28.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

OJK Temukan 120 Pinjaman Online Ilegal

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan
sedikitnya 120 entitas yang melakukan kegiatan financial technology (fintech)
peer to peer lending (pinjaman online) ilegal pada Januari 2020.

“Berdasarkan hasil penelusuran kami, masih banyak kegiatan fintech ilegal
dilakukan lewat website, aplikasi ataupun sms yang beredar,” kata Ketua Satgas
Waspada Investasi OJK, Tongam Lumban Tobing, Sabtu (1/2).

Menurut dia, penawaran yang dilakukan oleh fintech peer to peer lending
ilegal yang tidak terdaftar di OJK berpotensi merugikan masyarakat. Dia meminta
masyarakat untuk waspada dan memanfaatkan fintech yang sudah terdaftar di OJK.

Tongam mengatakan, masyarakat juga harus terus diinformasikan untuk
berhati-hati dalam memanfaatkan mudahnya penawaran meminjam uang dari
perusahaan fintech peer to peer lending mengingat tanggung jawab dalam pengembalian
dana yang dipinjam.

“Meminjam uang di mana pun harus bertanggung jawab untuk membayarnya.
Bahayanya jika meminjam di fintech peer to peer lending ilegal masyarakat bisa
jadi korban ancaman dan intimidasi jika menunggak pinjaman,” ujarnya.

Dia mengungkapkan pada tahun 2019 OJK telah menghentikan kegiatan ilegal
fintech sebanyak 1.494. Bukan hanya itu, Satgas Waspada Investasi juga
menghentikan 28 kegiatan usaha yang diduga tidak memiliki izin dari otoritas
yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

Adapun kegiatan ilegal yang dilakukan oleh 28 entitas tersebut adalah 13
entitas di antaranya melakukan Perdagangan Forex tanpa izin, tiga entitas
memberikan penawaran pelunasan hutang, dua entitas Investasi money game, dua
entitas Equity Crowdfunding ilegal, dua entitas multi level marketing tanpa izin,
satu entitas investasi sapi perah, satu entitas investasi properti, satu
entitas pegadaian tanpa izin, satu entitas platform iklan digital, satu entitas
investasi cryptocurrency tanpa izin dan satu entitas koperasi tanpa izin.

“Dari banyaknya entitas yang kami tangani ada tiga entitas yang telah
memperoleh izin usaha karena mereka mampu membuktikan bahwa kegiatannya bukanlah
fintech ilegal,” kata dia.

Baca Juga :  BPJAMSOSTEK Siap Fasilitasi Perlindungan Non-ASN Kemenag

Untuk menampung pengaduan, konsultasi dan sosialisasi langsung mengenai
berbagai persoalan terkait investasi, fintech lending dan gadai swasta ilegal,
pihaknya membuka Warung Waspada Investasi bertempat di di The Gade Coffee &
Gold, Jalan H Agus Salim, Jakarta Pusat.

“Warung waspada ini beroperasi setiap Jumat pukul 09.00-11.00 WIB, nantinya
akan hadir di sana perwakilan dari 13 kementerian/lembaga anggota Satgas
Waspada Investasi yang akan melayani aduan masyarakat,” kata dia.

Selama ini, laporan masyarakat lebih banyak masuk melalui saluran
komunikasi seperti Kontak OJK 157, email konsumen@ojk.go.id atau
waspadainvestasi@ojk.go.id. Dengan begitu adanya warung waspada ini diharapkan
akan semakin memudahkan mereka untuk melapor dan bertanya langsung.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meyebutkan, banyak
pengaduan masalah dalam bisnis pinjaman online (pinjol) terkait tata cara
penagihan pinjaman ke nasabah yang menurut mereka banyak tak sesuai dengan
aturan.

Berdasarkan data YLKI, dari data aduan yang masuk, 39,5 persen di antaranya
melaporkan keluhan soal cara penagihan. Mayoritas penyedia layanan jasa
pinjaman online melakukan penagihan yang melanggar aturan. Salah satunya,
menggunakan pihak ketiga sebagai penagih utang konsumen.

“Jadi kebanyakan dari mereka (bisnis pinjaman online) menggunakan pihak
ketiga untuk menagih, dan langsung mengambil aset ataupun mengambil kontak
konsumen yang berutang,” kata Anggota Tim Pengaduan YLKI Rio Priambodo.

Padahal, kata Rio, kebanyakan dari kasus yang diterima, penagihan tersebut
menimpa kepada kerabat ataupun penanggung jawab dari konsumen yang berutang.

Rio mengaku, kebanyakan kasus tersebut adalah akibat dari kesalahan
konsumen, dan juga kelalaian pinjaman online dalam mendeteksi nama penanggung
jawab yang dituliskan dalam perjanjian tersebut. Terlebih lagi, permasalahan
terdapat pada tingkat literasi konsumen yang masih rendah dalam membaca
ketentuan pinjaman online.

Baca Juga :  Harga Emas Antam Turun Rp 2.000, Kini Rp 1.085.000 Per Gram

“Tata cara penagihan yang benar sendiri, adalah dengan menginformasikan
ketentuan pinjaman dengan konsumen secara jelas, dan memiliki data lengkap atas
konsumen yang terdaftar, serta penanggungnya. Kebanyakan Fintech yang belum
(terdaftar OJK) ini tidak menggunakan itu. Sayangnya konsumen juga memiliki
tingkat literasi yang kurang saat mendaftarkan diri,” terangnya.

YLKI sendiri telah merilis jumlah pengaduan konsumen yang masuk selama
tahun 2019 dengan jumlah total sebesar 1.871 pengaduan. Pertama, pengaduan
kategori individual sebanyak 563 kasus. Kedua, pengaduan kategori kelompok atau
kolektif sebanyak 1.308 kasus.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memaparkan, bahwa terdapat dua
kategori dari jumlah aduan. Dari total kasus, masalah mengenai pinjaman online
memiliki porsi besar, dengan jumlah pengaduan sebanyak 96 kasus.

“Jika dielaborasi dalam 10 besar pengaduan konsumen, berikut ini urutan
pengaduan konsumen per komoditas, yakni; perbankan 106 kasus, pinjaman online
96 kasus, perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, leasing 32 kasus,
transportasi 26 kasus, kelistrikan 24 kasus, telekomunikasi 23 kasus, asuransi
21 kasus, dan pelayanan publik 15 kasus,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Tulus, maka dapat disimpulkan bahwa pengaduan
konsumen produk jasa finansial memiliki nilai sangat dominan, yakni sebesar
46,9 persen dengan lima komoditas, yaitu bank, uang elektronik, asuransi,
leasing, dan pinjaman online.

Mengenai permasalahan pinjaman online sendiri, YLKI mencatat pengaduan
mengenai cara penagihan sebesar 39,5 persen, lalu pengalihan kontak dan
permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen, administrasi 11,4
persen dan penagihan oleh pihak ketiga 6,2 persen.

“Menarik dicermati adalah pengaduan produk jasa keuangan, yang sejak 2012
menduduki rating yang sangat dominan dalam pengaduan di YLKI, selalu pada
rating pertama,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan
sedikitnya 120 entitas yang melakukan kegiatan financial technology (fintech)
peer to peer lending (pinjaman online) ilegal pada Januari 2020.

“Berdasarkan hasil penelusuran kami, masih banyak kegiatan fintech ilegal
dilakukan lewat website, aplikasi ataupun sms yang beredar,” kata Ketua Satgas
Waspada Investasi OJK, Tongam Lumban Tobing, Sabtu (1/2).

Menurut dia, penawaran yang dilakukan oleh fintech peer to peer lending
ilegal yang tidak terdaftar di OJK berpotensi merugikan masyarakat. Dia meminta
masyarakat untuk waspada dan memanfaatkan fintech yang sudah terdaftar di OJK.

Tongam mengatakan, masyarakat juga harus terus diinformasikan untuk
berhati-hati dalam memanfaatkan mudahnya penawaran meminjam uang dari
perusahaan fintech peer to peer lending mengingat tanggung jawab dalam pengembalian
dana yang dipinjam.

“Meminjam uang di mana pun harus bertanggung jawab untuk membayarnya.
Bahayanya jika meminjam di fintech peer to peer lending ilegal masyarakat bisa
jadi korban ancaman dan intimidasi jika menunggak pinjaman,” ujarnya.

Dia mengungkapkan pada tahun 2019 OJK telah menghentikan kegiatan ilegal
fintech sebanyak 1.494. Bukan hanya itu, Satgas Waspada Investasi juga
menghentikan 28 kegiatan usaha yang diduga tidak memiliki izin dari otoritas
yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

Adapun kegiatan ilegal yang dilakukan oleh 28 entitas tersebut adalah 13
entitas di antaranya melakukan Perdagangan Forex tanpa izin, tiga entitas
memberikan penawaran pelunasan hutang, dua entitas Investasi money game, dua
entitas Equity Crowdfunding ilegal, dua entitas multi level marketing tanpa izin,
satu entitas investasi sapi perah, satu entitas investasi properti, satu
entitas pegadaian tanpa izin, satu entitas platform iklan digital, satu entitas
investasi cryptocurrency tanpa izin dan satu entitas koperasi tanpa izin.

“Dari banyaknya entitas yang kami tangani ada tiga entitas yang telah
memperoleh izin usaha karena mereka mampu membuktikan bahwa kegiatannya bukanlah
fintech ilegal,” kata dia.

Baca Juga :  BPJAMSOSTEK Siap Fasilitasi Perlindungan Non-ASN Kemenag

Untuk menampung pengaduan, konsultasi dan sosialisasi langsung mengenai
berbagai persoalan terkait investasi, fintech lending dan gadai swasta ilegal,
pihaknya membuka Warung Waspada Investasi bertempat di di The Gade Coffee &
Gold, Jalan H Agus Salim, Jakarta Pusat.

“Warung waspada ini beroperasi setiap Jumat pukul 09.00-11.00 WIB, nantinya
akan hadir di sana perwakilan dari 13 kementerian/lembaga anggota Satgas
Waspada Investasi yang akan melayani aduan masyarakat,” kata dia.

Selama ini, laporan masyarakat lebih banyak masuk melalui saluran
komunikasi seperti Kontak OJK 157, email konsumen@ojk.go.id atau
waspadainvestasi@ojk.go.id. Dengan begitu adanya warung waspada ini diharapkan
akan semakin memudahkan mereka untuk melapor dan bertanya langsung.

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meyebutkan, banyak
pengaduan masalah dalam bisnis pinjaman online (pinjol) terkait tata cara
penagihan pinjaman ke nasabah yang menurut mereka banyak tak sesuai dengan
aturan.

Berdasarkan data YLKI, dari data aduan yang masuk, 39,5 persen di antaranya
melaporkan keluhan soal cara penagihan. Mayoritas penyedia layanan jasa
pinjaman online melakukan penagihan yang melanggar aturan. Salah satunya,
menggunakan pihak ketiga sebagai penagih utang konsumen.

“Jadi kebanyakan dari mereka (bisnis pinjaman online) menggunakan pihak
ketiga untuk menagih, dan langsung mengambil aset ataupun mengambil kontak
konsumen yang berutang,” kata Anggota Tim Pengaduan YLKI Rio Priambodo.

Padahal, kata Rio, kebanyakan dari kasus yang diterima, penagihan tersebut
menimpa kepada kerabat ataupun penanggung jawab dari konsumen yang berutang.

Rio mengaku, kebanyakan kasus tersebut adalah akibat dari kesalahan
konsumen, dan juga kelalaian pinjaman online dalam mendeteksi nama penanggung
jawab yang dituliskan dalam perjanjian tersebut. Terlebih lagi, permasalahan
terdapat pada tingkat literasi konsumen yang masih rendah dalam membaca
ketentuan pinjaman online.

Baca Juga :  Harga Emas Antam Turun Rp 2.000, Kini Rp 1.085.000 Per Gram

“Tata cara penagihan yang benar sendiri, adalah dengan menginformasikan
ketentuan pinjaman dengan konsumen secara jelas, dan memiliki data lengkap atas
konsumen yang terdaftar, serta penanggungnya. Kebanyakan Fintech yang belum
(terdaftar OJK) ini tidak menggunakan itu. Sayangnya konsumen juga memiliki
tingkat literasi yang kurang saat mendaftarkan diri,” terangnya.

YLKI sendiri telah merilis jumlah pengaduan konsumen yang masuk selama
tahun 2019 dengan jumlah total sebesar 1.871 pengaduan. Pertama, pengaduan
kategori individual sebanyak 563 kasus. Kedua, pengaduan kategori kelompok atau
kolektif sebanyak 1.308 kasus.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memaparkan, bahwa terdapat dua
kategori dari jumlah aduan. Dari total kasus, masalah mengenai pinjaman online
memiliki porsi besar, dengan jumlah pengaduan sebanyak 96 kasus.

“Jika dielaborasi dalam 10 besar pengaduan konsumen, berikut ini urutan
pengaduan konsumen per komoditas, yakni; perbankan 106 kasus, pinjaman online
96 kasus, perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, leasing 32 kasus,
transportasi 26 kasus, kelistrikan 24 kasus, telekomunikasi 23 kasus, asuransi
21 kasus, dan pelayanan publik 15 kasus,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Tulus, maka dapat disimpulkan bahwa pengaduan
konsumen produk jasa finansial memiliki nilai sangat dominan, yakni sebesar
46,9 persen dengan lima komoditas, yaitu bank, uang elektronik, asuransi,
leasing, dan pinjaman online.

Mengenai permasalahan pinjaman online sendiri, YLKI mencatat pengaduan
mengenai cara penagihan sebesar 39,5 persen, lalu pengalihan kontak dan
permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen, administrasi 11,4
persen dan penagihan oleh pihak ketiga 6,2 persen.

“Menarik dicermati adalah pengaduan produk jasa keuangan, yang sejak 2012
menduduki rating yang sangat dominan dalam pengaduan di YLKI, selalu pada
rating pertama,” pungkasnya. (der/fin/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru