Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Komisioner
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka terkait penerimaan
suap terkait kasus pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode
2019-2024. Penetapan tersangka ini menyusul kegiatan penindakan KPK yang
dilakukan pada Rabu (8/1) hingga Kamis (9/1).
KPK menduga, Wahyu meminta uang senilai Rp 900 juta untuk
memuluskan caleg DPR dari PDIP, Harun Masiku untuk kemudian ditetapkan sebagai
anggota DPR menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas
yang meninggal dunia pada Maret 2019.
“Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota
DPR-RI pengganti antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp
900 juta,†kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Kamis (9/1).
Lili menjelaskan, awalnya pada Juli 2019 salah satu pengurus DPP
PDIP memerintahkan seorang advokat bernama Doni untuk mengajukan gugatan uji
materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan
Suara.
Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan wafatnya Caleg
terpilih dari PDIP Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Kemudian, gugatan itu
dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019 yang menetapkan partai adalah
penentu suara dan pengganti antar waktu (PAW).
Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar partai moncong putih itu
berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg
yang meninggal tersebut. Namun, pada 31 Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno
dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Sementara itu, pada 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan
permohonan fatwa MA, selanjutnya pada 23 September mengirimkan surat berisi
penetapan caleg.
“SAE (Saeful) menghubungi ATF (Agustiani Tio Fridelina) dan
melakukan lobi untuk mengabulkan HAR (Harun Masiku) sebagai PAW,†ucap Lili.
Lili menyebut, Agustiani yang merupakan orang kepercayaan Wahyu,
lantas mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu
Setiawan untuk membantu proses penetapan Harun. Wahyu lantas menyanggupi
membantu dengan membalas “Siap, mainkan!â€
“Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR RI pengganti
antar waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp900 juta,†ujar
Lili.
Untuk memuluskan hal tersebut, lanjut Lili, dilakukan dua kali
proses pemberian, yakni pada pertengahan Desember 2019 senilai Rp 400 juta dari
salah satu sumber dana yang ditujukan pada Wahyu melalui Agustiani, Doni dan
Saeful.
“WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah
satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan,†terang Lili.
Tak cukup sampai disitu, kemudian penyerahan uang pun berlanjut
pada akhir Desember 2019 senilai Rp 850 juta dari Harun Masiku pada Saeful
melalui salah seorang staf di DPP PDIP.
“Saeful memberikan uang Rp 150juta pada Doni dan sisanya Rp 700
juta yang masih berada di tangan Saeful dibagi menjadi Rp 450 juta pada
Agustiani yang Rp 250 juta untuk operasional,†ungkap Lili.
Selain itu, dari uang Rp 450 juta yang diterima ATF, uang
senilai Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk Wahyu Setiawan. Namun,
uang itu masih disimpan oleh ATF.
Selanjutnya, pada 7 Januari 2020 berdasarkan hasil rapat Pleno,
KPU lantas menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun sebagai PAW dan tetap
pada keputusan awal. Setelah gagal di rapat pleno KPU, Wahyu Setiawan kemudian
menghubungi advokat Doni menyampaikan bahwa dirinya telah menerima uang dan
akan mengupayakan kembali agar Harun yang menjadi PAW.
Belum sampai ke tangan Wahyu Setiawan, uangnya yang dikelola
oleh Agustiani yang kemudian berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Lembaga antirasuah mengamankan uang mata uang asing dalam bentuk dollar
Singapura itu senilai Rp 400 juta.
“Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang RP 400 juta
yang berada di tangan ATF dalam bentuk dolar Singapura,†jelas Lili.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan
sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a
atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai
tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5
Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(jpc)