Sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) rentan digugat ke pengadilan. Sebab, UU KPK baru
mengharuskan segala aktivitas penyadapan, penggeledahan dan penyitaan harus
mendapatkan izin Dewan Pengawas.
Pernyataan itu dikatakan Pakar hukum pidana dari Universitas
Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho terkait dengan ramainya OTT Wahyu
Setiawan dan Bupati Sidoarjo yang mengklaim dirinya tak terima uang sepeser
pun.
Salah situ contohnya salah, kata Hibnu, kegagalan penyidik KPK
saat akan menggeledah kantor DPP PDIP di Menteng. Karena, aturannya jika KPK
melakukan OTT tanpa izin Dewan Pengawas maka berpotensi melanggar aturan.
Dia menyebut ada aturan pasal 69 Huruf D Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyebutkan bahwa sebelum Dewan
Pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan
berdasarkan ketentuan sebelum Undang-Undang ini.
Atau Pasal 37 B ayat (1) UU KPK baru yang menyebutkan bahwa
tindakan penggeledahan mesti atas seizin Dewan Pengawas.
“Dalam kasus OTT Komisioner KPU misalnya, yang diduga ikut
melibatkan elite politik PDIP potensi untuk masuk ke praperadilan sangat
tinggi. Apalagi ini terkait surat izin penggeledahan dari Dewan Pengawas KPK,â€
kata Hibnu, Senin (13/1).
Bahkan menurutnya, jika KPK tidak bisa menunjukkan surat izin
dari dewan pengawas, maka kegiatan penyadapan, penggeledahan sampai penyitaan
bisa disebut ilegal.
“Dalam ilmu pembuktian, penyadapan merupakan alat bukti yang
sangat kuat di pengadilan. Sehingga ketika dua OTT KPK terhadap dua perkara
masuk praperadilan, maka syarat formil dan materiil harus dipenuhi. Syarat
formil misalnya izin dari Dewan Pengawas terkait dengan penyadapan dan
seterusnya,†papar Hibnu.
“Bisa saga penyadapan yang dilakukan berpotensi ilegal dan tidak
sah secara hukum,†sambungnya.
Oleh sebab itu, Hibnu menilai segala ketentuan dalam kegiatan
penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK sekarang harus sesuai dengan
perintah UU KPK baru. Sehingga, ada baiknya kegiatan OTT dievaluasi.
“Dengan kondisi seperti ini KPK mesti mengevaluasi diri, baik
dalam aspek tata kelola manajemen termasuk dalam aspek UU yang baru. Sebab
dalam UU KPK yang baru politik hukum dalam hal penanggulangan korupsi ada asas
yang megharuskan KPK secara eksplisit menangani perkara korupsi yang besar,â€
jelasnya.
Sebelumnya, diketahui OTT yang dilakukan KPK terhadap Bupati
Sidoarjo Saiful Ilah tanpa seizin Dewas KPK. Merespons hal itu, Wakil Ketua KPK
Alexander Marwata mengungkapkan alasannya. Kata dia, penindakan terhadap
politikus PKB itu berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) dan
surat perintah penyadapan (sprindap) sebelum UU KPK yang baru berlaku.
Diketahui, dalam UU KPK yang baru, penyadapan hingga
penggeledahan harus melalui izin dewan pengawas. Alex menyatakan, untuk
penggeledahan dan penahanan terhadap Saiful Ilah pihaknya nanti akan
berkoordinasi dengan dewan pengawas.
“Sprindik (surat perintah penyidikan), penyitaan, dan penahanan
karena sudah ada dewas tentu kita minta ijin ke dewas,†kata Alex.
Alex juga menyatakan, jika Saiful Ilah dan tersangka lainnya
dalam kasus suap pengadaan proyek di Sidoarjo tak terima ditetapkan sebagai
tersangka dengan alasan apa pun, termasuk penyelidikan tanpa izin dewan
pengawas, KPK siap menghadapi gugatan praperadilan.
“Itu hak tersangka, kalau
ada yang keberatan penandatanganan sprindik,