29.5 C
Jakarta
Wednesday, April 17, 2024

Wah! RI Masuk Daftar Negara Paling Sering Dituduh Langgar Norma Perdag

JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Indonesia
masuk dalam daftar negara yang paling sering dituduh langgar norma perdagangan
internasional. Kondisi ini tidak menguntungkan. Apalagi di tengah pandemi.
Tuduhan anti-dumping dan safeguard berpotensi menyebabkan hilangnya triliunan
devisa negara.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Srie Agustina mengungapkan, hingga
periode Agustus 2019, Kemendag mencatat Indonesia menerima 328 kasus tuduhan
anti-dumping, anti safeguard, dan antisubsidi ekspor. Hal itu berakibat produk
ekspor Indonesia menjadi terhambat.

Namun dari semua tuduhan
tersebut, beberapa di antaranya sudah dilakukan advokasi dan proses hukum.
Sehingga ekspor komoditas bisa kembali berjalan.

Adapun negara yang paling sering
menuduh yaitu India sebanyak 54 tuduhan, serta Amerika Serikat dan Uni Eropa
sebanyak 37 tuduhan. Berikutnya, Australia sebanyak 28 kasus tuduhan.

Baca Juga :  Triwulan II 2021, Ekonomi Kalteng Tumbuh 5,56 Persen

Kemudian Turki (23 tuduhan),
Malaysia (19 tuduhan), Filipina (15 tuduhan), Afrika Selatan (14 tuduhan),
Brasil (11 tuduhan) dan dari berbagai negara lainnya sebanyak 90 tuduhan.

“Tantangan ke depan tidak mudah,
situasi ekonomi sulit masih akan kita hadapi,” ujarnya dalam diskusi virtual,
Senin (8/6).

Ia memaparkan, sejak 2015 hingga
2019 Indonesia menempati urutan ke delapan sebagai negara yang paling banyak
mendapat tuduhan. Menurut Srie, ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara yang diperhitungkan dalam perdagangan global.

“Dari sebanyak 5.833 inisiasi
penyelidikan anti-dumping yang terjadi di dunia, sebanyak 3.887 atau sekitar
66,64 persen berakhir pada penerapan anti-dumping measure,” ungkapnya.

Sementara untuk kasus
anti-subsidi, dalam kurun waktu tersebut Indonesia menempati urutan ke empat
yang paling banyak menerima tuduhan. Totalnya, terdapat 556 inisiasi
penyelidikan anti-subsidi di seluruh dunia.

Baca Juga :  Perempuan 66 Tahun Ini Jadi Kandidat Tunggal Ketua IMF

Dari jumlah tersebut, sebanyak
303 kasus atau sekitar 54,50 persen berakhir pada penerapan countervailing
measure. “Indonesia sendiri untuk kasus tuduhan anti-subsidi itu ada 24 kasus,
namun yang berakhir pada penerapan countervailing sebanyak 10 kasus,” pungkasnya.

JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut Indonesia
masuk dalam daftar negara yang paling sering dituduh langgar norma perdagangan
internasional. Kondisi ini tidak menguntungkan. Apalagi di tengah pandemi.
Tuduhan anti-dumping dan safeguard berpotensi menyebabkan hilangnya triliunan
devisa negara.

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Srie Agustina mengungapkan, hingga
periode Agustus 2019, Kemendag mencatat Indonesia menerima 328 kasus tuduhan
anti-dumping, anti safeguard, dan antisubsidi ekspor. Hal itu berakibat produk
ekspor Indonesia menjadi terhambat.

Namun dari semua tuduhan
tersebut, beberapa di antaranya sudah dilakukan advokasi dan proses hukum.
Sehingga ekspor komoditas bisa kembali berjalan.

Adapun negara yang paling sering
menuduh yaitu India sebanyak 54 tuduhan, serta Amerika Serikat dan Uni Eropa
sebanyak 37 tuduhan. Berikutnya, Australia sebanyak 28 kasus tuduhan.

Baca Juga :  Triwulan II 2021, Ekonomi Kalteng Tumbuh 5,56 Persen

Kemudian Turki (23 tuduhan),
Malaysia (19 tuduhan), Filipina (15 tuduhan), Afrika Selatan (14 tuduhan),
Brasil (11 tuduhan) dan dari berbagai negara lainnya sebanyak 90 tuduhan.

“Tantangan ke depan tidak mudah,
situasi ekonomi sulit masih akan kita hadapi,” ujarnya dalam diskusi virtual,
Senin (8/6).

Ia memaparkan, sejak 2015 hingga
2019 Indonesia menempati urutan ke delapan sebagai negara yang paling banyak
mendapat tuduhan. Menurut Srie, ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara yang diperhitungkan dalam perdagangan global.

“Dari sebanyak 5.833 inisiasi
penyelidikan anti-dumping yang terjadi di dunia, sebanyak 3.887 atau sekitar
66,64 persen berakhir pada penerapan anti-dumping measure,” ungkapnya.

Sementara untuk kasus
anti-subsidi, dalam kurun waktu tersebut Indonesia menempati urutan ke empat
yang paling banyak menerima tuduhan. Totalnya, terdapat 556 inisiasi
penyelidikan anti-subsidi di seluruh dunia.

Baca Juga :  Perempuan 66 Tahun Ini Jadi Kandidat Tunggal Ketua IMF

Dari jumlah tersebut, sebanyak
303 kasus atau sekitar 54,50 persen berakhir pada penerapan countervailing
measure. “Indonesia sendiri untuk kasus tuduhan anti-subsidi itu ada 24 kasus,
namun yang berakhir pada penerapan countervailing sebanyak 10 kasus,” pungkasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru