26.4 C
Jakarta
Sunday, November 24, 2024

Bola Panas di BPK, Terkait Mangkraknya Pasar Pelita Hilir

PURUK
CAHU
-Berlarut-larutnya
penanganan Pemkab Murung Raya (Mura) terhadap bangunan dua lantai Pasar Pelita
Hilir, akhirnya membuat Kejari Mura kembali angkat bicara.

Kajari Mura Robert
Sitinjak mengatakan, dengan telah dikembalikannya uang korupsi ke kas negara,
maka tugas penegak hukum dalam rangka pengamanan atas kerugian negara sudah
tuntas.

Menurutnya, kini bola
panas berpindah ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalteng yang
memiliki kewenangan atau tugas utama mengawal harta dan kekayaan negara di
daerah.

“Pemkab mestinya memohon
petunjuk ke BPK RI Perwakilan Kalteng mengenai langkah-langkah ke depan (tahun
2020) terkait opini catatan neraca aset daerah, berupa penghitungan penyusutan
atau penghapusan aset mangkrak yang telah melebihi batas waktu enam tahun
anggaran, yaitu 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019,” jelasnya.

Baca Juga :  OTT Bupati Lampung Utara Terancam jadi Operasi Senyap Terakhir KPK

Ia mempertanyakan
kemungkinan pemkab terus membayar pajak PBB 2019 atas aset mangkrak itu.

“Apa bisa di-DUM-kan
seperti mobil dinas? Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bersama
Dinas Perindustrian Perdagangan Usaha Kecil dan Menengah (Disperindagkop UKM) sebaiknya
berkoordinasi dengan BPK RI mengenai hal ini, sehingga bisa mendapat solusi
soal bagaimana bangunan tersebut ditangani ke depannya,” tambahnya.

Robert pun membandingkan
kasus Hambalang 2012 dengan kasus Puruk Cahu 2014, yang memiliki selisih waktu
dua tahun. Ia mempertanyakan opini BPK terhadap nilai penyusutan atau
penghapusan aset daerah dan mengenai catatan lapangan aset daerah.

Sebelumnya, Kepala BPK RI
Perwakilan Kalteng Ade Iwan Ruswana mengatakan, adanya aset daerah berupa
bangunan yang mangkrak dan tidak layak digunakan itu, maka Pemkab Murung Raya
harus mendatangkan terlebih dahulu ahli independen untuk melakukan penghitungan
kualitas bangunan.

Baca Juga :  Komnas HAM akan Lakukan Penyelidikan Insiden Kekerasan di Seruyan

Dari hasil analisa yang
dilakukan, pemkab baru bisa memutuskan dan mengambil tindakan berdasarkan
rekomendasi ahli dan BPK.

 Jika memang kondisi bangunan sudah tak layak
secara keseluruhan, maka bisa dilakukan pembongkaran. Akan tetapi, jika hasil
analisis ahli hanya merekomendasikan untuk dikuatkan kembali, maka dilakukan
penguatan.

Pembongkaran atau
perbaikan tersebut, lanjutnya, setidaknya juga harus bekerja sama dengan
rekanan atau kontraktor. Hal itu bisa difasilitasi oleh pihak perbankan atas
rekomendasi dari BPK.

Apabila kontraktornya sudah tersandung kasus
korupsi dari bangunan mangkrak tersebut, BPK belum bisa memberikan pandangan
dan mengambil tindakan, karena harus bertemu pemkab setempat untuk melakukan
kajian bersama secara lebih mendalam. (her/ce/ram)

PURUK
CAHU
-Berlarut-larutnya
penanganan Pemkab Murung Raya (Mura) terhadap bangunan dua lantai Pasar Pelita
Hilir, akhirnya membuat Kejari Mura kembali angkat bicara.

Kajari Mura Robert
Sitinjak mengatakan, dengan telah dikembalikannya uang korupsi ke kas negara,
maka tugas penegak hukum dalam rangka pengamanan atas kerugian negara sudah
tuntas.

Menurutnya, kini bola
panas berpindah ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalteng yang
memiliki kewenangan atau tugas utama mengawal harta dan kekayaan negara di
daerah.

“Pemkab mestinya memohon
petunjuk ke BPK RI Perwakilan Kalteng mengenai langkah-langkah ke depan (tahun
2020) terkait opini catatan neraca aset daerah, berupa penghitungan penyusutan
atau penghapusan aset mangkrak yang telah melebihi batas waktu enam tahun
anggaran, yaitu 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019,” jelasnya.

Baca Juga :  OTT Bupati Lampung Utara Terancam jadi Operasi Senyap Terakhir KPK

Ia mempertanyakan
kemungkinan pemkab terus membayar pajak PBB 2019 atas aset mangkrak itu.

“Apa bisa di-DUM-kan
seperti mobil dinas? Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) bersama
Dinas Perindustrian Perdagangan Usaha Kecil dan Menengah (Disperindagkop UKM) sebaiknya
berkoordinasi dengan BPK RI mengenai hal ini, sehingga bisa mendapat solusi
soal bagaimana bangunan tersebut ditangani ke depannya,” tambahnya.

Robert pun membandingkan
kasus Hambalang 2012 dengan kasus Puruk Cahu 2014, yang memiliki selisih waktu
dua tahun. Ia mempertanyakan opini BPK terhadap nilai penyusutan atau
penghapusan aset daerah dan mengenai catatan lapangan aset daerah.

Sebelumnya, Kepala BPK RI
Perwakilan Kalteng Ade Iwan Ruswana mengatakan, adanya aset daerah berupa
bangunan yang mangkrak dan tidak layak digunakan itu, maka Pemkab Murung Raya
harus mendatangkan terlebih dahulu ahli independen untuk melakukan penghitungan
kualitas bangunan.

Baca Juga :  Komnas HAM akan Lakukan Penyelidikan Insiden Kekerasan di Seruyan

Dari hasil analisa yang
dilakukan, pemkab baru bisa memutuskan dan mengambil tindakan berdasarkan
rekomendasi ahli dan BPK.

 Jika memang kondisi bangunan sudah tak layak
secara keseluruhan, maka bisa dilakukan pembongkaran. Akan tetapi, jika hasil
analisis ahli hanya merekomendasikan untuk dikuatkan kembali, maka dilakukan
penguatan.

Pembongkaran atau
perbaikan tersebut, lanjutnya, setidaknya juga harus bekerja sama dengan
rekanan atau kontraktor. Hal itu bisa difasilitasi oleh pihak perbankan atas
rekomendasi dari BPK.

Apabila kontraktornya sudah tersandung kasus
korupsi dari bangunan mangkrak tersebut, BPK belum bisa memberikan pandangan
dan mengambil tindakan, karena harus bertemu pemkab setempat untuk melakukan
kajian bersama secara lebih mendalam. (her/ce/ram)

Terpopuler

Artikel Terbaru