Eksekusi baru saja selesai dilakukan. Tapi, di kamar korban,
ketiga pelaku justru berdebat. Sebab, pembunuhan yang mereka lakukan melenceng
dari rencana awal.
Semula Jamaluddin, hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera
Utara (Sumut), diskenariokan meninggal karena serangan jantung. Tapi, memar di
hidung korban membuyarkan rencana tersebut.
’’Ini kalau mati di rumah enggak boleh karena hidungnya memar
kemerahan. Kalau dengan kondisi kek gini, aku nanti yang tertuduh,†kata
Zuraida Hanum (ZH), salah seorang pelaku yang juga istri korban.
Mendengar perkataan Zuraida, M. Jefri Pratama (JP), pelaku lain,
langsung membantah. ’’Kalau kek gitu nanti bahaya sama kami,’’ ucap Jefri, yang
diiyakan Reza Fahlevi (RF), pelaku lain.
Itulah salah satu di antara 77 adegan di berbagai lokasi dalam
rekonstruksi kedua pembunuhan Jamaluddin yang digelar penyidik Satreskrim
Polrestabes Medan dan Direktorat Reskrimum Polda Sumut kemarin (16/1).
Rekonstruksi pertama berlangsung Senin lalu (13/1).
Jamaluddin, hakim sekaligus juru bicara PN Medan, ditemukan
tewas di jurang area kebun sawit di kawasan Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumut,
pada 29 November tahun lalu. ZH, JP, dan RF telah ditetapkan sebagai tersangka.
Seperti dilansir Sumut Pos, reka ulang kejadian
pembunuhan kemarin merupakan proses eksekusi hingga pembuangan mayat korban.
Dari rekonstruksi terungkap, Zuraida tetap bersikeras mengusulkan agar jenazah
dibuang ke jurang. Dua pelaku lain, Jefri dan Reza, akhirnya mengiyakan.
’’Makanya cepat dibuang setelah subuh. Kalau cepat kali dibuang,
nanti sekuriti (perumahan) curiga karena tidak pernah keluar jam segitu,’’ kata
Zuraida dalam reka ulang adegan 6–57 yang merupakan proses eksekusi.
Jamaluddin dibunuh dengan cara dibekap. Reza mengambil posisi
tepat berada di atas kepala, sedangkan Jefri di sebelah kanan korban. Jefri
kemudian naik ke atas perut korban dengan posisi mengangkangi dan dengkul
kanan-kiri mengapit perut korban. Selain itu, kedua tangan Jefri memegang kedua
tangan korban. Tanpa buang waktu, Reza langsung membekap hidung dan mulut
korban dengan menggunakan sarung bantal. Spontan, korban meronta-ronta.
Lantas, Reza menguatkan bekapan tersebut menggunakan lengan
tangan kanan ke bagian hidung korban dengan menekan sekuat tenaga. Sementara
itu, Jefri menguatkan pegangan kedua tangan dan mengapit badan korban. Zuraida
menekan kaki korban dengan menggunakan kakinya.
Eksekusi itu dilakukan di kamar yang ditempati korban, Zuraida,
dan anak mereka. Si anak sempat terbangun. Namun, Zuraida langsung menutupi
dengan menggunakan bed cover warna pink agar tidak melihat
kejadian tersebut sambil menepuk-nepuk agar tertidur kembali. Sekitar 5 menit
korban dibekap dan tidak bergerak lagi, Reza memeriksa untuk memastikan apakah
sudah meninggal dengan memegang dada korban guna merasakan detak jantung.
Sebelum membuang korban, pelaku berencana memakaikan baju batik
pada Jamaluddin yang dieksekusi dini hari itu. Namun, karena teringat hari itu
Jumat, Zuraida memutuskan untuk memakaikan seragam olahraga PN Medan dengan
dibantu Jefri dan Reza. Selain itu, turut dipakaikan kaus kaki, kalung, cincin,
dan jam.
Berikutnya, adegan 58 sampai 77. Adegan itu merupakan pembuangan
mayat korban di jurang area kebun sawit yang direkayasa seolah-olah terjadi kecelakaan.
Setelah keluar dari rumah korban, Jefri dan Reza menuju arah
Simpang Selayang, lalu masuk ke Jalan Anyelir yang merupakan rumah Reza untuk
mengambil sepeda motor Vario BK 5898 AET. Berjarak 50 meter sebelum rumah Reza,
Jefri memberhentikan mobil yang dikendarai.
Cukup jauh melintas, saat keadaan mulai terang, Reza melihat
tanjakan naik dan kemungkinan ada jurang. Benar saja, setelah dilihat, ternyata
memang ada jurang. Dia lalu memberikan kode tangan kepada Jefri untuk naik.
Sesampai di dekat jurang, Reza memutar arah sepeda motor. Jefri
segera memosisikan mobil ke arah mulut jurang dengan kondisi mesin masih hidup.
Jefri melajukan mobil tersebut ke arah jurang, lalu melompat
keluar sambil menutup pintu. Setelah itu, Jefri langsung menaiki sepeda motor
yang dikendarai Reza dan meninggalkan lokasi.
Menurut Kapolda Sumut Irjen Pol Martuani Sormin, istri korban
sempat mengultimatum tersangka Jefri agar beberapa bulan tidak menghubungi
dirinya sampai semua dinyatakan aman. Zuraida dan Jefri memang punya hubungan
khusus. Dalam rekonstruksi sebelumnya, terungkap bahwa Zuraida akan menikah
dengan Jefri setelah sang suami dieksekusi.
’’Tak ada penambahan tersangka dalam kasus ini. Hanya tiga
orang,†kata Martuani seperti dilansir Sumut Pos.
Terpisah, keluarga korban Jamaluddin yang juga hadir dalam
rekonstruksi itu meminta agar para pelaku dihukum seberat-beratnya. ’’Hukum
mati itu semua (para tersangka), si perempuan, dan selingkuhannya,’’ kata kakak
sepupu Jamaluddin, Nur Iman, yang didampingi mantan istri korban, Cut Armayani.
Hal senada disampaikan Cut Armayani. ’’Kami sekeluarga sudah
sepakat bahwa ZH harus dihukum mati. Jangan lagi dia hidup di dunia ini biar
dia tahu rasa,’’ ucap perempuan 63 tahun itu.
Menurut Cut, awalnya keluarga sudah berfirasat bahwa pembunuh
Jamaluddin adalah ZH. ’’Dari penemuan mayat, kami sudah curiga,’’ katanya.
Rajid, anak korban dari pernikahan dengan Cut, juga menginginkan
pelaku dihukum mati sesuai dengan perbuatannya. ’’Kalau tidak dihukum mati,
paling tidak seumur hidup,’’ katanya saat hadir di lokasi pembuangan mayat.
Semula anak kedua dari istri pertama Jamaluddin itu tidak
curiga. Namun, belakangan kecurigaan muncul terhadap ibu tirinya lantaran
memberikan keterangan berbeda-beda. Dia menambahkan, sampai saat ini ibu tirinya
itu tidak pernah meminta maaf kepada dirinya ataupun keluarga. ’’Sekali
seminggu, si JP itu datang ke rumah untuk bertamu dan bermain bersama ibu tiri
dan teman-temannya,’’ kata Rajid.(jpc)