Site icon Prokalteng

Ditunggu ‘Keberanian’ Jaksa Agung Eksekusi 274 Terpidana Mati

ditunggu-keberanian-jaksa-agung-eksekusi-274-terpidana-mati

JAKARTA – Hingga kini, terdapat 274 terpidana
mati yang belum dieksekusi oleh Kejaksaan. Mereka berasal dari berbagai kasus
tindak pidana. Para napi tersebut berada di sejumlah lembaga pemasyaralatan
(lapas) di Indonesia.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan Kejaksaan melalui jajaran Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) sedang menginventalisir jumlah terpidana
mati yang belum dieksekusi. “Soal itu, kami masih inventarisir,” kata
Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10).

Dia menegaskan hingga saat ini tidak semua terpidana mati sudah berkekuatan
hukum tetap atau inkracht. Artinya masih ada upaya hukum yang belum ditempuh
para terpidana mati tersebut. “Ada beberapa perkara yang belum inkrah. Pasti
akan dieksekusi kalau sudah inkracht,” jelasnya.

Disinggung soal anggaran untuk pelaksanaan eksekusi mati, Burhanuddin tidak
memberikan kepastian. “Kita sudah inventarisir keseluruhannya. Kalau ada yang
ditindaklanjuti pasti akan disampaikan. Berilah kami waktu. Kalau suatu saat
ada perubahan bagaimana. Apalahi sudah terlanjur dihukum mati. Itu yang harus
dihindari,” imbuhnya.

Sementara Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Ses Jampidum), Ali
Mukartono menegaskan dari 274 terpidana mati, ada beberapa yang masih melakukan
proses hukum. “Sebagian masih ada proses hukum yang masih berjalan. Soal waktu
eksekusi, tergantung selesainya proses hukum itu,” jelasnya.

Disinggung dari 274 terpidana mati sudah berapa yang sudah inkracht, Ali
enggan menjawab secara pasti. “Kan ini ada putusan MK bahwa PK (peninjauan
kembali) bisa lebih dari sekali dan sebagainya. Kita harus berikan haknya
dulu,” tutupnya.

Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad,
menegaskan sudah menjadi tanggungjawab Kejaksaan untuk mengeksekusi putusan
pengadilan yang sudah berkekutan hukum tetap. “Putusan harus segera dieksekusi
jika sudah inkracht. Dalam putusan pidana, kejaksaan adalah eksekutornya,” kata
Suparji.

Menurutnya, dengan belum dilakukan eksekusi mati terhadap terpidana mati
akan menimbulkan berbagai spekulasi. Antara lain masih ada upaya hukum yang
dilakukan dan keraguan untuk bertindak. “Pada sisi lain akan menambah beban
negara untuk fasilitas para terpidana mati. Kejaksaan harus
mempertanggungjawabkan hal itu. Kenapa belum dieksekusi sampai sekarang. Tidak
ada alasan menunda eksekusi mati jika perkara sudah inkracht. Kecuali yang bersangkutan
mengajukan PK,” paparnya.

Namun, Suparji menilai pelaksanaan eksekusi menjadi dilema bagi Kejaksaan.
“Inilah dilema hukuman mati. Ada keraguan untuk eksekusi. Karena khawatir ada
bukti baru. Padahal orangnya sudah terlanjur dieksekusi,” tutupnya.

Diketahui, sebanyak 274 terpidana mati di Indonesia belum dieksekusi oleh
Kejkasaan Agung. Rinciannya 68 kasus pembunuhan, 90 narkotika, 8 perampokan, 1
terorisme, 1 pencurian, 1 kesusilaan, dan 105 pidana lainnya. Dari 274 orang
itu, 26 di antaranya menghuni LP di Jakarta. Selain pidana mati, di Jakarta
juga ada 96 orang yang dipidana seumur hidup. Dari 96 orang tersebut, sebanyak
77 orang di tempatkan di LP Cipinang, di Lapas Salemba ada 1 orang, di LP
Narkotika ada 14 orang. Yang masih di rutan ada 3 orang. Serta ada 1 perempuan
di LP Perempuan Pondok Bambu.

(lan/fin/rh/kpc)

Exit mobile version