33.4 C
Jakarta
Friday, November 22, 2024

Digitalisasi Perdagangan Pasar Tradisional

Masyarakat Perlu Literasi Manfaat Lokapasar di Era Transformasi Digital

Pelaku usaha ternyata masih belum banyak merasakan dampak positif terhadap digitalisasi pasar melalui lokapasar. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan literasi terkait manfaat lokapasar di era transformasi digital.

Muhammad Hafidz, Palangka Raya

Siti Fatimah (43), merupakan satu dari 76 pengguna lapak Pasar Kahayan secara daring melalui lokapasar, dengan website pasar.id. Ia bersama sang suami, Muhammad Fauzi menjalankan usaha sebagai agen frozen food di Pasar Kahayan, Jalan Tjilik Riwut kilometer 1,5 Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya.

Pasar.id merupakan salah satu terobosan baru dari Bank BRI dalam digitalisasi perdagangan pasar tradisional, yakni dengan memfasilitasi seluruh pedagang pasar di Indonesia untuk melakukan aktivitas jual beli secara daring.

Spanduk bertuliskan “Agen Sosis Fauzi Frozen Food” yang berada di toko Pasar Kahayan diambil dari nama sang suami Fatimah, yang menjadi tempat mengais pundi-pundi rezeki. Berbagai macam produk frozen food seperti sosis, pangsit,nugget tersusun rapi di empat kulkas yang tersusun dengan rapi untuk siap dijual ke para pembeli.

Fatimah mengaku bisnis yang digeluti bersama suami sudah dijalaninya selama kurang lebih 4 tahun. Ia memulai bisnisnya dengan modal sedikit dan menjual dari rumahnya.

“Kita mulai usaha pelan pelan dari rumahan. Antar ke warung-warung, toko-toko,jar bapak (Suami,red) sambil jualan, akhirnya buka kecil-kecilan dari kulkas satu dan nambah-nambah,”ujarnya kepada awak media, Sabtu (6/5).

Dari awal bisnisnya dimulai, ia menceritakan usaha frozen food yang digelutinya memiliki omset perdananya Rp5 juta per bulannya. Bahkan, puncak tertinggi omset selama usaha frozen food yang dijalankan mencapai Rp10 juta perbulannya.

“Jualannya campur-campur tapi jumlahnya 1 kulkas dan nambah 1 kulkas, sekarang ada 4 kulkas,” imbuhnya.

Ibu yang memiliki dua anak ini mengungkapkan, bisnis yang digelutinya sempat mengalami titik rendahnya. Bisnis frozen food yang sempat mengalami penurunan terjadi pada saat pandemi Covid-19. Namun nasib baiknya, sang suami saat itu masih bekerja swasta. Sehingga bisa menopang bisnis yang dijalani.

Baca Juga :  BPJAMSOSTEK Terima Bantuan CSR Bank Kalteng Untuk Melindungi 500 Pelaku Usaha

“Saat pandemi, jualannya disitu aja, tidak online (daring,red) kecuali pasar.id oleh ditawari oleh BRI. Sekarang gak berjalan kayanya. Kemarin jualan di pasar.id pertama-pertamanya promosi ada pembelinya, terus sepi lagi,” keluhnya.

Fatimah menjelaskan, proses penjualan melalui website pasar.id yakni barang – barang yang dijual oleh pihak BRI. Kemudian, para pembeli yang melalui pasar.id membeli ke BRI, dari BRI yang mengambil barang ke toko dan menguruskan sampai dengan pengirimannya.

“Kalau keberadaan pasar.id gak terlalu berpengaruh bagi omset penjualan,” ungkapnya.

Saat ini, pasca pandemi Covid-19 bisnis yang digelutinya selama 4 tahun sudah kembali pulih. Omset penjualannya kembali normal. Pembeli yang datang kebanyakan para pedagang gorengan yang akan menjualnya kembali.

Pengamat Ekonomi dari FEB UPR, Fitria Husnatarina

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina, mengatakan, banyak pertimbangan jika masyarakat ingin meniru kultur jual beli melalui lokapasar. Salah satu pertimbangannya yakni produk yang ditawarkan dan jarak dari pasar dengan konsumen.

“Jadi kalau kita meniru kultur dari marketplace yang besar sekali yang sudah memang punya kualifikasi nasional, seperti Tokopedia dan lazada tidak bisa, karena kita harus melihat apa produk yang ditawarkan, dan kita juga melihat pola dari jarak pasar dengan konsumen. Sehingga konsumen memilih untuk membuka HP ketika kemudian mencari barang di market place,” ungkapnya, kepada prokalteng.co melalui pesan suara.

Dalam pertimbangannya, sambung Fitria diantaranya yakni spesifikasi produk. Menurutnya, jika produk yang ditawarkan berupa produk tak cepat basi, maka hal tersebut dimungkinkan. Orang pun lebih cenderung tak mempermasalahkan jika waktu distribusnya tidak lama.

“Pertimbangan-pertimbangan pola psikologis, dan kepentingan serta bagaimana biaya ketika memakai HP dan menunggu distribusi produk tersebut dengan biaya ketika datang sendiri ke pasar dan semua keperluan bisa terpenuhi dan dibawa ke rumah. Jadi pertimbangan konsumen mungkin ada disana,” ungkapnya.

Baca Juga :  Nokia Akan PHK 10 Ribu Karyawan

Jika lokapasar dijadikan evaluasi bahwa dampaknya tak signifikan ke pelaku usaha pasar, ia pun mengakui hal tersebut. Pasalnya kebanyakan, masyarakat lebih cenderung untuk bertatap muka ke pasar untuk bisa menilai dan merasakan kualitas produk yang hendak dibeli.

“Sehingga untuk produk dengan kualifikasi seperti itu, kita harus bijaksana untuk melihat bahwa betul kualifikasinya adalah barang-barang yang tidak bisa bertahan lama. Sehingga tidak terlalu signifikan. Lain halnya kalau menghasilkan produk ke pasar itu dengan kualifikasi barang cukup tahan lama, dan tidak bicara tentang makanan atau bahan pokok makanan,” imbuhnya.

Terkait strategi untuk meningkatkan kapasitas lokapasar, ia menjelaskan strategi yang bisa dilakukan yakni produk yang bisa diversifikasikan banyak dan mempunyai pilihan yang banyak. Tak hanya Pasar Kahayan, juga Pasar lain yang ada di Palangka Raya.

“Kemudian semacam masyarakat perlu diliterasi bahwa ada pilihan dari aktivitas pasar lainnya yakni melalui marketplace, melalui digitalisasi market, dan memberikan informasi bahwa pilihan itu memudahkan kita,” terangnya.

Selain itu, sebut Dosen FEB UPR yakni menjaminkan ketersediaan produk. Pentingnya penjaminan ketersediaan tersebut baginya, agar konsumen yang membeli mendapat kesan yang baik bahwa produk dari lokapasar lengkap.

“Prospek tersebut untuk meningkatkan kapasitas penjualan, kita merasakan optimis. Karena kita punya intervensi tertentu yang mendorong untuk membuka itu (lokapasar,red) dan beraktivitas yang selayaknya biasanya pembelian secara daring. Dan marketplace yang lainnya dan menjaminkan kualitas dan layanan yang dibutuhkan dalam pembelian sangat terjamin dan juga memberikan diferensiansi dan keyakinan bahwa kapasitas ketersediaan produk ada,” tandasnya.(*)

Pelaku usaha ternyata masih belum banyak merasakan dampak positif terhadap digitalisasi pasar melalui lokapasar. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan literasi terkait manfaat lokapasar di era transformasi digital.

Muhammad Hafidz, Palangka Raya

Siti Fatimah (43), merupakan satu dari 76 pengguna lapak Pasar Kahayan secara daring melalui lokapasar, dengan website pasar.id. Ia bersama sang suami, Muhammad Fauzi menjalankan usaha sebagai agen frozen food di Pasar Kahayan, Jalan Tjilik Riwut kilometer 1,5 Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya.

Pasar.id merupakan salah satu terobosan baru dari Bank BRI dalam digitalisasi perdagangan pasar tradisional, yakni dengan memfasilitasi seluruh pedagang pasar di Indonesia untuk melakukan aktivitas jual beli secara daring.

Spanduk bertuliskan “Agen Sosis Fauzi Frozen Food” yang berada di toko Pasar Kahayan diambil dari nama sang suami Fatimah, yang menjadi tempat mengais pundi-pundi rezeki. Berbagai macam produk frozen food seperti sosis, pangsit,nugget tersusun rapi di empat kulkas yang tersusun dengan rapi untuk siap dijual ke para pembeli.

Fatimah mengaku bisnis yang digeluti bersama suami sudah dijalaninya selama kurang lebih 4 tahun. Ia memulai bisnisnya dengan modal sedikit dan menjual dari rumahnya.

“Kita mulai usaha pelan pelan dari rumahan. Antar ke warung-warung, toko-toko,jar bapak (Suami,red) sambil jualan, akhirnya buka kecil-kecilan dari kulkas satu dan nambah-nambah,”ujarnya kepada awak media, Sabtu (6/5).

Dari awal bisnisnya dimulai, ia menceritakan usaha frozen food yang digelutinya memiliki omset perdananya Rp5 juta per bulannya. Bahkan, puncak tertinggi omset selama usaha frozen food yang dijalankan mencapai Rp10 juta perbulannya.

“Jualannya campur-campur tapi jumlahnya 1 kulkas dan nambah 1 kulkas, sekarang ada 4 kulkas,” imbuhnya.

Ibu yang memiliki dua anak ini mengungkapkan, bisnis yang digelutinya sempat mengalami titik rendahnya. Bisnis frozen food yang sempat mengalami penurunan terjadi pada saat pandemi Covid-19. Namun nasib baiknya, sang suami saat itu masih bekerja swasta. Sehingga bisa menopang bisnis yang dijalani.

Baca Juga :  BPJAMSOSTEK Terima Bantuan CSR Bank Kalteng Untuk Melindungi 500 Pelaku Usaha

“Saat pandemi, jualannya disitu aja, tidak online (daring,red) kecuali pasar.id oleh ditawari oleh BRI. Sekarang gak berjalan kayanya. Kemarin jualan di pasar.id pertama-pertamanya promosi ada pembelinya, terus sepi lagi,” keluhnya.

Fatimah menjelaskan, proses penjualan melalui website pasar.id yakni barang – barang yang dijual oleh pihak BRI. Kemudian, para pembeli yang melalui pasar.id membeli ke BRI, dari BRI yang mengambil barang ke toko dan menguruskan sampai dengan pengirimannya.

“Kalau keberadaan pasar.id gak terlalu berpengaruh bagi omset penjualan,” ungkapnya.

Saat ini, pasca pandemi Covid-19 bisnis yang digelutinya selama 4 tahun sudah kembali pulih. Omset penjualannya kembali normal. Pembeli yang datang kebanyakan para pedagang gorengan yang akan menjualnya kembali.

Pengamat Ekonomi dari FEB UPR, Fitria Husnatarina

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) Fitria Husnatarina, mengatakan, banyak pertimbangan jika masyarakat ingin meniru kultur jual beli melalui lokapasar. Salah satu pertimbangannya yakni produk yang ditawarkan dan jarak dari pasar dengan konsumen.

“Jadi kalau kita meniru kultur dari marketplace yang besar sekali yang sudah memang punya kualifikasi nasional, seperti Tokopedia dan lazada tidak bisa, karena kita harus melihat apa produk yang ditawarkan, dan kita juga melihat pola dari jarak pasar dengan konsumen. Sehingga konsumen memilih untuk membuka HP ketika kemudian mencari barang di market place,” ungkapnya, kepada prokalteng.co melalui pesan suara.

Dalam pertimbangannya, sambung Fitria diantaranya yakni spesifikasi produk. Menurutnya, jika produk yang ditawarkan berupa produk tak cepat basi, maka hal tersebut dimungkinkan. Orang pun lebih cenderung tak mempermasalahkan jika waktu distribusnya tidak lama.

“Pertimbangan-pertimbangan pola psikologis, dan kepentingan serta bagaimana biaya ketika memakai HP dan menunggu distribusi produk tersebut dengan biaya ketika datang sendiri ke pasar dan semua keperluan bisa terpenuhi dan dibawa ke rumah. Jadi pertimbangan konsumen mungkin ada disana,” ungkapnya.

Baca Juga :  Nokia Akan PHK 10 Ribu Karyawan

Jika lokapasar dijadikan evaluasi bahwa dampaknya tak signifikan ke pelaku usaha pasar, ia pun mengakui hal tersebut. Pasalnya kebanyakan, masyarakat lebih cenderung untuk bertatap muka ke pasar untuk bisa menilai dan merasakan kualitas produk yang hendak dibeli.

“Sehingga untuk produk dengan kualifikasi seperti itu, kita harus bijaksana untuk melihat bahwa betul kualifikasinya adalah barang-barang yang tidak bisa bertahan lama. Sehingga tidak terlalu signifikan. Lain halnya kalau menghasilkan produk ke pasar itu dengan kualifikasi barang cukup tahan lama, dan tidak bicara tentang makanan atau bahan pokok makanan,” imbuhnya.

Terkait strategi untuk meningkatkan kapasitas lokapasar, ia menjelaskan strategi yang bisa dilakukan yakni produk yang bisa diversifikasikan banyak dan mempunyai pilihan yang banyak. Tak hanya Pasar Kahayan, juga Pasar lain yang ada di Palangka Raya.

“Kemudian semacam masyarakat perlu diliterasi bahwa ada pilihan dari aktivitas pasar lainnya yakni melalui marketplace, melalui digitalisasi market, dan memberikan informasi bahwa pilihan itu memudahkan kita,” terangnya.

Selain itu, sebut Dosen FEB UPR yakni menjaminkan ketersediaan produk. Pentingnya penjaminan ketersediaan tersebut baginya, agar konsumen yang membeli mendapat kesan yang baik bahwa produk dari lokapasar lengkap.

“Prospek tersebut untuk meningkatkan kapasitas penjualan, kita merasakan optimis. Karena kita punya intervensi tertentu yang mendorong untuk membuka itu (lokapasar,red) dan beraktivitas yang selayaknya biasanya pembelian secara daring. Dan marketplace yang lainnya dan menjaminkan kualitas dan layanan yang dibutuhkan dalam pembelian sangat terjamin dan juga memberikan diferensiansi dan keyakinan bahwa kapasitas ketersediaan produk ada,” tandasnya.(*)

Terpopuler

Artikel Terbaru