SAMPIT – Pengadilan Agama (PA) Sampit mencatat dari
2017, 2018 sampai 2019, ada sebanyak 1.800-an janda. Pada 2017, cerai gugat (CG)
dari istri ke suami sebanyak 617 gugatan. 2018 mengalami kenaikan sebanyak 659
orang dan pada 2019 ini mengalami penurunan yakni di angka 557, tetapi masih
tersisa November dan Desember 2019 ini.
Panitera PA Sampit Frislyasi
mengatakan jumlah tersebut khususnya pada 2019 ini mengalami penurunan.
Menurutnya, salah satu faktor penyebabnya dikarenakan di Kabupaten Seruyan dan
Katingan sudah ada Pengadilan Agama.
“Jika beberapa tahu ke belakang,
jumlah gugatan baik cerai gugat dan talak itu di angka 1.000 ke atas setiap
tahunnya. Jika ditotal cerai gugat dan talak sebanyak 2.470 selama 3 tahun
terakhir ini. Namun tahun ini masih tersisa hingga Desember nanti,†jelasnya
kepada Kalteng Pos di ruang kerjanya, Senin (4/11).
Dirinya menambahkan, kebanyakan
yang mengajukan gugatan ini lulusan SD, SMP dan SMA. Untuk S1 atau sarjana
masih sedikit. “Yang paling banyak adalah lulusan SMA. Faktor penyebabnya yakni
perselingkuhan, ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),†ungkapnya.
Selain hal itu, diduga pengaruh
media sosial (Medsos) dan juga pergaulan juga menjadi salah satu persoalan. “Jadi
di Sampit ini tidak memandang baik itu kalangan muda dan tua memang saat ini
terpengaruh dengan faktor tersebut, media sosial dan pergaulan,†akuinya.
Kotim sendiri berada di urutan
nomor 1 se-Kalteng untuk angka perceraian ini. Menurutnya, Kabupaten Kotim
berada di pertama, diikuti Kobar, Palangka Raya, Kapuas, Barito Utara dan Barsel.
“Itu urutan angka perceraian tertinggi di Kalteng. Meski berpisah dengan PA
Seruyan dan Katingan, nampaknya angka perceraian di Kotim ada penurunan, tapi
sedikit saja,†pungkasnya. (rif/ami/nto)