa yang menyebutkan
bahwa perkebunan sawit memiliki resiko tinggi terhadap deforestasi, turut
dibantah oleh Kasdi. Indonesia sendiri juga sudah mempunyai sertifikasi
Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan itu sudah menjadi pembuktian bahwa
pola perkebunan kelapa sawit yang dilakukan di Indonesia telah menerapkan
prinsip dan kriteria sustainability (keberlanjutan)

“JadI kalau ada klaim bahwa sawit
Indonesia tidak sustainable itu sama sekali tidak benar. Menurut catatan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam lima tahun terakhir
kita sudah tidak ada lagi pelepasan kawasan hutan sehingga salah kalau
dikatakan kelapa sawit membuka hutan,” pungkas Kasdi.

Tapi Kasdi menegaskan Pemerintah
Indonesia tidak hanya akan berpangku tangan dengan mengandalkan ekspor,
terutama jika hanya dalam bentuk mentah. Pihak Kementan akan terus mendorong
pemanfaatan CPO untuk biodiesel dalam negeri.

“Kementerian ESDM sudah
menetapkan B-30 dan sudah berjalan sedang di Kementan sudah B-100. Pesan dari
B-100 ini adalah bukan jangan ekspor tetapi kita mampu serap banyak sekali,”
kata Kasdi. (indopos/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru