PROKALTENG.COโ Pada Desember 2016, sebanyak 346 pekerja seks komersial (PSK) di Pembatuan dipulangkan ke kampung halaman. Pemulangan dilakukan karena lokalisasi di Jalan Kenanga, Kelurahan Landasan Ulin Timur, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru itu resmi ditutup.
Kala itu, Pemko Banjarbaru di bawah kepemimpinan Wali Kota Nadjmi Adhani dan Wakilnya Darmawan Jaya Setiawan mendapat dukungan dari Menteri Sosial, sehingga para PSK yang dipulangkan mendapatkan bantuan sosial.
Satu PSK saat itu menerima bantuan sebesar Rp5.050.000, yang terdiri dari Rp3 juta untuk bantuan usaha, Rp1,8 juta untuk jaminan hidup selama tiga bulan, dan Rp250.000 sebagai bantuan tambahan.
Dari total 346 PSK yang dipulangkan, 100 diantaranya dari Pulau Jawa dan 225 orang asli Kalsel. Selebihnya ada dari Kaltim, Kalteng dan Kaltara.
Usai pemulangan, diharapkan tidak ada lagi bisnis esek-esek di Pembatuan. Akan tetapi, hanya hitungan bulan ternyata PSK yang dipulangkan kembali lagi dan melanjutkan pertualangan mencari pria hidung belang.
Saat itu, PSK beroperasi secara sembunyi-sembunyi dan selalu menghindari petugas Satpol PP. Namun, sekarang mereka menjadi lebih terbuka dan berani dalam melakukan aktivitasnya, sehingga Pembatuan kini kembali seperti dulu.
Bahkan, pada Maret 2024, seorang pegawai di lingkungan Pemko Banjarbaru, berinisial MS ditemukan tewas di salah satu rumah di Pembatuan, sebelum berkencan dengan seorang PSK yang sudah dipesannya.
Sukma, warga sekitar yang mengaku sudah mengetahui aktivitas tersebut sejak kecil, membenarkan bahwa prostitusi di Pembatuan belum hilang. โTapi tak sebanyak dulu. Yang muda-muda juga sudah enggak ada lagi, sekarang yang tersisa rata-rata umurnya 35 tahun ke atas,โ kata Sukma saat ditemui Rabu (19/6) malam.
Ia menyebut sebagian besar PSK itu berasal dari luar Pulau Kalimantan. โKalau sekarang, yang masih buka itu di seberang kantor Kecamatan Landasan Ulin. Tapi mainnya tengah malam,โ bebernya.
Pantauan di lapangan beberapa malam terakhir membenarkan keterangan Sukma.
Masih terlihat sejumlah perempuan dengan dandanan menor duduk di teras rumah mengenakan pakaian seksi. Mereka tampak santai, sambil menggoda pria yang melintas.
Biasanya, mereka memanggil dengan sebutan mesra seperti โsayangโ, โyankโ, hingga โkakakโ. Jika ada pria yang tertarik dan sepakat dengan harga, langsung dibawa masuk ke dalam rumah. โKalau di Gang 1 itu, siang pun ada. Sekitar delapan sampai sepuluh rumah yang masih aktif,โ ujar Sukma lagi.
Ia menyebut, dulu aktivitas prostitusi lebih mudah dipantau karena terlokalisir. Tapi setelah penertiban besar-besaran semasa Wali Kota Nadjmi Adhani, para PSK berpencar ke berbagai titik. โAda yang pindah ke Tanjung, Rantau, dan sekitaran Banjarbaru. Termasuk ke jalan LIK dan jalan poros arah Bati-Bati,โ terangnya.
Sementara itu, Naura, 35, salah satu PSK yang diamankan Satpol PP dalam razia terakhir, mengaku baru pertama kali tertangkap. โSaya sudah dua tahun di sini. Baru kali ini kena razia,โ ucap perempuan asal luar Kalimantan itu.
Naura memasang tarif Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per sesi, sudah termasuk kamar. โMasih bisa nego, tergantung omongannya gimana,โ katanya.
Dalam sehari, dia bisa melayani tiga hingga empat pelanggan. Motifnya: ekonomi. โBayar kos 2 juta per bulan. Belum lagi kirim ke orang tua, susu anak di kampung. Makanya saya kerja beginian,โ ujarnya tanpa ragu.
Sisi lain, seorang PSK lain berusia 37 tahun asal Kalsel yang enggan menyebut nama, mengaku mengenakan tarif awal Rp 300 ribu. Namun bisa turun, tergantung negosiasi. โSaya kasih layanan pijat dulu. Kalau sudah terangsang, baru saya arahkan. Harus pakai kondom biar aman,โ ujarnya blak-blakan.
Terpisah, Kasi Opsdal pada Satpol PP Banjarbaru Yanto Hidayat tak menampik bahwa bisnis esek-esek di Pembatuan masih ada. โMereka menganggap ada perputaran uang, jadi di sana selalu muncul bisnis tersebut. Tiap kami sidak, PSK sembunyi. Setelah itu keluar lagi,โ katanya.
Menurutnya, untuk mengatasi ini, tak cukup hanya peran pemerintah, tetapi perlu keterlibatan semua pihak. Termasuk warga setempat. โOrang setempat harus punya komitmen lingkungannya bebas dari prostitusi. Jangan justru menutupi aktifitas tersebut dan hal-hal lainnya,โ cetusnya.
Yanto juga merinci, setiap giat eksekusi, pihaknya tak pernah lengah , mereka komitmen memberantas hal tersebut. โKami terus siaga dan memantau eks lokalisasi tersebut agar tak berkembang lagi,โ tekannya.
Sementara itu, Pj Sekda Kota Banjarbaru, Sirajoni menyebut, pihaknya akan melakukan pengecekan lagi ke Pembatuan. โNanti kita cek terlebih dulu,โ ringkasnya.
SEJARAH PEMBATUAN
โ Praktik prostitusi mulai berkembang pada tahun 1980-an
โ Sebelum menjadi lokalisasi, Pembatuan merupakan area penumpukan batu split untuk proyek pembangunan Bandara Syamsudin Noor
โ Awalnya hanya ada delapan rumah bordil yang beroperasi. Mayoritas pelanggannya adalah pekerja bangunan proyek bandara
โ Beberapa bulan beroperasi, pemerintah melakukan penggusuran. Namun praktik prostitusi malah semakin berkembang
โ Pada 2002, giliran pemerintahan era Wali Kota Banjarbaru, Rudy Resnawan yang menutup lokalisasi. Akan tetapi menuai penolakan
โ Terakhir, pada 2016 penutupan dilakukan Wali Kota Nadjmi Adhani. Sebanyak 346 PSK di Pembatuan dipulangkan ke kampung halaman dan diberi bantuan sosial. Namun, hanya hitungan PSK kembali lagi.
(jpg)