27.3 C
Jakarta
Sunday, September 8, 2024

Pelaku Judi Online Tidak Perlu Dapat Bansos, Harusnya Masuk Rehabilitasi

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Sejumlah pihak turut menyoroti dan memberikan pendapat. Terkait para korban yang terjerat judi online alias ‘judol’ tak layak mendapatkan bantuan sosial atau bansos dari Pemerintah. Mereka yang kecanduan judi online seharusnya masuk ke dalam pusat rehabilitasi.

Dosen Ekonomi Pembangunan dari Politeknik Lamandau, Yudhistira Nugraha. Menyebut jika pusat rehabilitasi tersebut tentunya memiliki fasilitas pembinaan bagi masyarakat. Agar mendapatkan keterampilan untuk berwirausaha. Dengan demikian, para korban tak akan lagi terjerat ke dalam praktik judi online.

“Pelaku judi online tidak perlu masuk sebagai penerima bansos, harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Di sana ada berbagai fasilitas termasuk pelatihan wirausaha sehingga pelaku judi online bisa sembuh dan memiliki pendapatan selepas keluar panti rehab,” ungkap Yudi saat dibincangi pada Rabu (19/6).

Baca Juga :  Program Pasar Murah Berbagi Berkah Digelar di Kobar

Menutnya. Bansos Pemerintah yang asalnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kurang tepat jika diberikan kepada para korban judi online. Selain berpotensi disalahgunakan oleh korban, bansos tersebut lebih baik diberikan kepada masyarakat miskin yang jelas-jelas tak terlibat dalam kegiatan negatif atau kriminal.

“Masih banyak orang miskin yang butuh masuk ke DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial) dibanding para pelaku yang miskin karena judi online. Ini artinya logika pemerintah mau subsidi pelaku judi online pakai uang negara,” sebutnya.

Selain itu, ia mendorong Pemerintah untuk terus maksimal memberantas kegiatan judi online. Hal ini dikarenakan sudah banyak korban yang terjerat. Bahkan sampai ada yang berujung pada konflik keluarga dan kematian.

Baca Juga :  Enam Desa di Kecamatan Banama Tingang Terendam Banjir

“Pemerintah juga jangan lepas tangan soal pencegahan. Judi online akan terus ada kalau upaya pemberantasan di hulu-nya tidak serius,” ucapnya.

Ia juga mengaku pernah melakukan kajian terkait korban atau pelaku judi online. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan mereka bermain hingga kecanduan judi online, diantaranya faktor ekonomi, kesadaran individu, lingkungan dan adanya kesempatan.

Meski demikian ia menyebut faktor ekonomi paling berpengaruh. Biasanya, orang-orang yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan pada akhirnya akan mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah.

“Para korban judi online ini meyakini dengan mengeluarkan sedikit modal bisa mendapatkan hasil berkali-kali lipat. Padahal kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya,” tandasnya. (Bib)

NANGA BULIK, PROKALTENG.CO – Sejumlah pihak turut menyoroti dan memberikan pendapat. Terkait para korban yang terjerat judi online alias ‘judol’ tak layak mendapatkan bantuan sosial atau bansos dari Pemerintah. Mereka yang kecanduan judi online seharusnya masuk ke dalam pusat rehabilitasi.

Dosen Ekonomi Pembangunan dari Politeknik Lamandau, Yudhistira Nugraha. Menyebut jika pusat rehabilitasi tersebut tentunya memiliki fasilitas pembinaan bagi masyarakat. Agar mendapatkan keterampilan untuk berwirausaha. Dengan demikian, para korban tak akan lagi terjerat ke dalam praktik judi online.

“Pelaku judi online tidak perlu masuk sebagai penerima bansos, harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Di sana ada berbagai fasilitas termasuk pelatihan wirausaha sehingga pelaku judi online bisa sembuh dan memiliki pendapatan selepas keluar panti rehab,” ungkap Yudi saat dibincangi pada Rabu (19/6).

Baca Juga :  Program Pasar Murah Berbagi Berkah Digelar di Kobar

Menutnya. Bansos Pemerintah yang asalnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kurang tepat jika diberikan kepada para korban judi online. Selain berpotensi disalahgunakan oleh korban, bansos tersebut lebih baik diberikan kepada masyarakat miskin yang jelas-jelas tak terlibat dalam kegiatan negatif atau kriminal.

“Masih banyak orang miskin yang butuh masuk ke DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial) dibanding para pelaku yang miskin karena judi online. Ini artinya logika pemerintah mau subsidi pelaku judi online pakai uang negara,” sebutnya.

Selain itu, ia mendorong Pemerintah untuk terus maksimal memberantas kegiatan judi online. Hal ini dikarenakan sudah banyak korban yang terjerat. Bahkan sampai ada yang berujung pada konflik keluarga dan kematian.

Baca Juga :  Enam Desa di Kecamatan Banama Tingang Terendam Banjir

“Pemerintah juga jangan lepas tangan soal pencegahan. Judi online akan terus ada kalau upaya pemberantasan di hulu-nya tidak serius,” ucapnya.

Ia juga mengaku pernah melakukan kajian terkait korban atau pelaku judi online. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan mereka bermain hingga kecanduan judi online, diantaranya faktor ekonomi, kesadaran individu, lingkungan dan adanya kesempatan.

Meski demikian ia menyebut faktor ekonomi paling berpengaruh. Biasanya, orang-orang yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau mencari penghasilan pada akhirnya akan mencari jalan pintas untuk menghasilkan uang banyak dengan cepat dan mudah.

“Para korban judi online ini meyakini dengan mengeluarkan sedikit modal bisa mendapatkan hasil berkali-kali lipat. Padahal kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya,” tandasnya. (Bib)

Terpopuler

Artikel Terbaru