Helmy
Yahya diberhentikan sebagai direktur utama TVRI kemarin. Namun, konflik di
lembaga penyiaran pelat merah itu, tampaknya, belum akan berakhir.
â€Kami masih menyusun materi,†kata Chandra Hamzah, kuasa hukum
Helmy, dalam jumpa pers di Jakarta kemarin saat ditanya soal langkah hukum yang
bakal diambil. â€Keputusannya akan kami umumkan dalam seminggu ke depan,â€
lanjutnya.
Helmy diberhentikan dari jabatan yang didudukinya sejak 29
November 2017 tersebut pada Kamis (16/1). Itu dilakukan setelah Dewan Pengawas
(Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI menolak surat pembelaannya.
Kisruh antara Helmy dan dewas itu bermula saat Helmy tiba-tiba
diberhentikan sementara pada 4 Desember 2019 oleh dewas. Merasa tak terima,
esok harinya, adik Dubes untuk Selandia Baru Tantowi Yahya tersebut langsung
melakukan perlawanan.
Dia merasa surat yang dilayangkan kepadanya tidak sah. Helmy pun
mendatangi mitra TVRI di DPR, berkonsultasi dengan menteri komunikasi dan
informatika serta menteri sekretaris negara. Semua satu suara agar tak ada
pemecatan.
â€Akhirnya dimediasi, tidak boleh ada pecat-pecat. Saya diminta
untuk melakukan pembelaan dan tidak bicara di media,†ujar Helmy dalam jumpa
pers yang sama.
Pada 18 Desember 2019, Helmy langsung membuat pembelaan. Bersama
empat direksi lainnya, dia menyusun 27 halaman dengan 1.200 lampiran surat
pembelaan untuk dewas. Meski pemberhentian hanya ditujukan kepada Helmy, empat
direktur lainnya turut memberikan dukungan penuh lantaran kepemimpinan bersifat
kolektif kolegial. Dengan demikian, semua kebijakan diputuskan bersama.
Namun, pembelaan itu ditolak dewas yang diketuai Arief Hidayat
Thamrin. Pria yang pernah dijuluki Raja Kuis tersebut justru mendapat surat
pemberhentian oleh dewas di ruangannya.
Dalam surat pemberhentian tersebut, ada lima poin yang
disampaikan. Di antaranya, Helmy dinilai tidak menjawab atau memberikan
penjelasan soal pembelian siaran berbiaya besar Liga Inggris.
Helmy menanggapi santai perihal Liga Inggris itu. â€Saat ditanya,
Pak Dirut, kan anggaran gak ada. Saya cuma jawab, ini rezeki anak saleh,â€
guyonnya, disambut tawa undangan yang hadir.
Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra mengamini.
Laporan bahkan dilakukan dua kali, secara informal maupun formal. â€Pertama,
saat saya buka puasa pada beliau (Ketua Dewas Arief Hidayat Thamrin, Red), saya
sampaikan, kita mau beli siaran Liga Inggris,†katanya.
Laporan kemudian disampaikan secara formal pada 17 Juli 2019
yang dihadiri empat dewas dan lima direktur lengkap. Dalam laporan tersebut,
dijelaskan secara terperinci mulai kerja sama, harga, hingga soal potensi
pendapatan.
Poin lainnya, penunjukan Kuis Siapa Berani dinilai melanggar
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Yakni,
asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, dan asas keterbukaan, terutama
berkenaan penunjukan atau pengadaan Kuis Siapa Berani.
Mengenai Kuis Siapa Berani, Helmy menegaskan, dirinya tidak
menerima sepeser pun. Dia mendonasikan secara sukarela kepada TVRI. â€Karyaku
paling besar ’Siapa Berani’ tayang di RCTI, Indosiar, AnTV dan kemarin udah ada
yang minta, saya persembahkan itu, saya donasikan nol rupiah kepada TVRI,â€
ungkap Helmy.
Apni membenarkan bahwa Helmy tidak mendapatkan royalti apa pun
terkait Kuis Siapa Berani. Sebagai direktur program, dia sendiri yang melakukan
kerja sama dengan pihak Krakatau karena dinilai memiliki pengalaman dalam
membuat acara kuis.
Tadi malam Jawa Pos berusaha
mengontak Arief. Tapi, pesan yang dikirim Jawa Pos hanya dibaca
tanpa dibalas.
Adapun menurut Chandra, yang perlu digarisbawahi, dalam surat
pemberhentian dari dewas, kliennya dinyatakan diberhentikan dengan hormat.
Artinya, diberhentikan tanpa kesalahan. Selain itu, dari lima
anggota dewas, seorang di antaranya tidak membubuhkan paraf dalam surat
pemberhentian tersebut. â€Kontradiktif dengan lampiran suratnya. Di mana,
menyatakan ada beberapa kesalahan kan katanya. Dalam UU ASN (Undang-Undang Aparatur
Sipil Negara), dengan hormat berarti tanpa kesalahan,†katanya.(jpc)